• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Rehat

Begini Cara Rasulullah Meminta Maaf Jelang Wafat

Begini Cara Rasulullah Meminta Maaf Jelang Wafat
Rasulullah memberikan contoh agar umat Islam meminta maaf atas segala kesalahan yang dilakukan. (Foto: NOJ/Syaifullah)
Rasulullah memberikan contoh agar umat Islam meminta maaf atas segala kesalahan yang dilakukan. (Foto: NOJ/Syaifullah)

Setiap orang pasti memiliki salah dan dosa. Baik itu disengaja, maupun sebenarnya tidak disadari. Dan pada momentum lebaran, seluruh kesalahan tersebut sudah seharusnya dimintakan maaf. Dengan demikian, diharapkan saat bulan Syawal seperti saat ini seluruh kesalahan dapat lebur, lahir dan batin. Hal tersebut sebagaimana juga dilakukan Rasulullah menjelang wafat.


Bahwa suatu ketika, menjelang ajal tiba Nabi Muhammad mengumpulkan sejumlah sahabat. Pada kesempatan tersebut, Nabi menanyakan kepada para sahabat adakah memiliki utang yang belum dibayar? Pertanyaan ini diajukan kepada para sahabat karena Nabi tidak mau jika bertemu dengan Allah SWT dalam keadaan berutang dengan manusia.


Mendengar pertanyaan itu para sahabat pada awalnya diam semuanya karena berpikir mana ada Rasullullah SAW berutang kepada mereka. Namun kemudian salah seorang dari mereka bernama Akasyah berkata: "Ya Rasulullah! Aku ingin sampaikan masalah ini. Seandainya ini dianggap utang, maka aku minta kau selesaikan. Seandainya bukan utang, maka tidak perlulah engkau berbuat apa-apa."

 

Akasyah kemudian mulai bercerita: “Aku masih ingat ketika perang Uhud dulu, satu ketika engkau menunggang kuda, lalu engkau pukulkan cemeti ke belakang kuda. Tetapi, cemeti tersebut tidak kena pada belakang kuda, sebenarnya cemeti itu terkena pada dadaku karena ketika itu aku berdiri di sebelah belakang kuda yang engkau tunggangi wahai Rasulullah.”


Mendengar hal itu, Rasulullah SAW berkata: “Sesungguhnya itu adalah utang wahai Akasyah. Kalau dulu aku pukul engkau, maka hari ini aku akan terima hal yang sama.”

 

Dengan suara yang agak tinggi, Akasyah berkata: “Kalau begitu aku ingin segera melakukannya wahai Rasulullah."

 

Mendengar suaranya yang lantang, Rasulullah segera membuka bajunya untuk memberi kesempatan kepada Akasyah mengambil haknya memukul tubuh Rasulullah SAW untuk menyelesaikan masalah hukum dengan sesama manusia. 

 

Meski Akasyah pada akhirnya tidak jadi memukul tubuh Rasulullah SAW dengan membuang cemeti yang sudah ada di tangannya, dan bahkan meminta maaf dan menangis karena Nabi Muhammad sebetulnya sedang sakit, tetapi cara bagaimana Nabi menyelesaikan masalahnya dengan Akasyah haruslah menjadi catatan penting bagi umatnya. 

 

Catatan penting itu adalah tidak sebaiknya dalam menyelesaikan masalah dengan orang lain tidak mencukupkan diri dengan hanya meminta maaf dan kemudian minta dihalalkan atau diikhlaskan begitu saja, sementara kita masih mampu menyelesaikannya secara hukum sebagaimana sebuah utang harus dibayar atau diganti secara sepadan.

  

Prinsip ini agar tidak merugikan pihak lain. Oleh karena itu dalam berhalal bi halal haruslah selalu diingat bahwa telah meminta maaf tidak berarti telah menyelesaikannya secara hukum. Jika kita memiliki kesanggupan tertentu kepada orang lain, kesanggupan itu harus dilaksanakan sebagaimana telah disepakati. Jika kita telah menghilangkan atau membuat rusak barang milik orang lain, maka barang itu harus diganti yang sepadan. Kesadaran ini penting agar halal bi halal bukan sekadar ritual belaka tanpa mengamalkan maknanya yang hakiki. ​​​​


Rehat Terbaru