• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Tokoh

KH Sholeh Qosim, Pejuang Laskar Sabilillah dari Pasuruan

KH Sholeh Qosim, Pejuang Laskar Sabilillah dari Pasuruan
KH Sholeh Qosim, pejuang laskar Sabilillah. (Foto: Surya)
KH Sholeh Qosim, pejuang laskar Sabilillah. (Foto: Surya)

Oleh: Mochammad Arizamroni
 

Kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia saat ini merupakan hal yang sangat sulit untuk diperoleh. Banyak pengorbanan yang telah diberikan oleh seluruh penduduk Indonesia, baik pengorbanan materi maupun non materi. Semua unsur masyarakat ikut andil untuk memperjuangkan kemerdekaan, termasuk pula kalangan kiai dan santri.

 

Santri memiliki andil yang besar pada saat itu, lewat resolusi jihad yang dicetuskan oleh Hadrarussyeikh KH M Hasyim Asy’ari. Resolusi ini berisi tentang seruan mempertahankan kemerdekaan hukumnya fardhu ain bagi seluruh umat muslim. Banyak Nahdliyin yang ikut berjuang mengangkat senjata melawan penjajah.

 

Salah satu santri yang ikut berjuang pada saat itu adalah KH Sholeh Qosim. Ia adalah mantan pejuang laskar Sabilillah kelahiran Desa Kalikunting, Bangil, Pasuruan. Ia lahir pada 1 Januari 1930, dari pasangan Kiai Qosim dan Nyai Fatihah yang merupakan tokoh agama di wilayah tersebut.

 

Masa kecilnya banyak dihabiskan dengan kegiatan belajar dan mengaji melalui bimbingan ayah dan juga sejumlah pamannya. Hingga pada saat menginjak masa remaja, Kiai Sholeh aktif dalam perjuangan kemerdekaan bersama laskar Sabilillah. Pada saat itu usianya masih sekitar 13-15 tahun dan tergolong masih sangat remaja kala itu, tetapi keberanian yang dimiliki mengantarkannya menjadi bagian pejuang laskar Sabilillah.

 

Keberadaan laskar Sabilillah sendiri secara struktural bernaung di bawah partai Masyumi. Partai Masyumi yang pada saat itu adalah satu-satunya partai politik umat Islam, turut menampung aspirasi Nahdlatul Ulama melalui resolusi jihad. Kemudian melalui Muktamar Islam Indonesia di Yogyakarta pada tanggal 7-8 November 1945, maka dibentuklah laskar Sabilillah.

 

Awal mula keterlibatan Kiai Sholeh di laskar Sabilillah dikarenakan sebelumnya ayahnya telah terlebih dahulu aktif di laskar Sabilillah. Dari situlah kemudian Kiai Sholeh sering mengikuti kegiatan ayahnya bersama pejuang laskar Hizbullah. Berbeda dengan laskar Hizbullah ataupun organisasi perjuangan kemerdekaan yang lain, laskar Sabilillah banyak diisi oleh kalangan kiai ataupun ulama yang kebanyakan tidak terlibat secara langsung di peperangan. Tidak seperti laskar Hizbullah yang kebanyakan dari kalangan muda dan secara langsung mengangkat senjata menghadapi penjajah.

 

Meski tidak semua laskar Sabilillah terjun ke medan tempur, tetapi mereka selalu di belakang laskar Hizbullah. Kiai Qosim sendiri berada di tengah-tengah antara keduanya. Namun sebagai santri yang dekat dengan ulama, saat itu ia lebih banyak membantu perjuangan laskar Sabilillah. Praktis pada saat itu bisa dikatakan Kiai Sholeh merupakan anggota laskar Sabilillah yang paling muda, dikarenakan anggota yang lain banyak diisi oleh kalangan kiai dan ulama.

 

Di laskar Sabilillah, diceritakan bahwa Kiai Sholeh pada saat itu bertugas sebagai pengantar makanan bagi anggota laskar yang sedang melakukan gerilya dan bersembunyi di dalam hutan-hutan atau tempat pengungsian.

 

Selain itu Kiai Sholeh juga diberikan tugas oleh para kiai untuk masuk ke benteng pertahanan musuh dan mencuri amunisi serta senjata untuk persediaan perang bagi laskar Hizbullah. Meskipun anggota laskar Hizbullah telah dilatih secara militer, tetapi mereka tidak punya senjata dan amunisi yang cukup untuk menghadapi penjajah. Maka di sinilah peran Kiai Sholeh bersama teman-temannya kala itu untuk mencuri senjata di dalam benteng musuh.

 

Sebelum pergi mencuri senjata, ia dan teman-temannya diberi doa-doa khusus serta diberi sekantong pasir untuk selanjutnya pasir tersebut ditaburkan ke dalam benteng yang akan dimasuki. Melalui doa itulah, ia dan teman-temannya dapat berhasil serta selamat dalam menjalankan misi.

 

Bisa dikatakan bahwa pada saat itu laskar Hizbullah dan Sabilillah adalah barisan pejuang kemerdekaan non-formal yang sangat kuat. Tidak banyak anggota mereka yang memiliki pengetahuan soal perang, mereka hanya bermodalkan keyakinan dan semangat tinggi untuk mempertahankan kemerdekaan RI.

 

Atas jasa dan perjuangan Kiai Sholeh Qosim terhadap bangsa dan Negara, Pada tanggal 5 Oktober 2017 tepatnya pada saat peringatan HUT ke-72 TNI yang berlokasi di Dermaga Indah Kiat Merak, Cilegon, Banten, Kiai Sholeh diundang sebagai salah satu tamu kehormatan sebagai mantan veteran perang perjuangan kemerdekaan.

 

Setelah masa peperangan mempertahankan kemerdekaan telah berakhir, Kiai Sholeh kemudian banyak aktif dalam kegiatan keorganisasian khususnya di Nahdlatul Ulama. Awal mula Kiai Sholeh aktif dalam kegiatan organisasi adalah saat aktif sebagai anggota sekaligus pelopor Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) di Peterongan bersama dengan Kiai Tolchah Mansyur yang merupakan pendiri IPNU.

 

Hingga kemudian setelah lama nyantri di Pesantren Darul Ulum, KH Sholeh Qosim kemudian bertempat tinggal di Ngelom, Sepanjang, Sidoarjo. Hingga akhir hayatnya ia menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Bahauddin al-Ismailiyah dan aktif mengemban beberapa jabatan formal. Ia berpulang ke rahmatullah di usia 88 tahun, tepatnya pada Jumat 10 Mei 2018.

 

*) Mochammad Arizamroni, asal Desa Wage, Kecamatan Taman, Sidoarjo.


Tokoh Terbaru