• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Pustaka

Islam dan Muhammad Perspektif Orientalis

Islam dan Muhammad Perspektif Orientalis
Sampul buku Muhammadanisme. (Foto: NOJ/ ISt)
Sampul buku Muhammadanisme. (Foto: NOJ/ ISt)

Dalam sejarah kolonialisme Belanda di Indonesia, Snouck Hurgronje adalah nama yang tidak asing didengar. Ia adalah orientalis yang menjadi orang kepercayaan pemerintah Hindia-Belanda untuk melakukan pengamatan terhadap umat Islam di Hindia-Belanda, khususnya di Aceh.

 

Selain pernah ditugaskan di Hindia-Belanda, Hurgronje juga pernah mengunjungi Makkah dan menjadi orang pertama di luar Islam yang berhasil masuk ke kota suci umat Islam tersebut. Konon, ia pura-pura masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Abdul Ghafar. Oleh karena itu, ia piawai memberi kuliah berkaitan dengan Islam seperti sejarah, hukum, ritual, dan politik.

 

Dalam buku ini kita akan mengetahui bagaimana pandangan Hurgronje dalam memahami Islam berdasarkan sudut pandangnya sendiri sebagai orang Barat, orientalis, ilmuwan, dan agen Belanda. Pembahasan dimulai dari sejarah kemunculan Islam hingga pembahasan Islam dan pemikiran modern lewat kuliah-kuliahnya yang tersaji dalam buku ini.

 

Sebelum menuju ke isi pembahasan buku ini, alangkah baiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan "Muhammadanisme" seperti yang  tertulis dalam judul buku ini. Kata tersebut digunakan oleh Snouck Hurgronje untuk menyebut Islam. Ia berpandangan bahwa Islam bersumber dari pemikiran dan ajaran yang kemudian disebarkan oleh Nabi Muhammad, alih-alih sumber wahyu, sehingga disebut dengan Muhammadanisme/ Mohammedanism.

 

Bagian pertama buku ini membahas seputar asal-usul Islam dan perkembangannya tergolong pesat yang dibuktikan dengan kemampuan menaklukan wilayah-wilayah imperium besar, yakni Sasaniyah dan Bizantium. Selain itu, Islam juga mampu menarik minat masyarakat Arab dan sekitarnya untuk memeluk agama yang dibawa oleh Muhammad ini. Hal inilah yang membuat Hurgronje takjub dengan Islam. Bagaimana mungkin Muhammad yang hidup di wilayah yang jauh dari kemajuan mampu membangun pengaruh Islam secara ekstentif dalam waktu yang relatif singkat.

 

Pada bab ini juga Hurgronje memaparkan beberapa pandangan orientalis terhadap Islam. Misalnya pandangan Hottinger tentang doktrin gereja yang disalin dan dijadikan dogma dalam Islam. Ia juga memiliki rasa tidak suka kepada sosok Nabi Muhammad. Demikian juga dengan Abbe Maracci, ia menolak Al-Qur'an dan memberikan cacian terhadap Nabi Muhammad SAW.

 

Karakteristik dua tokoh orientalis tersebut tidaklah aneh karena itu merupakan salah satu ciri dari orientalis abad ke-17 dan abad ke-18 yang dalam mengkaji Islam dibarengi dengan cacian. Hurgronje juga menyebut beberapa orientalis lain seperti Muir, Sprenger, dan Noldeke yang ketiganya ini merupakan contoh orientalis abad ke-19.

 

Tokoh-tokoh ini memiliki perbedaan dengan yang sebelumnya, mereka lebih ilmiah dalam mengkaji Islam meskipun masih memiliki kecurigaan terhadap Islam. Misalnya, Noldeke yang meragukan orisinalitas Al-Qur'an dan bahwa Nabi Muhammad SAW dianggap mengidap ayan dan gangguan jiwa. (hal. 11).

 

Pada bagian kedua buku ini, Hurgronje membahas tentang perkembangan Islam. Salah-satu yang diangkat dalam pembahasan ini adalah tentang migrasi yang dilakukan orang-orang hadramaut ke berbagai wilayah di dunia Islam, salah satunya Hindia-Belanda (Indonesia). Mereka melakukan hal tersebut akibat kondisi alam yang tidak menguntungkan, tanah gersang yang tandus.

 

Di Hindia-Belanda, orang-orang hadramaut memilih tinggal di kota perdagangan. Mereka memiliki posisi penting dan mendapatkan penghormatan yang tinggi karena derajat religius yang lebih tinggi dan sebagian dari mereka diyakini sebagai keturunan dari Nabi Muhammad yang sekarang kita kenal dengan Habaib atau Syarif/Syarifah dan panggilan popular lainnya.

 

Bab ini juga membahas tentang ajaran pokok Islam yang terangkum dalam rukun Islam. Menurutnya kehadiran rukun Islam ini tidak bisa terlepas dari ajaran-ajaran atau tradisi agama sebelumnya. Misalnya, ritual ibadah haji sudah dilakukan sejak era kenabian Ibrahim dan ibadah puasa yang sebelumnya telah dipraktikkan oleh semua agama tidak hanya Yahudi dan Nasrani.

 

Selain ritual ibadah, doktrin yang ada di Islam juga di masa sebelumnya telah dikenal. Misalnya, doktrin eskatologis yang membahas tentang akhir zaman dan kehidupan setelah kematin.

 

Pada bab tiga, Hurgronje membahas tentang perkembangan politik Islam yang dimulai dari masa hidupnya Nabi Muhammad SAW yang berperan ganda sebagai pemimpin agama dan pemimpin negara. Otoritas hukum sepenuhnya bersumber darinya sebagai penyambung firman Tuhan.

 

Oleh sebab itu, pada masa itu Nabi Muhammad SAW tidak hanya menekankan pada kepatuhan pada Al-Qur’an tetapi juga pada urusan negara/sosial misalnya, kewajiban membayar zakat tepat waktu.

 

Perkembangan politik Islam selanjutnya adalah pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW sekaligus awal dari tumbuhnya benih-benih perpecahan umat Islam akibat politik. Puncak dari perpecahan ini dimulai pada pemerintahan Ali bin Abi Thalib yang mengalami konflik dengan Muawiyah bin Abi Sufyan. Perpecahan tersebut memunculkan beragam kelompok kalam (teologi) seperti Khawarij, Syi'ah, Jabariyah, Qodariyah, Mu'tazilah, dan Ahlussunnah wal Jamaah.

 

Pada bagian ini Hurgronje menyimpulkan bahwa Islam meskipun dalam pemahaman pemeluknya sebagai suatu kesatuan ajaran yang holistik, tetapi sebenarnya terbagi menjadi tiga ranah aktivitas: ibadah, kemasyarakatan, dan kenegaraan. Pemahaman seperti inilah yang membawa Hurgronje berhasil menaklukkan Aceh. Misalnya, dalam ranah aktivitas yang pertama, pemerintah kolonial tidak ikut campur perihal ibadah.

 

Kedua, ranah aktivitas kemasyarakatan, pemerintah kolonial mau membantu mengatur keberangkatan haji dan pengelolaan zakat. Tetapi, tidak seperti ranah aktivitas yang kedua, pada ranah aktivitas yang ketiga Belanda bertindak tegas terhadap Islam yang bernafas politik. Belanda menolak keras gerakan politik yang bersumber dari agama. Belanda menyadari dan belajar betul dari sejarah Islam sendiri bahwa konflik yang berkepanjangan yang terjadi berabad-abad atau penaklukkan wilayah oleh Islam dilandasi oleh motivasi doktrin agama.

 

Pada bab terakhir dalam buku ini Hurgronje mengulas tentang Islam dan pemikiran modern. Pada masa-masa awal sejarah Islam, yang menjadi pedoman hukum umat Islam hanyalah Al-Qur’an dan Hadis yang sifatnya rigid. Misalnya, hukuman mati untuk orang yang murtad karena setara dengan pembelotan dan pengkhianatan yang tidak bisa dimaafkan (hal. 112). Namun, permasalahan  yang terjadi di era tersebut tidak sekompleks di era selanjutnya. Untuk itu dalam pemikiran hukum Islam dikenal dengan ijmak (konsensus).

 

Permasalahan keagamaan ini semakin kompleks ketika umat Islam mengahadapi permasalahan-permasalahan baru di setiap jamannya. Misalnya, hukum asuransi, feminisme, hak perempuan terhadap fasilitas publik, bekerja di non-muslim, dan lain sebagainya. Barangkali permasalahan-permasalahan yang disebutkan oleh Hurgronje pada bab ini dapat dijawab dengan yang kita kenal dengan fiqih kontemporer.

 

Pemahaman Hurgronje terhadap Islam hampir keseluruhan menekankan pada perspektif historis-kritis dan meletakkan Islam sebagai produk pemikiran dari Nabi Muhammad. Sedangkan pengalamannya dengan Islam didapatkan dari interaksi langsung dengan masyarakat Islam selama 20 tahun sehingga paham betul tentang kondisi sosial masyarakat Islam.

 

Salah satu kelebihan dari buku ini adalah memberikan perspektif baru tentang pelbagai aspek dalam Islam dengan kajian yang lebih terbuka. Meskipun buku ini kumpulan kuliah-kuliah Hurgronje, secara penyajian masih berkaitan satu sama lain. Buku ini cocok untuk mahasiswa atau akademisi yang memiliki ketertarikan pada perkembangan sejarah Islam dan kajian Barat terhadap Islam.

 

Identitas Buku:

Judul: Muhammadanisme
Penulis: C. Snouck Hurgronje​​​​​​​
Penerbit: IRCiSoD​​​​​​​
Tahun terbit: 2019 (cetakan pertama)
Tebal: xx + 142 halaman
ISBN: 978-602-7696-69-3
Peresensi: Mohamad Irfan, mahasiswa S2 Studi Islam UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.


Pustaka Terbaru