• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 29 Maret 2024

Tokoh

KH Baghdad al-Maliki, Sosok Penerjemah Turats Bahasa Madura

KH Baghdad al-Maliki, Sosok Penerjemah Turats Bahasa Madura
KH Baghdad al-Maliki, salah satu penerjemah kitab turats ke bahasa Madura. (Foto: NOJ/ ISt)
KH Baghdad al-Maliki, salah satu penerjemah kitab turats ke bahasa Madura. (Foto: NOJ/ ISt)

Nama KH Baghdad al-Maliki Rohayu mungkin tidak asing di kalangan santri, khususnya di mata masyarakat Madura. Sebab karya sosok ini sudah menemani mereka belajar, baik di pesantren ataupun madrasah. Meski demikian, di era milenial ini belum tentu mereka tahu bagaimana sosok dan kiprah beliau di masanya, terlebih kiprah di Kabupaten Sampang, tempat ia lahir dan mendirikan pesantren.

 

Seperti halnya KH Abdul Majid Tamim dalam tulisan Ahmad Nur Kholis di NU Online Senin 11 Maret 2019, Kiai Baghdad merupakan tokoh yang memiliki kontribusi yang cukup besar dalam penyebaran agama dan pendidikan Islam di Madura, yakni lewat penerjemahan kitab-kitab salaf atau Kitab Kuning ke dalam bahasa Madura.

 

Terhitung sudah sekitar 60 kitab yang telah ia terjemah, mulai dari ilmu fiqih, etika, nahwu, sharraf dan seksologi yang kebanyakan ia terbitkan di Maktabah al-Hidayah dan Maktabah Mahkota, Surabaya. Beberapa kitab lain diterbitkan lewat penerbit lain, seperti Maktabah Salim yang juga satu komlpek dengan penerbit sebelumnya.

 

Sosok KH Baghdad al-Maliki

Kiai Baghdad wafat pada malam Selasa, 29 September 2015 M / 15 Dzulhijjah 1436 H, sementara tahun kelahirannya belum ditemukan keterangan yang valid. Dari sumber yang diperoleh, beliau tutup usia kurang lebih di usia yang ke 52, artinya beliau lahir sekitar tahun 1963 M.

 

KH Baghdad al-Maliki adalah pendiri Pondok Pesantren Nurul Hidayah al-Baghdadiyah di Desa Rahayu, Kecamatan Kadungdung, Sampang. Pondok tersebut tergolong pesantren modern dengan adanya sekolah formal. Atas saran dari gurunya, KH Abd Malik Baidlowi  (Pondok Pesantren Al-Ihsan Jrangoan, Sampang), lembaga pendidikan tersebut didirikan pada tahun 1978 M di atas tanah hibah seorang bernama H Ishaq. Beberapa orang dari dusun sekitar mulai mengaji di sana. Hingga kini pesantren tersebut sudah berkembang pesat dengan gedung yang memadai.

 

Sosok Kiai Baghdad dikenal masyarakat sebagai orang yang memiliki perhatian besar pada pendidikan kepesantrenan, serta ikhlas dan istiqamah dalam menyiarkan ilmu pengetahuan. Selain mengajar, berbagai terjemahan kitab klasik Arab yang umum dipakai di pesantren menjadi bukti fisik atas ketekunan dan antusiasnya pada pendidikan. Di antara kitab tersebut adalah Naẓm al-Fiyyat Ibn Mālik, Bidāyat al-Hidāyat, dan Qurrat al-'Uyūn.

 

Dalam sekian kata pengantar dan penutup yang penulis baca, beliau terlihat rendah hati dan tawaduk. Ia bahkan sering meminta maaf dan koreksi atas kekeliruan yang mungkin saja ada dalam terjemahannya (Baghdād 1989, 64). Jiwa sosial beliau yang tinggi juga dapat diamati dari sana, misalnya dalam terjemah ‘Uqūdu al-Lujayn yang menyatakan keprihatinannya terhadap perubahan pemuda-pemudi yang terbawa gelombang modernisasi barat yang biasa dicontoh mereka lewat film-film romantis, bioskop atau televisi, termasuk media cetak majalah dan koran.

 

Bentuk lainnya adalah dengan memperhatikan dinamika sosial agama di sekelilingnya, seperti memperbaiki kebiasaan buruk masyarakat sekitar, atau hal-hal yang dirasa menyalahi syariat dalam tradisi masyarakat. Seperti kebiasaan memandikan jenazah pria dewasa, yang kadang dilakukan oleh kalangan perempuan bukan mahram, yang diharamkan dalam agama Islam sebagimana dijelaskan Shaykh Nawawī al-Bantanī dalam Kāshifat al-Sajā Fi Syarh Safīnat al-Nāja (al-Nawawī 2008, 167).

 

Karya dan Metode Terjemah

Dari 60 kitab yang kebanyakan merupakan terjemahan matan kitab klasik, dikatakan bahwa beberapa dari  karya tersebut sengaja disematkan pada murid-muridnya sebab adanya penolakan dari penerbit. Entah sebab terlalu sering mengirim naskah ataupun faktor lain. Seperti kitab yang beratasnama Ustadz Hadiry Jamal pada terjemahan Naẓm al-Jurūmiyyat  dan Naẓm ‘Aqidat al-‘Awwām. Adapula atas nama Ustadz Mistha bin Jamid yang hingga kini sedang diteliti validitasnya.

 

Perjemahan ini tidak lain ditujukan guna mempermudah para pelajar dalam memahami isi kitab sebagai salah satu media transmisi ajaran agama Islam. Berikut terjemahan yang bisa penulis lacak dan menyertakan nama Kiai Baghdad:

  1. Terjemah Ta’līm al-Muta’allim fi Tarīq al-Ta’allum karya Burhānu al-dīn az-Zarnūjī
  2. Terjemah Naẓm al-Fiyyat Ibn Mālik karya Imam Ibn Mālik
  3. Terjemah Bidāyat al-Hidāyat karya Hujjat al-Islām al-Imām al-Ghazālī
  4. Terjemah Naẓm al-Maqṣūd Shaykh Ahmad bin Abdurrahim al-Thahthawi.
  5. Terjemah Matn al-Jurūmiyyat karya Ibn AJurūmiyyat
  6. Terjemah ‘Uqūdu al-Lujayn karya Imam Nawawī al-Bantanī al-Jāwī
  7. Terjemah Qurrat al-'Uyūn, bi Syarḥ Naẓm Ibn Yamūn karya Shaykh Muhammad at-Tahami Ibnu Madani
  8. Terjemah Dhurrat al-Nāfi'at Fi Tarjamat Matn al-Jazariyyat karya KH Abū Faḍal as-Senorī
 

Model terjemahan yang dipakai Kiia Baghdad tergolong tradisional atau metode makna gandul yang menggunakan aksara pegon, berikut simbol linguistik dan gramatikal yang ada di dalamnya. Yakni dengan tetap menampilkan teks asli serta struktur gramatika asalnya, sementara teks terjemah bergelantung miring di bawahnya (Masrukhi 2017, 284).

 

Secara praksis metode ini tidak jauh beda dengan istilah harfiyah dalam konsep terjemah Syaikh ‘Abdul ‘Aḍīm az-Zarqānī, (az-Zarqānī,  2013, 329). Kiai Baghdad juga menggunakan metode tafsiriyah atau maknawiyah sebagaimana teraplikasi dalam kitab Naẓm al-Maqṣūd dan ‘Uqūdu al-Lujayn yang biasanya diawali dengan kata "الحاصيل، يعني، المراد، dan الترجمة" sebagai pemisah dari makna harfiyah.

 

Terkadang makna tersebut menurut penulis juga sebagian merujuk atau terjemah pada syarah matan yang sudah ada. Seperti yang terjadi dalam penerjemahan kalimat  ‘إن يصح’ (bait 31), beliau juga menambah catatan kecil (footnote) dengan redaksi "اى إن يكن آخره حرفًا صحيحا ليس ألفا ولآباء ولا واوا فسكن" selain memberi makna umum (Baghdad 1989, 21).

 

Jika merujuk pada model terjemah dalam buku Mampu Menerjemahkan: Teori Menerjemahkan dari bahasa Arab ke Bahasa Indonesia karya Norlaila, maka metode yang ditempuh Kiai Baghdad terdiri dari  harfiyah, maknawiyah dan tafsirīyah  (catatan dari sumber lain).

 

Ikhtiar yang dilakukan tersebut bagian dari pengabdian pada ilmu yang bersamaan dengan ketekunan, tekad dan keikhlasan. Hal ini karena berdasarkan cerita yang banyak tersiar bahwa KH Baghdad tidak mengambil profit dari hasil terjemahannya itu. Tak heran jika sampai sekarang buah tangan beliau masih tersebar dan dicetak ulang sebagai bahan ajar.

 

Muqsid Mahfud, santri Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang sekaligus Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir STAI Al-Anwar Sarang Rembang.


Tokoh Terbaru