• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Rabu, 24 April 2024

Keislaman

Susui Anak di Hadapan Mertua Laki-laki, Bagaimana Hukumnya?

Susui Anak di Hadapan Mertua Laki-laki, Bagaimana Hukumnya?
Tampak seorang ibu yang sedang menyusui anaknya (Foto:NOJ/nuonline)
Tampak seorang ibu yang sedang menyusui anaknya (Foto:NOJ/nuonline)

Oleh: Hasanah Maula


Tidak sedikit berita kasus hubungan antara menantu dan mertua hingga melewati batas sampai menjalani hubungan yang tidak seharusnya. Salah satunya alasannya karena hubungan dekat yang terbentuk di antara mereka, dengan dalih mushaharah (ikatan kemertuaan). Semisal menampakkan daerah-daerah yang memicu syahwat sehingga melakukan hal-hal yang tidak seharusnya.


Lalu bagaimana tanggapan fiqih ketika seorang menantu menyusui anaknya di hadapan mertua laki-laki?


Pada dasarnya, ketika seorang laki-laki menikahi perempuan, maka otomatis akan timbul hubungan mushaharah, di mana istri akan memiliki nasab kepada orang tua suami, begitu pun sebaliknya. Dengan adanya hubungan ini, maka aurat perempuan yang awalnya seluruh tubuh ketika berada di hadapan laki-laki (mertua) berubah menjadi selain di antara pusar dan lutut (sebagaimana aurat mahram jalur nasab), sebagaimana dalam kitab Kifayatul Akhyar karangan Imam Taqiyyuddin Abu Bakr bin Muhammad al-Hishni: 


والثالث نظره إلى ذوات محارمه أو أمته المزوجة فيجوز أن ينظر فيما عدا ما بين السرة والركبة


Artinya: Bagian ketiga adalah melihatnya laki-laki kepada perempuan yang memiliki ikatan mahram dengannya atau budak perempuannya yang dinikahkan dengan orang lain, boleh melihat kepada sesuatu selain di antara pusar dan lutut. (Kifayatul Akhyar, halaman: 352).


Keterangan lain juga disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah:


وَالشَّافِعِيَّةُ يَرَوْنَ جَوَازَ نَظَرِ الرَّجُل إِلَى مَا عَدَّا مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ مِنْ مَحَارِمِهِ مِنَ النِّسَاءِ مِنْ نَسَبٍ أَوْ رَضَاعٍ أَوْ مُصَاهَرَةٍ صَحِيحَةٍ


Artinya: Kalangan As-Syafiiyah berpendapat bahwa laki-laki boleh melihat selain sesuatu yang berada di antara pusar dan lutut dari mahram perempuannya, baik mahram dari jalur nasab, radla’ atau mushaharah (kemertuaan). (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, juz 31, halaman: 49)


Di sisi lain, alasan kebolehan melihat selain di antara pusar dan lutut di sini karena adanya keharaman menikah di antara keduanya, sehingga keduanya dianggap dua orang laki-laki atau dua orang perempuan, sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Al-Iqna’ karangan Imam asy-Syirbini :


والضرب (الثالث نظره إلى ذوات محارمه) من نسب أو رضاع أو مصاهرة إلخ.... فيجوز بغير شهوة فيما ما بين السرة والركبة منهنّ لأن المحرمية معنى يوجب حرمة المناكحة، فكانا كالرجلين والمرأتين


Artinya: Bagian ketiga adalah melihatnya laki-laki kepada perempuan mahramnya baik dari jalur nasab, radla’ (susuan), atau mushaharah (kemertuaan)….boleh melihat pada selain sesuatu di antara pusar dan lutut mereka dengan catatan tanpa adanya syahwat, karena ikatan mahram mewajibkan kepada keharaman menikah, maka keduanya seperti halnya dua orang laki-laki dan dua orang perempuan. (Al-Iqna’ Fi Halli Alfadzi Abi Syuja’, juz 6, halaman: 213)


Tapi yang harus dipahami bersama, bahwa terkadang hukum dasar/asal yang mengatakan boleh itu bisa berubah menjadi sunah, makruh, atau bahkan haram ketika ada faktor-faktor lain (amrun kharij). Seperti halnya dalam kasus ini, mertua laki-laki yang hukum asalnya boleh melihat selain di antara pusar dan lutut menjadi haram ketika timbul syahwat. Semisal ketika mertua melihat menantunya yang menyusui anaknya bersyahwat karena melihat payudaranya terbuka, maka untuk kasus semacam ini hukumnya menjadi haram.Keterangan ini sebagaimana dalam ulasan Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam kitabnya Al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu:


ويحل للرجل بغير شهوة النظر من محرمه الأنثى من نسب أورضاع أو مصاهرة ما عدا ما بين السرة والركبة


Artinya: Bagi laki-laki halal melihat selain sesuatu di antara pusar dan lutut mahram perempuannya dari jalur nasab, radla’, atau mushaharah dengan catatan tanpa adanya syahwat. (Al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu, juz 09, halaman: 15)


Jadi bisa disimpulkan bahwa meski mertua laki-laki diperbolehkan melihat menantunya ketika menyusui, karena memang hukum asal memperbolehkannya sebab mahram dan tidak muncul syahwat. Namun menjaga diri dari tergelincirnya nafsu itu lebih utama dan sebaiknya mertua secepatnya menyingkir dan mengalihkan pandangan ketika menantu sedang menyusui. Pun demikian sang menantu bisa meminta izin ke tempat yang nyaman untuk menyusui anaknya.


Keislaman Terbaru