• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 27 April 2024

Kediri Raya

Nyai Rodliyah Djazuli, Inspirasi Peran Perempuan di Ruang Publik

Nyai Rodliyah Djazuli, Inspirasi Peran Perempuan di Ruang Publik
Ida Fauziyah, saat Halaqah Bu Nyai Inspiratif #1. (Foto: NOJ/ Risma Savhira)
Ida Fauziyah, saat Halaqah Bu Nyai Inspiratif #1. (Foto: NOJ/ Risma Savhira)

Kediri, NU Online Jatim
Nyai Rodliyah Djazuli merupakan sosok inspirasi peran perempuan di ruang publik yang wafat tahun 1996. Ia adalah perempuan tangguh dan di masa hidupnya menjadi mitra sejati KH Ahmad Djazuli bin Utsman, penggerak utama Pesantren Al-Falah Ploso, Mojo, Kediri.


Menteri Ketenagakerjaan RI Hj Ida Fauziyah mengatakan, Nyai Rodliyah merupakan sosok inspiratif yang dengan begitu indah turut berperan dalam keberlangsungan hidup di lingkungan pondok pesantren bersama Kiai Ahmad Djazuli.


“Pada masa ia masih hidup saja peran-peran yang luar biasa dilakukan oleh Ibu Nyai Rodliyah, yang saat ini disebut orang kebanyakan sebagai emansipasi,” ujarnya saat Halaqah Bu Nyai Inspiratif #1 yang digelar Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jatim. Kegiatan bertajuk ‘Bedah Sejarah Ummahatil Ma’ahid Bu Nyai Hj Rodliyah Djazuli’ yang dipusatkan di Pesantren Al-Falah Ploso, Kediri, Kamis (17/11/2022).


Ia mengatakan, berbicara tentang pesantren tidak akan bisa lepas dari aktor-aktor intelektual di dalamnya. Dalam Undang-undang Pesantren disebutkan, arkanul ma’had (rukun pesantren) meliputi, kiai, santri, asrama, tempat ibadah dan kegiatan mengaji.


Di Undang-undang tersebut, lanjutnya, tidak disebutkan secara eksplisit bahwa kiai adalah tokoh di pesantren dengan jenis kelamin laki-laki. Bahkan, tidak dijelaskan yang namanya pesantren harus dipimpin seorang kiai dalam pengertian bapak kiai, tetapi mengandung pengertian tokoh sentral di pesantren bisa saja berjenis kelamin laki-laki atau perempuan.


“Melihat undang-undang ini, maka sebenarnya pengakuan terhadap seorang ibu nyai di lingkungan pesantren tidak bisa diragukan lagi,” kata perempuan kelahiran Mojokerto, 17 Juli 1969 ini.


Oleh karena itu, pada dasarnya partisipasi perempuan di ruang publik justru akan banyak ditemui di pesantren. Stigma yang mengatakan kultur pesantren penyebab utama perempuan tidak bisa eksis di ruang publik merupakan asumsi yang salah.


“Salah jika pesantren dianggap sebagai penghambat partisipasi perempuan. Karena semua itu sudah dicontohkan oleh Nyai Rodliyah,” terangnya.


Menurutnya, kalau berbicara tingkat partisipasi perempuan hendaknya dapat belajar di pesantren. Karena pesantren adalah tempat dimana penghargaan dan ekspresi terhadap perempuan dilakukan. Bahkan, pesantren bisa menjadi model bagi seluruh upaya untuk meningkatkan eksistensi perempuan.


“Ketika sekarang banyak sekali diskusi dan wacana yang mengatakan agama menjadi penyebab berkurangnya eksistensi perempuan di ruang publik, menurut saya itu tidak beralasan lagi. Sebagaimana belajar dari contoh yang dilakukan Nyai Rodliyah,” katanya.


Padahal yang dilakukan Nyai Rodliyah di masa hidupnya terjadi pada masa orde baru, yang merupakan masa dimana peran perempuan di ruang publik tidak seperti sekarang ini. “Jadi di tahun itu, beliau telah mengambil peran di ranah publik. Hal demikian perlu dijadikan inspirasi bagi perempuan Indonesia,” tandasnya.


Editor:

Kediri Raya Terbaru