• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Opini

Penguatan Ukhuwah dengan Netral pada Pemilu 2024

Penguatan Ukhuwah dengan Netral pada Pemilu 2024
Penguatan netralitas ini tepat dengan tantangan ukhuwah di masa depan. (Foto: NOJ/detik.com)
Penguatan netralitas ini tepat dengan tantangan ukhuwah di masa depan. (Foto: NOJ/detik.com)

Oleh: Lukman Ahmad Irfan


Landasan netralitas Nahdlatul Ulama (NU) pada pemilu adalah jelas, yaitu melaksanakan hasil Muktamar NU tahun 1984 yang memutuskan bahwa NU kembali ke khitah tahun 1926. Yakni saat didirikan sebagai organisasi keagamaan dan secara tegas keluar dari politik praktis.


Tahun 2024, penguatan netralitas NU penulis tafsirkan merupakan keniscayaan strategi mengaktualisasikan 4 jenis ukhuwah, yaitu ukhuwah nahdliyah, ukhuwah islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama warga bangsa) dan ukhuwah insaniyah atau ukhuwah basyariyah yang dimaknai sebagai persaudaraan sesama manusia. Penguatan ini secara strategis dimulai dengan ketegasan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bahwa pengurus NU di semua tingkatan, termasuk badan otonom di bawah NU harus netral.


Penguatan netralitas ini tepat dengan tantangan ukhuwah di masa depan. Pertama, PBNU harus mengaktualisasikan ukhuwah nahdliyah dan karena realitas jamaah NU tersebar hampir di seluruh partai politik, maka pilihannya adalah netral. Kedua, PBNU harus mengaktualisasikan ukhuwah islamiyah, dan karena realitas politik identitas berlabel Islam banyak, maka pilihannya adalah netral. Ketiga, PBNU harus mengaktualisasikan ukhuwah wathaniyah, dan PBNU sangat berkepentingkan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka pilihannya adalah netral. Keempat, PBNU harus mengaktualisasikan ukhuwah insaniyah atau ukhuwah basyariah, ikut memperjuangkan kerukunan dunia, dan untuk ikut andil maka pilihannya adalah netral dan berjuang bersama pemerintahan dari partai manapun yang menang di Pemilu 2024.

 

Tantangan Netralitas NU di Pemilu 2024

Mengaktualisasikan netralitas PBNU di tengah realitas jamaah, jamiyah, dan warga negara Indonesia saat ini memang rumit karena penilaian terhadap sejarah politik NU dan perilaku politik sebagian jamaah dan pengurus NU. Oleh karenanya sosialisasi bahwa PBNU berpolitik kebangsaan bukan berpolitik praktis adalah sangat tepat dan penting untuk diperkuat.  


Berikut beberapa hal penting untuk diperkuat agar netralitas NU tidak disalahpahami, baik oleh jamaah NU sendiri maupun warga negara RI.


Memaknai Sejarah Politik NU

Sejarah NU yang pernah menjadi partai politik dan menginisiasi berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) adalah kenyataan NU pernah berpolitik praktis. Namun keputusan model netral pada Pemilu 2024 adalah kebijakan termutakhir sesuai tuntutan zaman sebagaimana tuntutan zaman saat NU berpolitik praktik dan mendirikan PKB.


Sosialisasi Massif Makna Politik Kebangsaan

Kebijakan politik kebangsaan NU adalah menjaga persatuan dan kesatuan NKRI, mengembangkan pendidikan lebih baik, kesejahteraan sosial, melawan radikalisme dan ekstrimisme, dan mendukung perdamaian dunia. Hal-hal mulia ini adalah merupakan aktualisasi dari Islam yang rahmatan lil ‘alamin dan rasional dapat dicapai dengan netralitas pada politik praktis.

 

Dukungan kepada Jamaah yang Berpolitik Praktis

Hak politik jamaah NU (bukan pengurus) sangat didukung oleh PBNU untuk berpolitik praktis dan menitipkan politik kebangsaan kepada mereka dan juga calon lainnya. Hal ini dibuktikan dengan keadilan dukungan pada semua calon yang mengikuti pemilihan umum, baik itu kader NU atau bukan. Hal ini secara nyata bisa dengan mengajak calon untuk membingkai politik praktis dengan landasan politik kebangsaan.


Pendidikan Politik Jamaah NU

Jamaah NU di tingkat grass root pasti banyak pertanyaan siapa yang harus mereka dukung dalam Pemilu 2024. Pengurus NU di tingkat lokal hendaknya secara proaktif dalam menjelaskan bahwa NU berpolitik kebangsaan, oleh karenanya diperlukan penjelasan lugas dan sederhana terkait politik kebangsaan dan kebebasan memilih sesuai dengan pilihannya.

 

Menfasilitasi Silaturahim 

Untuk menegaskan politik kebangsaan NU bukanlah dengan menjauhi partai ataupun calon legislatif (caleg) bahkan calon presiden dan wakil presiden, namun diupayakan semakin mempererat hubungan. Mungkin yang bisa dilakukan adalah dengan mengundang seluruh ketua partai dan caleg-calegnya sesuai dengan tingkatannya untuk duduk bersama dalam acara-acara NU.

 

Lukman Ahmad Irfan adalah dosen Universitas Islam Indonesia (UII) dan Pengasuh Majelis Ya Badi, Yogyakarta


Editor:

Opini Terbaru