• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 4 Mei 2024

Pendidikan

Prof Haris Kuatkan Posisi Hukum Islam agar Terintegrasi Nasional

Prof Haris Kuatkan Posisi Hukum Islam agar Terintegrasi Nasional
Suasana rapat dengan BPHN di Gedung Auditorium Rektor Lantai 3 Universitas Jember, pada Jum’at (24/11/2023). (Foto: NOJ/humas)
Suasana rapat dengan BPHN di Gedung Auditorium Rektor Lantai 3 Universitas Jember, pada Jum’at (24/11/2023). (Foto: NOJ/humas)

Jember, NU Online Jatim

Ketua PP Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara, Prof. Dr. H M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA. Mengatakan, dalam rangka mengintegrasikan hukum agama ke dalam hukum nasional, perlu dilakukan pembinaan hukum yang memperkuat posisi hukum agama itu sendiri.


Hal itu disampaikannya dalam kegiatan Dengar Pendapat (Hearing) bertajuk ‘Partisipasi Bermakna (Meaningful Participation) dalam Rangka Penyusunan Rancangan Undang-Undang Tentang Pembinaan Hukum Nasional’ oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) di Gedung Auditorium Rektor Lantai 3 Universitas Jember pada Jum’at (24/11/2023).


Menurutnya, fokus utamanya adalah menguatkan posisi hukum Islam agar terintegrasi ke dalam hukum nasional di antara hukum lain seperti Hukum Eropa dan Hukum Adat. “Oleh karena itu, hukum Islam harus diarahkan untuk menjadi hukum yang mandiri dan dapat diambil nilai-nilainya agar bisa berlaku secara universal,” ujar Guru Besar Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember.


Dalam konteks sistem hukum nasional yang ada, pembinaan dibutuhkan di semua tahap, mulai dari pembentukan, pelaksanaan, penegakan, hingga revaluasi. BPHN memiliki peran penting dalam memberikan pembinaan kepada hukum agama.


“Pilihan pembinaan harus dilakukan dengan mempertimbangkan konteks pembentukan, seperti mengadakan kajian living law oleh organisasi masyarakat (ormas) untuk hukum Islam yang lebih inklusif,” terangnya.


Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian, dan Pelatihan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur menjelaskan, hal demikian juga agar hukum Islam tidak bertentangan dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena dapat memahami dan mengakomodasi kemajemukan di negara ini.


Prof Haris menyebut, pembinaan hukum Islam juga harus didorong aktif melibatkan partisipasi masyarakat, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan telah menegaskan bahwa perlu adanya peran aktif dari berbagai pihak, tokoh atau organisasi masyarakat untuk memberikan masukan dalam melakukan pembinaan hukum agama.


Direktur World Moslem Studies Center (Womester) ini menerangkan, hukum Islam yang berlaku di Indonesia harus progresif, tidak hanya berdasarkan pada teks Al- Qur’an dan hadis semata, melainkan juga perlu kajian komprehensif yang dilakukan oleh para ulama terhadap kajian Ushul Fiqih dan Maqashidus Syariah.


“Tujuannya adalah membawa hukum Islam pada kemaslahatan dan kemanfaatan yang lebih baik dan luas, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan nilai-nilai kemanusiaan, baik di dunia maupun di akhirat,” papar Pengasuh Pondok Pesantren Darul Hikam Mangli Jember.


Prof Haris menekankan perlunya memberikan ruang yang lebih luas pada partisipasi masyarakat sesuai dengan UU No. 12 tahun 2011, termasuk pentingnya kehati-hatian pemerintah dalam mengundangkan hukum agar tidak bertentangan dengan nilai dan keyakinan umat Islam.


“Para pengkaji hukum Islam juga diharapkan terus memperkaya pengembangan hukum Islam dengan memasukkan kajian perspektif Maqashid Syariah, menjadikan hukum Islam modern dan sesuai dengan tuntutan zaman,” pungkasnya.


Pendidikan Terbaru