Sumenep, NU Online Jatim
Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hingga menyebabkan korban meninggal dunia di Kabupaten Sumenep mendapat atensi sejumlah pihak. Salah satunya dari Pimpinan Cabang (PC) Fatayat NU Sumenep yang sejak awal getol menyuarakan keadilan untuk korban.
Diketahui, kasus KDRT hingga berujung kematian menimpa seorang kader aktif Fatayat NU di Sumenep, yaitu NS. Ia menjadi korban KDRT oleh suaminya AR. Hal tersebut berdasarkan hasil autopsi yang dikeluarkan pihak RSUD Sumenep bahwa almarhumah meninggal karena penganiayaan dan terduga pelaku mengakui perbuatannya.
Atas peristiwa itu, Ketua PC Fatayat NU Sumenep Nyai Hj Dina Kamilia Muafi, menegaskan bahwa tindak kejahatan itu harus disikapi dengan serius. Menurutnya, pelaku KDRT harus dihukum seberat-beratnya.
“Selain menghukum pelaku seberat-beratnya, harus ada upaya dari semua elemen masyarakat agar kasus ini tidak terus berulang,” ujarnya dalam keterangan diterima NU Online Jatim, Jumat (11/10/2024).
Pihaknya menuntut pihak berwenang untuk menginvestigasi kasus ini secara berkeadilan. Selain keterangan dari pihak kepolisian yang bersumber dari pengakuan terduga pelaku bahwa korban dianiaya karena sering menolak ajakan suami berhubungan badan, sebaiknya juga menelusuri lebih lanjut dan mendalam fakta-fakta yang lebih akurat, terutama yang bersumber dari pihak korban.
“Dengan menginvestigasi keluarga dekat korban, sahabat dekat korban, tetangga dekat korban atau bahkan memeriksa hp android korban, bisa jadi akan ditemukan fakta-fakta yang lebih urgen dari alibi yang sudah disampaikan pelaku pada pihak kepolisian dan dijadikan dasar berita di media massa,” tegasnya.
“Ke depan, jangan sampai ada lagi yang menjadi korban KDRT dengan alasan apapun. Ada mulut yang dapat dipakai untuk mengatakan apapun sehingga tak perlu memakai tangan dan kaki main dengan memukul dan menganiaya istri yang seharusnya dilindungi dengan penuh kasih sayang oleh seorang suami,” imbuh Nyai Dina, sapaan akrabnya.
Dirinya pun menegaskan bahwa kasus KDRT yang menyebabkan korban jiwa ini tidak bisa diabaikan. Ironisnya, perempuan selalu menjadi pihak yang dipersalahkan dan dilemahkan dalam beberapa kasus KDRT maupun kasus kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi. Masyarakat harus memiliki kesadaran dan melakukan penyadaran bersama-sama untuk menegakkan keadilan.
“Speak up atau bercerita pada orang yang tepat saat mengalami KDRT bukanlah mengumbar aib rumah tangga. Karena upaya perlindungan terkadang bisa didapatkan melalui jalan bercerita pada orang yang tepat,” kata perempuan kelahiran Sampang ini.
Melaui LKP3A sebagai lembaga di bawah koordinasi PC Fatayat NU Sumenep ini, Nyai Dina mendorong agar semua LKP3A di semua tingkatan kecamatan atau PAC Fatayat NU se Sumenep turut menyuarakan keadilan atas kasus KDRT yang menimpa korban.
“Apapun alasannya, KDRT adalah sebuah kejahatan. Tidak bisa dibiarkan. Tidak boleh terus diulang dengan pelaku dan korban lain,” ungkapnya.
Untuk itu, ia meminta agar ketegasan hukum dan upaya perlindungan oleh masyarakat sangat perlu ditunjukkan dengan memahami bahwa kasus kekerasan adalah semata kekerasan, bukan hal lainnya. Tidak boleh sampai ada permakluman dengan alasan apapun terhadap terduga pelaku. Sebab, alasan hanyalah alasan, bisa dicari dan dibentuk untuk meringankan pelaku.
“Sedangkan KDRT tetap harus kita pahami sebagai sebuah tindak kejahatan yang harus diganjar sesuai hukum yang berlaku,” pungkasnya.
Penulis: Juwairiyah Mawardi