• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Rehat

Nasihat Mbah Hamid Pasuruan bagi Kaderisasi Ansor

Nasihat Mbah Hamid Pasuruan bagi Kaderisasi Ansor
H Yaqut Cholil Qoumas, Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor. (Foto: NOJ/MId)
H Yaqut Cholil Qoumas, Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor. (Foto: NOJ/MId)

Hari ini, Ahad (24/04/2022) hampir seluruh pegiat Ansor di Tanah Air menyiapkan sejumlah kegiatan. Hal tersebut dilakukan karena berbarengan dengan hari lahir salah satu badan otonom Nahdlatul Ulama tersebut. Ya, tepat hari ini usia Gerakan Pemuda (GP) Ansor mencapai 88 tahun.


Sebagai refleksi, bahwa memiliki kader dengan loyalitas tinggi dan tersebar hingga pelosok negeri adalah kurnia yang layak disyukuri. Bahkan sejumlah tokoh berebut antri untuk diakui sebagai kader Ansor dan rela mengikuti prosedur, termasuk latihan fisik dalam waktu tertentu.

 

Padahal pada periode awal, kaderisasi di Ansor cukup memprihatinkan. Meski telah digelar pendaftaran dan rekrutmen yang dilanjut dengan pelatihan, hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Bahkan pengurus di salah satu kawasan, tepatnya Pasuruan merasa bahwa kaderisasi telah gagal.

 

Berangkat dari buku ‘Percik-percik Keteladanan Kiai Hamid’ yang ditulis Ustadz Hamid Ahmad, maka akan diketahui bahwa perasaan putus asa pernah menghantui pimpinan Ansor kala itu. Untungnya, yang bersangkutan berkonsultasi kepada Mbah Hamid Pasuruan, sehingga akhirnya tercerahkan. Berikut kisahnya.


Suatu hari di sekitar tahun 60-an, salah seorang santri Mbah Hamid yang menjadi pengurus di tingkat Pimpinan Cabang (PC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Pasuruan nyaris putus asa dalam hal kaderisasi di tingkat kepengurusan ranting atau desa.


Pasalnya, dari sekitar seratus lulusan pelatihan, paling hanya ada tiga hingga lima kader saja yang betul-betul bisa diandalkan. Dan dalam kegalauan ini, si santri memutuskan sowan pada Mbah Hamid untuk konsultasi.


Saat itulah, Mbah Hamid menunjuk kepadanya jajaran pohon kelapa yang berbanjar di pekarangan rumah. Dan kepada sang murid, kemudian dijelaskan makna pohon kelapa tersebut.


"Aku menanam pohon ini, yang aku butuhkan itu buah kelapanya. Ternyata yang keluar pertama kali malah blarak, bukan kelapa. Setelah itu glugu, baru setelah beberapa waktu keluar mancung. Mancung pecah, nongol manggar, yang (sebagian rontok lalu sisanya) kemudian jadi bluluk, terus (banyak yang rontok juga dan sisanya) jadi cengkir, terus (sebagian lagi) jadi degan, baru kemudian jadi kelapa,” katanya kepada sang santri.


Dengan penuh seksama, paparan tersebut disimak sang santri Ansor. Tidak ada kata penyela, dirinya fokus mendengarkan waliyullah ini memberikan penjelasan hingga tuntas.


“Lho, setelah jadi kelapa pun masih ada saput, batok, kulit tipis (yang semua itu bukan yang saya butuhkan tadi). Lantas, ketika mau diambil santannya, masih harus diparut kemudian diperas. Yang jadi santan tinggal sedikit,” jelas Mbah Hamid.


Usai memberikan penjelasan ini, Mbah Hamid masih belum selesai. Rangkaian kalimat penuh hikmah keluar dari sosoknya yang memang menjadi insan terpilih.


“Itu sunnatullah. Lah yang 95 orang kader itu, carilah, jadi apa dia. Glugu bisa dipakai untuk perkakas rumah, blarak untuk ketupat,” tegas Mbah Hamid.

 

Sebagai perbandingan, Mbah Hamid mengemukakan bahwa kalau inginnya mencetak orang alim, tidak bisa diharapkan bahwa murid di kelas bakal mumpuni semua. Pasti ada seleksi alam, akan ada proses pengerucutan.


“Meski begitu, bukan berarti pendidikan itu gagal. Katakanlah yang jadi hanya 5 persen, tapi yang lain bukan lantas terbuang percuma. Yang lain tetap berguna, tapi untuk fungsi lain, untuk peran lain,” pungkas Mbah Hamid.


Dengan penjelasan ini, sang aktivis Ansor manggut-manggut. Dalam benaknya terpatri sebuah falsafah pendidikan humanis yang visioner dari seorang waliyullah.


Selamat memperingati hari lahir ke-88 tahun, Ansor.


Rehat Terbaru