Rehat IN MEMORIAM CAK IPUL

Mengenang Cak Ipul, Menulis Bisa Jadi Amal Jariyah

Rabu, 19 Juni 2024 | 18:00 WIB

Mengenang Cak Ipul, Menulis Bisa Jadi Amal Jariyah

Almarhum Bapak Syaifullah bersama salah satu kontributor NU Online Jatim di kawasan Probolinggo. (Foto: NOJ/Siti Nurhaliza)

Tulisan ini dibuat sebagai upaya melawan lupa. Juga sebagai rasa bentuk penghormatan terakhir atas wafatnya Guru Jurnalistik di NU Online Jatim, Pak Syaifullah atau yang kerap disapa Pak Ipul dan Cak Ipul.


Kabar wafatnya Pak Ipul di grup Kontri NU Online Jatim, sontak mengagetkan seluruh penghuni grup. Apalagi saya yang saat itu sedang kegiatan Seminar Jurnalistik di Universitas Hafsawati Zainul Hasan Genggong bersama Pak Haji Taufik, mantan direktur AMTV.


Kaget bukan main saat di forum. Apalagi Pak Taufik adalah sahabat karibnya Pak Ipul. Yang waktu ramai kabar duka di grup, Pak Taufik masih belum tahu.


"Pak Taufik, Pak Ipul meninggal," kataku kepada beliau. Sontak ia langsung cek grup PWNU, dan ternyata berita tersebut benar. Dan kami berdua sama-sama tidak bisa fokus saat di forum seminar.


Padahal saat acara belum dimulai. Obrolan kami memang tentang Pak Syaiful. Pak Taufik yang memang akrab ketika di aula, dan saya kenalnya memang dari madrasah jurnalistik NU Online Jatim.


Membicarakan sosok Pak Ipul, rasanya tak akan kehabisan kata-kata. Bahkan materi yang saya sampaikan kepada mahasiswa kesehatan di Unhasa Genggong semuanya bersumber dari Pak Ipul.


Mendengar perjalanan liputan saat Muktamar di Lampung bersama Pak Ipul, semua Pak Taufik ceritakan saat ngobrol di forum. Sosok yang sangat dermawan, sehingga tak heran kepergian Pak Ipul menjadi luka terdalam bagi seluruh kontributor NU Online Jatim.


Apalagi tanah kelahiran beliau yang memang di Desa Sumberkedawung, Kecamatan Leces Kabupaten Probolinggo. Sangat dekat dengan rumah di Kecamatan Tegalsiwalan. Setiap bulan, beliau pasti menjenguk ibunya ke Leces. Setiap bulan pula ia selalu mengabari ketika pulang kampung.


"Haliza, saya lagi pulang kampung. Kalau tidak ada agenda, ke rumah ya," kata beliau setiap pulang kampung.


Namun, di beberapa bulan terakhir ini memang tidak pernah menerima chat WhatsApp dari beliau yang seperti itu. Karena saya paham dari grup, beliau masih kerap kali bolak-balik dirawat di rumah dakit.


Ingat betul setiap kali berjumpa dengan Pak Ipul, tidak pernah menanyakan progres tulisan atau liputan sudah sampai mana. Yang menjadi pertanyaan utama adalah kabar diri dan keluarga, mau lanjut pendidikan S2 atau tidak, bahkan sering kali membekali dan menasehati perihal manajemen keuangan dalam rumah tangga.


Di akhir perbincangan, beliau pasti berpesan. Teruslah berkhidmat di media NU, karena pasti kekuatan tulisan itu pasti ada. Dan ketika kita menulis atau menciptakan karya, jelas itu juga akan menjadi amal jariyah.


"Kalau gajah mati meninggalkan gading, kalau manusia mati meninggalkan karya," jelas Pak Ipul yang saat itu bertemu dikediamannya di Leces Probolinggo.