• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Pendidikan

Jalan Berliku Guru Besar UIN Malang Rangkul Kalangan Lintas Agama

Jalan Berliku Guru Besar UIN Malang Rangkul Kalangan Lintas Agama
Prof Dr Hj Mufidah Cholil di hadapan insan media. (Foto: NOJ/ISt)
Prof Dr Hj Mufidah Cholil di hadapan insan media. (Foto: NOJ/ISt)

Malang, NU Online Jatim
Tidak banyak kalangan yang berkenan untuk melakukan komunikasi, memiliki kedekatan, apalagi berinteraksi secara nyaman dengan mereka yang berbeda keyakinan. Yang lebih banyak tentu saja ‘main aman’ atau meminjam istilah al-khuruju minal khilaf yakni menghindari masalah dengan membatasi pertemanan yang seagama saja. 

 

Akan tetapi jalan berbeda dipilih Mufidah. Betapa tidak? Sejak tahun 1997 sudah mulai melakukan silaturahim dan berbagi sudut pandang dengan kalangan non-muslim. 

 

“Saya mulai kerap diundang seminar di kalangan non-muslim sejak tahun 1997,” kata kepada NU Online Jatim, Sabtu (23/12/2023).

 

Yang dilakukan adalah lewat menghadiri diskusi, termasuk memberikan ceramah kepada para pemuka agama di luar Islam. Dengan demikian, dirinya memiliki kedekatan dengan beberapa tokoh agama seperti dari kalangan Kristen, Hindu dan Budha yang tentu saja memperkaya sudut pandangnya. 

 

Namun demikian, apa yang telah diraih hari ini ternyata tidak semudah membalik telapak tangan. Dirinya harus melewati jalan berliku dan demikian terjal. Berbagai pihak, termasuk kalangan pemuka agama tidak sedikit yang mencemooh ikhtiar yang dilakukan. 

 

Bagi mereka, apa yang dilakukan Mufidah tidak ubahnya mengubur diri sendiri lantaran bergaul dengan komunitas beda agama yang bisa saja akan mendangkalkan atau bahkan mengubah keyakinan. Dirinya juga dianggap sebagai pihak yang ‘berbahaya’ karena dikhawatirkan dapat mengubah keyakinan seseorang. 

 

Melakukan Banyak Pendekatan
Mufidah memang terlahir sebagai aktivis tulen, sehingga tidak hanya bangga dengan komunitas utamanya. Sebagai perempuan yang dibesarkan di kalangan Nahdlatul Ulama atau Nahdliyin, maka sejak remaja sudah aktif di Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU), demikian juga berlanjut saat kuliah di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), termasuk didaulat sebagai Ketua Pengurus Cabang (PC) Korp PMII Putri atau Kopri Malang. Demikian juga berikutnya berkiprah di Fatayat NU, Muslimat NU, hingga Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama atau ISNU.

 

Yang juga dilakukan Mufidah adalah dengan membuka komunikasi dan diskusi dengan kalangan non-muslim. Acaranya juga tidak melulu serius, malah terkesan santai dengan diselingi makan rujak atau rujakan. 

 

“Buah dari kedekatan tersebut, kami memiliki komunikasi lintas iman yang selalu berkumpul sebulan sekali,” kata dosen di Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang ini.

 

Karena sudah memiliki kedekatan dan memang komunikasi dan kebersamaan terus dijaga, maka didirikanlah Perempuan Antar Umat Beragama (PAUB) yang diluncurkan tahun 2002. 

 

“Sedangkan resmi didaftarkan menggunakan akte notaris pada tahun 2004 hingga sekarang,” ungkap perempuan kelahiran Bojonegoro ini. 

 

Komunitas tersebut memiliki agenda rutin untuk bertemu yang lokasinya dapat berpindah. Peserta pertemuan juga dari berbagai profesi seperti organisasi perempuan, dosen, mahasiswa, pemerhati, dan lainnya. Baginya, perkumpulan ini lebih dapat dibanggakan karena lebih langgeng. Berbeda dengan perkumpulan perempuan yang dibuat karena adalah masalah seperti saat terjadi konflik, sehingga rentan bubar.

 

Karena peserta perkumpulan adalah kalangan akademisi dan pemerhati, termasuk mereka yang berkutat dengan realita, maka diskusi yang dilakukan lebih mengakar sekaligus melibatkan banyak kalangan. Pembicaraan juga lebih tuntas karena dicoba dicarikan akar masalah dan solusi terbaiknya. 

 

“Dengan demikian, keberadaan komunitas ini lebih langgeng, bukan didirikan lantaran ada momentum atau kejadian tertentu,” jelas dia.

 

Seperti disampaikan di awal, bahwa tidak banyak yang berkenan mengambil risiko bergaul dengan kalangan lintas iman. Bahkan di internal umat Islam sendiri tidak jarang yang mengatakan bahwa memiliki kedekatan dengan agama lain apalagi melakukan pertemuan secara rutin, tentu berbahaya. Akan tetapi dirinya sangat bersyukur lantaran memiliki banyak sudut pandang karena bergaul dengan berbagai kalangan tersebut. 

 

Berkali-kali Mufidah berdiskusi dengan sejumlah kalangan yang memang memiliki pandangan luas. Dari mulai KH Abdurrahman Wahid, Ny Hj Sinta Nuriyah, KH A Hasyim Muzadi, KH Tolhah Hasan, KH Said Aqil Siroj, dan tokoh lainnya. Apalagi nama terakhir menjadi teman diskusi yang ujungnya memperkaya sudut pandang terkait dialog lintas iman lantaran pernah menjabat Direktur Pascasarjana Universitas Islam Malang (Unisma) yang dirinya juga melanjutkan studi S2 di kampus tersebut.

 

“Bahkan tidak sengaja, saya bertemu dan satu forum dengan Kiai Said Aqil di Gereja Ketedral Surabaya,” kenangnya.

 

Luasnya kolega dan komunitas yang digeluti mengantarkannya memiliki banyak pengalaman. Termasuk bertemu dengan kalangan serupa dari luar negeri, dengan demikian pilihannya untuk berkiprah di sektor ini semakin mantap. Forum diskusi lintas iman di dalam dan luar negeri juga akhirnya dapat diikuti baik sebagai peserta maupun narasumber. Oleh sebab itu, dirinya semakin yakin dengan pilihan yang telah digeluti selama ini.

 

Berbagi Pengalaman kepada Kalangan Muda
Dirinya tidak menampik masih banyak pihak yang memiliki sudut pandang sempit terkait berhubungan dengan kalangan non-muslim. Banyak hal yang membuat mereka takut dan akhirnya lebih memilih untuk menghindar dengan siapa saja yang agamanya berbeda. Dirinya juga pada periode awal mengalami hal yang sama.

 

“Saya kerap dikritik oleh tokoh agama, termasuk tentu saja dari kalangan Islam,” keluh guru besar perempuan pertama di Fakultas Syariah UIN Malang tersebut.  

 

Tidak semata ungkapan dari mulut ke mulut, ada juga yang dengan sangat terbuka menyampaikan kepada salah satu media bahwa apa yang selama ini diperjuangkan Mufida adalah termasuk hal yang ‘berbahaya’. Menghadapi sejumlah ‘teror’ tersebut, yang dilakukan adalah dengan menemui berbagai kalangan untuk berdiskusi. Dan saat dirinya memperoleh pencerahan, maka semakin yakinlah dia dengan apa yang telah diperjuangkan.

 

Oleh sebab itu, yang dilakukan saat ini adalah dengan memberikan sudut pandang tersebut kepada mahasiswa. Utamanya mereka yang akan melaksanakan Kuliah Kerja Mahasiswa atau KKM yang tentu saja masyarakatnya heterogen. Karena di antara pertimbangan pihak kampus memilih lokasi KKM adalah realitas tantangan yang dihadapi. Dengan latar belakang warga yang beragam, maka mahasiswa akan memperoleh pengalaman yang lebih. 

 

“Karena itu saya mengenalkan juga analisa sosial kepada mahasiswa yang akan melaksanakan KKM agar mereka semakin siap dengan perbedaan yang ada di masyarakat,” aku perempuan yang sedang fokus dengan family corner berbasis masjid tersebut.

 

Baginya, memiliki pandangan yang terbuka akan realitas sosial tentu saja memiliki nilai lebih. Dengan demikian, tidak ada keinginan untuk memaksakan kehendak, apalagi mengatakan bahwa hanya dirinya yang paling benar, termasuk dalam menentukan keyakinan.

 

Oleh sebab itu, dirinya sangat mengapresiasi ikhtiar yang dilakukan Kementerian Agama RI yang terus membumikan moderasi beragama. Karena kegiatan dilakukan demikian masif dan melibatkan berbagai kalangan, dirinya yakin akan semakin banyak anak bangsa yang kian melek dengan perbedaan dan berkenan menjaga harmoni.

 

“Istilah sekarang adalah moderasi beragama, dan hal tersebut adalah sangat penting bagi anak muda untuk memahami sekaligus mempraktikkannya dalam kehidupan nyata,” ungkapnya.

 

Di ujung pembicaraan, dirinya mengajak semua kalangan untuk lebih terbuka. Bahwa ada nilai yang harus lebih dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat dan itu juga akan mempertaruhkan seberapa dalam penghayatan  terhadap ajaran agama seseorang. Apalagi dalam kenyataannya, khususnya terkait masalah muamalah adalah hal yang tidak dapat dihindari berinteraksi dengan berbagai kalangan, termasuk mereka yang berbeda agama. 

 

“Justru di sinilah pengetahuan dan pemahaman agama kita dipertaruhkan,” pungkas dia.


Pendidikan Terbaru