• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 3 Mei 2024

Keislaman

Berikut Sejumlah Jawaban bagi Kalangan yang Meragukan Peringatan Maulid Nabi

Berikut Sejumlah Jawaban bagi Kalangan yang Meragukan Peringatan Maulid Nabi
Peringatan maulid Nabi Muhammad SAW di berbagai daerah. (Foto: NOJ/beritabanjarmasin.com)
Peringatan maulid Nabi Muhammad SAW di berbagai daerah. (Foto: NOJ/beritabanjarmasin.com)

Tidak hanya saat berada di bulan Rabiul Awwal, beberapa hari sebelum umat Islam merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW, sudah banyak yang mempersoalkan tradisi maulid. Aneka dalil dikemukakan untuk memberikan penegasan bahwa budaya maulid sebenarnya tidak dibenarkan.


Di bawah ini akan dikemukakan sejumlah pertanyaan sekaligus jawaban yang kerap disampaikan beragam kalangan yang tidak sependapat dengan maulid. Dengan demikian diharapkan umat Islam khususnya kalangan Nahdlatul Ulama memiliki kemantapan keyakinan atas perayaan maulid yang hingga kini telah menjadi kebiasaan di berbagai kawasan di Tanah Air, bahkan sejumlah negara.


Tanya: Apakah maulid itu?


Jawab: Maulid diambil dari kata bahasa Arab walada-yalidu yang bermakna kelahiran, yaitu kelahiran baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.


Adapun dalam pelaksanaannya, maulid merupakan kegiatan keagamaan yang mengadung esensi pesan ayat suci Al-Qur'an, disertakan kisah-kisah seputar kehidupan Nabi Muhammad, dan di dalamnya terdapat pujian dan shalawat dalam bentuk syair. Di akhir acara, terkadang sebagian orang bersedekah makanan untuk sesama.  


Tanya: Siapakah orang yang pertama kali merayakan maulid?


Jawab: Yang merayakan maulid pertama kali adalah penguasa Kota Irbil, Mudzoffar Abu Said Kaukabari bin Zainuddin, seorang raja terpuji dan pembesar yang dermawan. Ibnu Katsir pernah berkomentar tentangnya: Beliau melaksanakan maulid pada Rabiul Awwal dan memperingatinya dengan meriah. Ia sosok yang santun, pemberani, cerdik, dan adil. Semoga Allah merahmati beliau. (Hawi lil Fatawi, halaman: 292)  


Tanya: Apa pandangan ulama mengenai maulid Nabi?


Jawab: Imam Jalaluddin as-Suyuthi ketika ditanya perihal maulid beliau menjawab secara eksplisit dengan sebuah karya kitab yang diberi nama Husnul Maqshad fi Amalil Maulid. Menurutnya: Hukum asal maulid Nabi yang mana di dalamnya terdapat orang yang membaca ayat suci Al-Qur’an dan hadits Nabi tentang pengarai Rasulullah, begitu juga ayat yang ada hubungan dengan kisah kenabiannya. Dilanjutkan dengan acara ramah tamah, lalu bubar tidak lebih dari itu. Maka, itu adalah bid'ah hasanah dan pelakunya mendapat pahala. (Husnul Maqshad, halaman 251-252).


Imam Suyuti juga berkata bahwa suatu ketika Imam Ibnu Hajar ditanya tentang maulid, beliau menjawab: Asal muasal amalan maulid (seperti yang ada saat ini) adalah bid'ah, dan tidak pernah dinukil dari para salafus shalih, bersamaan dengan hal tersebut terdapat amalan yang baik di dalamnya dan menjauhi amalan yang buruk. Maka barang siapa yang berusaha mengamalkan (yang baik di dalamnya) dan menjauhi sebaliknya maka amalan ini hukumnya bid'ah hasanah, dan tidak begitu jika sebaliknya. (Hawi lil Fatawi, halaman: 282).

 


Dari dua komentar di atas jelas bahwa merayakan maulid itu boleh selama tidak ada kemungkaran di dalamnya. Ibnu Taimiah berpendapat, memuliakan hari kelahiran dan menjadikannya sebagai ritual musiman telah dikerjakan oleh sebagian orang. dan menjadikannya mendapat pahala yang sangat agung karena bagusnya tujuan dan memuliakan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalllam (Sirah Halabiah Juz I, halaman 84-85). Sayyid Zaini Dahlan mengatakan, merasa senang pada hari kelahiran Nabi termasuk sebagian cara penghormatan kepada beliau. (Addurarus Saniyah, halaman: 190). 

 

Artikel ini akan dimuat bersambung dengan menyertakan pertanyaan sekaligus jawaban yang mempermasalahkan tradisi maulid. Wallahu a'lam.


Keislaman Terbaru