• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 3 Mei 2024

Keislaman

Berikut 8 Adab I’tikaf yang Penting untuk Diketahui

Berikut 8 Adab I’tikaf yang Penting untuk Diketahui
Perbanyak ibadh i'tikaf di penghujung Ramadhan. (Foto: NOJ)
Perbanyak ibadh i'tikaf di penghujung Ramadhan. (Foto: NOJ)

Tidak terasa sudah mendekati pengujung Ramadhan, umat Islam dianjurkan untuk berlomba-lomba mencari ladang kebaikan Termasuk Rasulullah SAW sangat menganjurkan umatnya agar senantiasa memperbanyak I’tikaf di malam hari.


Untuk beri’tikaf dengan baik, Imam al-Ghazali dalam risalahnya berjudul Al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al-Ghazali (Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah) hal. 435, menyebutkan delapan adab i’tikaf sebagai berikut: 


 آداب الاعتكاف: دوام الذكر، وجمع الهم، وترك الحديث، ولزوم الموضع، وترك التنقلات، وحبس النفس عن مرادها، ومنعها في محابها، وجبرها على طاعة الله عز وج


Artinya: Adab i’tikaf, yakni: terus menerus berdzikir, penuh konsentrasi, tidak bercakap-cakap, selalu berada di tempat, tidak berpindah-pindah tempat, menahan keinginan nafsu, menahan diri dari kecenderungan menuruti nafsu dan menaati Allah azza wa jalla. 


Dari kutipan tersebut dapat diuraikan kedelapan adab i’tikaf sebagai berikut:


Pertama, terus-menerus berdzikir. Berdzikir kapada Allah bisa dengan banyak membaca kalimat thayyibah ((لا اله الا الله, tasbih (سبحان الله), istighfar (استغفر الله العظيم), syukur (الحمد لله), dan sebagainya. Hal terpenting dalam berdzikir ini adalah melakukannya secara terus-menerus dengan tujuan mengingat Allah dan mendekat pada-Nya.


Kedua, penuh konsentrasi. Dalam berdzikir kepada Allah hendaknya kita bisa memusatkan pikiran secara penuh atau yang lebih dikenal dengan konsentrasi. Hal ini bisa dicapai apabila dalam berdzikir kita bisa sekaligus menghayati makna setiap kata yang kita ucapkan. 


Ketiga, tidak bercakap-cakap. Dalam berdzikir kita berupaya mendekat kepada Allah SWT. Kedakatan itu akan terjalin kalau kita sepenuhnya memusatkan kesadaran kita hanya kepada Allah sehingga komunikasi dengan sesama manusia sebaiknya dihindari kecuali ada keperluan mendesak.  


Keempat, selalu berada di tempat. Tempat i’tikaf adalah masjid. Masjid itu sendiri terdiri dari ruang-ruang tertentu seperti ruang dalam dan serambi. Tempat untuk beri’tikaf adalah ruang dalam tersebut yang biasanya terdapat tulisan di dinding yang berbunyi “Nawaitu al-’tikafa lillahi ta’ala”. Di ruang dalam inilah kita berada selama beri’tikaf. Jika ada keperluan untuk buang hajat, misalnya, kita boleh meninggalkannya untuk kemudian kembali ke tempat semula.


Kelima, tidak berpindah-pindah tempat. Di dalam masjid kita sebaiknya tidak berpindah-pindah tempat. Kita bisa mendirikan shalat, berdzikir, membaca Al-Qur'an, bertafakur dan sebagainya di tempat yang sama. Hal ini tentu saja agar i’tikaf bisa terlaksana secara efektif karena tidak membuang-buang waktu dan tenaga hanya untuk berpindah-pindah.


Keenam, menahan keinginan nafsu. Di dalam masjid sewaktu beri’tikaf kita sebaiknya fokus pada ibadah yang sedang kita lakukan dan tidak membiarkan pikiran kemana-mana. Godaan untuk segera mengakhiri i’tikaf sering kali berawal dari membiarkan pikiran ke hal-hal yang di luar masjid seperti warung makan, dan sebagainya. Hal ini bisa mengurangi kualitas i’tikaf karena kemudian kita tiba-tiba merasa lapar dan ingin segera ke tempat tersebut. 


Ketujuh, menahan diri dari kecenderungan menuruti nafsu. Di dalam masjid mungkin setan menggoda agar kita segera mengakhiri i’tikaf dengan alasan yang macam-macam seperti ingin segera istrirahat. Hal ini sebenarnya merupakan cara setan untuk membuat kita tiba-tiba merasa ingin istirahat sehingga bisa bebas.


Kedelapan, menaati Allah azza wa jalla. Dalam beri’tikaf kita tetap harus taat kepada Allah dengan tidak melakukan hal-hal yang dilarang seperti lebih memilih i’tikaf dari pada melakukan shalat fardhu.


Hukum i’tikaf adalah sunnah, sedang shalat fardhu hukumnya wajib. Maka ketika saat shalat Subuh tiba, kewajiban shalat ini harus dilaksanakan dengan menghentikan i’tikaf. Usai shalat Subuh tentu saja i’tikaf bisa dilanjutkan. 
 


Itulah kedelapan adab beri’tikaf sebagaimana disampaikan oleh Imam al-Ghazali. Poin yang terpenting adalah ketika kita sudah berniat melaksanakan i’tikaf di dalam masjid, maka kita benar-benar harus dapat sepenuhnya mencurahkan diri sehingga terhindari dari hal-hal yang tidak sejalan dengan adab-adab i’tikaf. 


Keislaman Terbaru