• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Keislaman

Hukum Ziarah Kubur bagi Perempuan

Hukum Ziarah Kubur bagi Perempuan
Perempuan juga disarankan melakukan ziarah kubur. (Foto: NOJ/liputan6.com)
Perempuan juga disarankan melakukan ziarah kubur. (Foto: NOJ/liputan6.com)

Saat Kamis petang maupun hari Jumat, umat Islam memiliki tradisi untuk melakukan ziarah kubur. Hal tersebut dilakukan untuk mengenang sekaligus berkirim doa kebaikan kepada almarhum maupun almarhumah. Apalagi melakukan ziarah kubur adalah di antara yang diperintahkan agar manusia ingat akan akhir perjalanan yakni mati.


Tapi  bagaimana dengan ziarah kubur yang dilakukan perempuan? Di antara ulama yang mengatakan bahwa ziarah kubur bagi perempuan dilarang adalah Al-Imam Muhammad bin Muhammad al-Abdary al-Maliki, terkenal dengan sebutan  Ibnu al-Hajj. Ia berpendapat sebagai berikut: Dan selayaknya baginya (laki-laki) untuk melarang wanita-wanita untuk keluar ziarah kubur meskipun wanita-wanita tersebut memiliki makam (karena si mayat adalah keluarga atau kerabatnya) sebab as-sunah telah menghukumi/menetapkan bahwa mereka (para wanita) tidak diperkenankan untuk keluar rumah untuk ziarah kubur. (Lihat: Madkhal As-Syar‘i asy-Syarif 1/250).


Sementara ulama yang menyatakan ziarah kubur bagi wanita boleh antara lain berpedoman pada hadits riwayat Imam al-Bukhari meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik RA bahwa: Rasulullah SAW melewati seorang wanita yang sedang berada di sebuah kuburan, sambil menangis. Maka Rasulullah SAW berkata padanya: Bertakwalah engkau kepada Allah SWT dan bersabarlah. Maka wanita itu berkata: Menjauhlah dariku, engkau belum pernah tertimpa musibah seperti yang menimpaku.


Dan wanita itu belum mengenal Nabi SAW, lalu disampaikan padanya bahwa dia itu adalah Rasulullah SAW, ketika itu, ia bagai ditimpa perasaan seperti akan mati (karena merasa takut dan bersalah). Kemudian wanita itu mendatangi pintu (rumah) Rasulullah SAW dan dia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku (pada waktu itu) belum mengenalmu. Maka Nabi SAW berkata: Sesungguhnya yang dinamakan sabar itu adalah ketika (bersabar) pada pukulan (cobaan) pertama.


Al-Bukhari memberi terjemah (judul bab) untuk hadits ini dengan judul “Bab tentang ziarah kubur,” menunjukkan bahwa beliau tidak membedakan antara laki-laki dan wanita dalam berziarah kubur. (Lihat: Shahih al-Bukhari 3/110-116).


Al-Imam al-Qurthubi berkata: Laknat yang disebutkan di dalam hadits adalah bagi wanita-wanita yang memperbanyak ziarah karena bentuk lafazhnya menunjukkan mubalaghah (berlebih-lebihan).


Dan sebabnya mungkin karena hal itu akan membawa wanita kepada penyelewengan hak suami, berhias diri berlebihan dan akan memunculkan teriakan, erangan, raungan dan semisalnya. Jika semua hal tersebut tidak terjadi, maka tidak ada yang bisa mencegah untuk memberikan izin kepada para wanita untuk ziarah kubur, sebab mengingat mati diperlukan bagi laki-laki maupun wanita. (Lihat: Al-Jami’ li Ahkamul Qur`an).


Sebenarnya, hukum ziarah kubur bagi laki-laki dan perempuan adalah sunah. Sebab hikmah ziarah kubur adalah untuk mendapat pelajaran dan ingat akhirat serta mendoakan ahli kubur agar mendapat ampunan dari Allah SWT.

 

Artikel diambil dariZiarah Kubur bagi Wanita


Ziarah kubur yang dilarang adalah pemujaan, menyembah dan meminta-minta kepada penghuni kubur. Adapun hadits yang menyatakan larangan ziarah kubur bagi wanita itu telah dicabut dan hukum berziarah baik laki-laki maupun perempuan adalah sunah.


Dalam kitab Sunan at-Tirmidzi disebutkan: Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa hadits itu (larangan ziarah kubur bagi perempuan) diucapkan sebelum Nabi SAW membolehkan untuk melakukan ziarah kubur. Setelah Rasulullah SAW membolehkannya, laki-laki dan perempuan tercakup dalam kebolehan itu. (Sunan at-Tirmidzi: 976)

 

 وَسُئِلَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ زِيَارَةِ قُبُوْرِالأَوْلِيَآءِ فِيْ زَمَنٍ مُعَيَّنٍ مَعَ الرِّحْلَةِ إِلَيْهَا... فَأَجَابَ بِقَوْلِهِ ِزيَارَةِ قُبُوْرِالأَوْلِيَاءِ قُرْبَةٌ مُسْتَحَبَّةٌ وَكَذَا الرِّحْلَةُ إِلَيْهَا

 

Artinya: Ibnu Hajar al-Haitami pernah ditanya tentang ziarah ke makam para wali, pada waktu tertentu dengan melakukan perjalanan khusus ke makam mereka. Beliau menjawab: Berziarah ke makam para wali adalah ibadah yang disunahkan. Demikian pula dengan perjalanan ke makam mereka. (Al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyah, juz II: 24).


Editor:

Keislaman Terbaru