• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 25 April 2024

Tokoh

Santri Putri Ini Kuliah Hingga ke Australia, Kini Energik Berkhidmat di NU Sidoarjo

Santri Putri Ini Kuliah Hingga ke Australia, Kini Energik Berkhidmat di NU Sidoarjo
Mukhzamillah (berjilbab) saat wisuda di New England University Asutralia. (Foto: NOJ/ Mukhzamilah)
Mukhzamillah (berjilbab) saat wisuda di New England University Asutralia. (Foto: NOJ/ Mukhzamilah)

Sidoarjo, NU Online Jatim

Kuliah di luar negeri tidak bisa dijalani semua santri Indonesia. Tetapi tidak bagi Mukhzamillah. Perempuan kelahiran Pasuruan 40 tahun silam ini berhasil membuktikan bahwa sosok santri putri juga bisa mengenyam pendidikan di New England University Asutralia pada tahun 2008.

 

Padahal, Milla merupakan anak tukang tambal ban sepeda ontel di Pandaaan, Pasuruan, Jawa Timur. Tetapi, kemampuan dan semangatnya belajar membuatnya bisa menempuh pendidikan hingga ke Australia.

 

Anak pertama dari empat bersaudara ini menceritakan bahwa ibunya hanyalah tukang jahit baju. Menjalani hidup dari keluarga sederhana membuatnya mudah berbaur dengan siapa pun tanpa mengenal kasta,  perbedaan dan golongan.

 

Jalan Pendidikan

Ibu tiga anak tersebut menghabiskan masa kecilnya di Pandaan, Kabupaten Pasuruan. Milla mengawali pendidikannya di Sekolah Dasar (SD) hingga Sekokah Menengah Atas (SMA) di sebuah Yayasan Ma'arif Pandaan Pasuruan.

 

Milla kecil tergolong anak yang cerdas berprestasi. Hal tersebut terbukti sejak SD hingga SMA selalu menjadi langganan peringkat 1 dan menyandang pelajar berprestasi Kabupaten Pasuruan kala itu.

 

“Sekolah di Ma'arif bukan karena saya tidak bisa melanjutkan ke sekolah negeri, tapi karena manut dawuhnya (perkataan) bapak. Dan menjadi pelajar berprestasi di Pasuruan merupakan buah hasil ketelatenan ibu dalam mendidik saya. Alhamdulillah selama SMP selalu gratis SPP,"  ujar Wakil Ketua Lembaga Ta'tif Wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU) Sidoarjo ini mengingat masa sekolahnya.

 

Dikisahkan bahwa semasa sekolah Milla mengenal sosok guru inspiratif yang dijadikan sebagai idola. Sosok tersebut selalu diingat petuah dan nasehatnya sejak kelas empat SD. Ia biasa memanggilnya dengan sebutan Pak Sholeh. Guru tersebut adalah  KH M Sholeh Qosim Wakil Ketua Lembaga takmir Masjid (LTM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

 

Kiai Sholeh yang mengenalkan Milla dengan dunia organisasi melalui Masa Kesetiaan Anggota (Makesta) Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU). Bahkan Milla dilatih untuk menjadi guru TPQ sejak masih berstatus siswi SMA.

 

Lulus SMA,  Milla termotivasi untuk mondok sambil kuliah. Ternyata hanya dua orang yang lulus UMPTN dari SMA tempatnya belajar. Dia diterima di Universitas Negeri Malang (UM) jurusan Sastra Inggris. Prodi yang sangat tinggi peminatnya kala itu.

 

Di antara 25 teman sekelas, hanya Milla satu-satunya mahasiswa yang kuliah sambil nyantri. Pondok Pesantren Salafiyyah Syafiiyah Mergosono Malang, tempat ia bermalam dan menempa ilmu agama. Pondok tersebut adalah pilihan Kiai Sholeh, guru idola yang menginspirasinya.

 

"Dulu saat ngaji bersama beliau (Kiai Sholeh) saya catat tiap nasihat petuah yang beliau berikan. Buku diary saya kala SMA adalah isi pengajian beliau dan yang lucu lagi, kadang saya ikuti jadwal khutbah Jumat beliau (tentu saja tanpa beliau tahu). Saya berdiri di bawah pohon tak jauh dari masjid tempat beliau khutbah,  sambil mencatat nasihat-nasihat yang beliau sampaikan. Cupunya saya kala itu," urainya sambil tersenyum.

 

Perguruan tinggi tempat Milla belajar adalah lembaga berplat merah. Karena inilah Milla harus bersaing dengan mahasiswa yang berasal dari sekolah favorit di Malang. Ia harus belajar bahasa Inggris lebih giat lagi untuk mengejar ketertinggalannya.

 

Baginya, ilmu itu ibarat air laut, makin di minum makin membuat haus. Pepatah tersebut yang menggambarkan semangat menuntut ilmu Milla saat menjadi siswa maupun mahasiswa. Kegemarannya membaca buku seperti orang minum di saat haus. Setiap buku yang disodorkan pasti selalu dibaca sampai tuntas.

 

“Ketika kuliah belajar grammar, pulangnya belajar nahwu sharaf. Tak jarang, untuk menghemat ongkos mikrolet, saya sering jalan kaki. Kampus yang harus ditempuh 2 kali oper mikrolet yang kala itu berbayar Rp 400. Saya sering ndak mau oper, untuk berhemat separoh ongkos. Lumayan buat beli makan," terang dosen tetap Universitas Negeri Surabaya ini.

 

Menurutnya, ada banyak pelajaran hidup yang didapatkan selama tinggal di pesantren yang diasuh KH Masduqi Mahfud itu. Setiap kali berangkat kuliah, para santri harus sowan ke kediaman untuk berpamitan ke kiai atau ibu nyai.

 

"Allahumma yufaqqihha fiddiin" (Ya Allah jadikanlah dia berpengetahuan agama). Doa itu yang selalu dilantunkan Abah Masdhuqi,” ujarnya.

 

Selama mondok, Milla dijadikan wakil ketua pondok. Saat semester lima, ia berangkat harus pagi untuk mengajar Bahasa Inggris di Madrasah Aliyah Singosari. Kemudian pada  siang harinya kuliah.  Sedangkan pada sore hari berkegiatan di Bada Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). 

 

Waktu Maghrib Milla baru bisa sampai di pondok. Ia langsung jamaah Shalat Maghrib dan ngaji diniyah. Aktivitas seharian inilah yang sering membuatnya mengantuk saat mengaji.

 

“Saya nyambi ngajar saat kuliah. Disamping kebetulan diminta bantu putra Abah yang juga ngajar di sekolah yang sama,  saya senang karena gaji Rp 300 ribu kala itu bisa menopang kebutuhan hidup bersama adik perempuan saya yang juga tinggal di tempat yang sama dan kuliah di Universitas Brawijaya Malang,” tuturnya.

 

Kuliah di Australia

Setelah menempuh pendidikan di Malang, Milla beruntung mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan study postgraduate (istilah untuk studi setelah S1) di New England University Asutralia pada tahun 2008.

 

Tiga tahun setelah menikah, tinggal di negara bagian New South Wales Australia bersama anak dan suami adalah momentum yang menyenangkan bagi Milla.  Anak pertamanya yang lahir pada tahun 2007 mengenyam pendidikan bersama para bule di sana. Sehingga berkomunitas dengan orang-orang berdisiplin tinggi. 

 

Milla juga mengikuti beberapa kegiatan community services, membantu anak-anak Aborigin setiap Sabtu malam agar mereka tidak mabuk-mabukan.

 

Berinteraksi dengan mahasiswa dari seluruh belahan dunia adalah kebanggaan tersendiri baginya kala didaulat untuk memberikan sambutan saat pelatihan kepemimpinan vice chancellor (sebutan untuk rektor di kampus Australia). Mungkin terlihat unik, memakai jilbab sendiri di antara yang ada di sana.

 

Dari berbagai pengalamaan, ada satu hal yang tak bisa dilupakannya. Berkat semangat dan ketelatenannya mengikuti berbagai aktifitas yang dilakukan selama di New South Wales, Milla mendapatkan penghargaan New England Award saat wisuda.  Itu karena kontribusinya terhadap pengabdian masyarakat, peningkatan kualitas diri dan kuliah tepat waktu. 

 

Selesai kuliah di Australia, mantan anggota IPPNU Bangil tersebut akhirnya pernah dipercaya sebagai Ketua Tim Kerja Sama Fakultas Bahasa dan Seni Unesa Surabaya,  Kepala International Office (2016-2018),  Tim Ahli Pusat Kuliah Kerja Nyata (2018-2020), dan Tim Ahli Pusat Pembinaan Ideologi (2019-sekarang).

 

“Beberapa jabatan pernah saya emban di kampus. Saya biasa mengatur perjalanan luar negeri para pejabat sekelas rektor. Malang melintang dari hotel bintang lima sampai kelas backpacker di Melbourne. Tapi kebersamaan dengan orang-orang yang berjiwa pejuang dengan segala kesederhanaan seperti bapak saya, seolah menjadi lahan bagi saya untuk senantiasa belajar memaknai hidup,” ungkap Ketua Executive Pelaksana RA Anak Sholeh Sukorejo dan RA Siti Fatimah Gempol Pasuruan ini.

 

Ditengah kesibukannya di Unesa, Milla juga berkhidmah penuh di Nahdlatul Ulama (NU). Selain sebagai Wakil Ketua LTNNU  PCNU Sidoarjo, Anggota Badan Pelaksana Penyelenggara (BPP) Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (Unusida), Anggota Tim Aswaja Center PCNU Sidoarjo, dan Anggota Komisi Kerjasama Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim (2020 - sekarang).

 

Dalam bidang literasi, Milla juga aktif di kegiatan Jurnalistik Digital dan Madrasah Jurnalistrik  di lingkungan PCNU Sidoarjo. Ketekunan, kesabaran dan jiwa keibuannya yang mampu mengayomi membuatnya bisa mencetak beberepa kader jurnalis resmi di NU Online Jatim.

 

Katib Syuriyah PCNU Sidoarjo, KH M Sholeh Qosim menuturkab bahwa Milla adalah salah satu asset dan kader NU yang multitalenta dengan segala kemampuan yang dimiliki. “Bu Doktor Mukhzamilla ini orang cerdas, maka harus kita berikan ruang untuk turut serta memperjuangkan nilai-naili Aswaja di PCNU Sidoarjo,” katanya.

 

Meski banyak aktivitas dan tanggungjawab di luar rumah, Milla tidak melupakan bakti kepada orang tuanya. Serta tetap menjalankan tangungjawab sebagai ibu rumah tangga.

  

“Bagaimanapun, saya tetap ibu rumah tangga yang berkewajiban merawat rumah. Nyuci baju, ngepel rumah, menemani anak belajar, mendongeng kepada anak menjelang tidur atau antar mereka sekolah kalau lagi longgar  menjadi rutinitas pada kodrat saya,” pungkasnya.

 

Editor: Romza


Editor:

Tokoh Terbaru