• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Tokoh

Kiai Faqih Ulama Ahli Fiqih, Guru Bindara Mohammad Saod

Kiai Faqih Ulama Ahli Fiqih, Guru Bindara Mohammad Saod
Makam Kiai Faqih guru Bindara Saod di Lembung, Lenteng, Sumenep. (Foto: NOJ/Firdausi)
Makam Kiai Faqih guru Bindara Saod di Lembung, Lenteng, Sumenep. (Foto: NOJ/Firdausi)

Logat orang Madura yang kaku, menyebut Kiai Faqih dengan sebutan Kiai Pakke. Dalam babad Sumenep, almarhum adalah guru dan orang tua angkat dari Raden Tirtonegoro Mohammad Saud (Bindara Saod) Adipati ke-30 Sumenep.


Ia putra mendiang ulama besar di Parongpong, Desa Kecer, Kecamatan Dasuk yakni Kiai Khatib Bangil. Penggunaan nama Bangil, konon Kiai Khatib sempat mentap di Bangil Pasuruan. Ibunya bernama Ny Salama putri dari Kiai Modin Teja Pamekasan.


Sejak kecil, Kiai Faqih dipersiapkan oleh ayahnya untuk meneruskan perjuangannya, salah satunya adalah Islamisasi di Sumenep. Selain itu, ia juga dipondokkan oleh ayahnya ke beberapa ulama yang alim dan memiliki karamah, salah satunya ulama yang berdarah Cendir di Lembung, yakni Kiai Agung Rabah.


Orang Madura menyebut Kiai Pakke, karena Kiai Faqih ahli di bidang ilmu fiqih. Selain itu, ia seorang budayawan. Konon, Kiai Faqih pernah mengampu kesenian Gendingan atau musik Karawitan. Saking mahirnya memainkan kesenian itu dalam sebuah pertunjukan, ia diminta untuk mengajar kesenian tersebut di Kerajaan Mataram. 


Takwil Kiai Faqih pada Bindara Saod

Pesantren Lembung adalah tempat pengabdiannya. Salah satu santrinya adalah Bindara Saod yang secara nasab masih keponakannya. Berhubung Kiai Faqih tidak dikaruniai keturunan, Bindara Saod diangkat menjadi anak angkatnya.


Dikisahkan dalam babad Sumenep, suatu malam, Kiai Faqih melihat cahaya yang memancar di asrama santri yang sedang istirahat. Kiai Faqih yang kebetulan belum tidur, mendatangi bilik asrama kendati pencahayaan sangat minim. Untuk mengetahui identitas santri tersebut, ia memberi tanda buntelan pada sarung santri yang bercahaya tadi.


“Siapa yang bangun tidur sarungnya ada tanda ikatan?” tanya Kiai Faqih di hadapan santri. Ternyata santri itu adalah Mohammad Saud atau anak angkatnya. “Kelak, Saod akan menjadi raja. Tujuh turunannya akan menjadi pemimpin,” demikian penggalan cerita yang dikisahkan oleh Daifurrahman santri pesantren Lembung.


Peninggalan Kiai Faqih

Selain pesantren sebagai peninggalannya, ada pula masjid Al-Akbar. Sebelum peziarah masuk ke area pemakaman, tentunya melewati masjid kuno tersebut. Saat masuk ke dalam masjid, tampak 4 tiang kuno yang masih menyangga kubah masjid yang berwarna cokelat.  


Di atas mihrab, dinding utama dihiasi kaligrafi cantik (khat diwani) berwana hijau dan kuning keemasan. Tepat di atas mihrab, terdapat segitiga yang dihiasi kaligrafi. Sedangkan pintu mihrab dipenuhi kaligrafi kecil yang tertata rapi. Jika berada di depan mihrab, tampak di atas terdapat pagar kecil yang berjejer rapi, di tengah-tengahnya terdapat tulisan Allah dan Muhammad SAW. Berdasarkan cerita rakyat, konon masjid Al-Akbar secara geografis lurus dengan masjid Jami’ Sumenep.


Dengan demikian, keindahan dinding dan pintu mihrab masjid Al-Akbar yang menakjubkan itu, menjadi bukti sejarah bahwa cita rasa estetik dan simbol kejayaan Islam di masa lalu benar-benar ada jika peziarah menyempatkan shalat berjamaah di masjid Al-Akbar.


Lokasi makam Kiai Faqih

Maqbarah Kiai Faqih, berada di Desa Lembung, Kecamatan Lenteng, tepatnya di belakang masjid Al-Akbar. Pintu gerbang pemakaman didominasi warna hijau dan kuning.


Peziarah akan menaiki beberapa anak tangga hingga sampai ke cungkup pasarean Kiai Faqih. Untuk masuk ke dalam, peziarah harus menunduk, ini menandakan bahwa almarhum semasa hidupnya sangat tawadhu dan alim.


Tokoh Terbaru