• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Selasa, 19 Maret 2024

Keislaman

Waktunya Istirahat Bestie, Berikut Panduan Tidur dalam Islam

Waktunya Istirahat Bestie, Berikut Panduan Tidur dalam Islam
Saat hendak tidur, ada sejumlah hal yang harusnya diperhatikan agar sesuai ketentuan agama Islam. (Foto: NOJ/NU Network)
Saat hendak tidur, ada sejumlah hal yang harusnya diperhatikan agar sesuai ketentuan agama Islam. (Foto: NOJ/NU Network)

Setelah berkegiatan seharian, tiba saatnya untuk istirahat. Dan istirahat terbaik adalah tidur. Kendati demikian, ada sejumlah hal yang hendaknya diperhatikan saat hendak tidur. Hal tersebut sebagai panduan agar tidur yang dilakukan bermakna ibadah dan memberikan  manfaat bagi tubuh.


Tidur adalah sebagian rutinitas yang dilakukan oleh manusia setiap harinya. Allah dalam Al-Qur’an berfirman: 


 وَمِنْ آيَاتِهِ مَنَامُكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَاؤُكُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآياتٍ لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ

 

Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah tidurmu di waktu malam dan siang hari serta usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan. (QS Ar Rum: 23).


Sebagai seorang muslim, tentu kita menginginkan agar segala perbuatan yang dilakukan setiap hari dapat sesuai dengan tuntunan dan anjuran syara, termasuk mengenai posisi tidur. Mengenai posisi tidur, Rasulullah memberikan penjelasan secara khusus dalam salah satu haditsnya: 


 إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَأْ وُضُوءَكَ للصَلاةِ، ثُمَّ اضْطَّجِعْ على شِقِّكَ الأَيْمَنِ

 

Artinya: Jika engkau hendak menuju tempat tidurmu (untuk tidur), maka berwudhulah seperti engkau berwudhu untuk shalat, kemudian berbaringlah di rusukmu (bagian tubuhmu) sebelah kanan. (HR Al-Bukhari dan Muslim).


Imam Nawawi dalam kitabnya Syarah Shahih Muslim menegaskan bahwa dianjurkannya tidur dengan bertumpu pada tubuh bagian kanan. Hal tersebut karena Rasulullah menyukai untuk melakukan segala hal yang baik dengan bagian kanan, seperti makan dengan tangan kanan, membasuh anggota wudhu dimulai dari bagian kanan, mengisi shaf dianjurkan untuk mendahulukan bagian kanan, dan beberapa anjuran lainnya.


Selain itu, tidur dengan bertumpu pada bagian kanan dianggap lebih cepat untuk bangun, sehingga tidak sulit tatkala hendak dibangunkan oleh orang lain. (Imam Yahya bin Syaraf an-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, juz 17, halaman: 32)


Selain bertumpu pada bagian kanan tubuh, tidur juga dianjurkan untuk menghadap kiblat, sebab cara demikian adalah tidur yang dilakukan oleh Rasulullah. Artinya, melakukannya tergolong sebagai sebuah kesunahan.


Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidah ‘Aisyah dijelaskan: 


 كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيه وسَلَّم يَأْمُرُ بِفِرَاشِهِ فَيُفْرَشُ لَهُ، فَيَسْتَقْبِلُ الْقِبْلَةَ، وَإِذَا آوَى إِلَيْهِ تَوَسَّدَ كَفَّهُ الْيُمْنَى

 

Artinya: Rasulullah memerintahkan ‘Aisyah untuk menyiapkan tempat tidurnya. Tempat tidurnya pun disiapkan, lalu Rasulullah menghadap kiblat. Dan apabila merebahkan diri di atasnya, beliau jadikan telapak tangan kanannya sebagai bantal. (HR Abu Ya’la).


Tidur dengan menghadap kiblat, seperti dalam hadits di atas dapat digambarkan dengan 2 cara. Seperti yang dijelaskan oleh Imam Nawawi Banten berikut: 


 (فإذا أردت النوم فابسط فراشك مستقبل القبلة) والاستقبال على ضربـين أحدهما استقبال المحتضر، وهو المستلقي على قفاه، فاستقباله أن يكون وجهه وأخمصاه إلى القبلة، وهذا الاستلقاء مباح للرجال، ومكروه للنساء، وثانيهما وهو سنة ما ذكره بقوله (ونم على يمينك كما يضجع الميت في لحده) ويكون وجهك مع قبالة بدنك إلى القبلة وأما النوم على الوجوه، فهو نوم الشياطين، وهو مكروه وأما النوم على اليسار، فهو مستحب عند الأطباء لأنه يسرع هضم الطعام

 

Artinya: Jika engkau akan tidur, maka gelarlah tempat tidurmu dengan menghadap kiblat. Tidur dengan menghadap kiblat ada 2 cara. Pertama, istiqbal muhtadhar yakni dengan cara terlentang atas tengkuk kepala, wajah dan kedua lekuk kaki dihadapkan pada kiblat. Cara tidur demikian mubah dilakukan bagi laki-laki, sedangkan bagi perempuan hukumnya makruh. Kedua, cara ini adalah cara tidur yang sunah untuk dilakukan, yakni tidurlah dengan bertumpu pada tubuh bagian kanan sebagaimana posisi orang yang meninggal di liang lahadnya. Tidur dengan cara ini adalah dengan menghadapkan wajah dan bagian depan tubuh pada arah kiblat. Tidur dengan bertumpu pada wajah (tengkurap) adalah cara tidurnya setan. Tidur dengan cara demikian adalah makruh hukumnya. Sedangkan tidur dengan bertumpu pada bagian kiri tubuh adalah hal yang dianjurkan oleh para dokter, sebab tidur dengan cara demikian lebih cepat dalam mencernakan makanan. (Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani, Maraqi al-’Ubudiyah, halaman: 43).


Dari dua cara tidur dengan menghadap kiblat dalam referensi di atas, tentu yang paling utama adalah cara kedua, yakni tidur dengan bertumpu pada bagian kanan dengan menghadapkan wajah dan bagian depan tubuh pada arah kiblat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa posisi yang dianjurkan oleh syara adalah tidur dengan bertumpu pada bagian kanan tubuh dengan menghadapkan wajah dan tubuh bagian depan ke arah kiblat.

  

Cara ini dirumuskan berdasarkan dengan mengombinasikan (jam’u) dua hadits di atas, sehingga dengan mengamalkan cara ini berarti kita turut ikut mengamalkan dua hadits yang semuanya bersumber dari Rasulullah SAW. Wallahu a’lam.  

 

Ustadz M Ali Zainal Abidin, Anggota Komisi Fatwa MUI Jawa Timur dan Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember​​​


Editor:

Keislaman Terbaru