Keislaman

Hukum Menikahi Sepupu dalam Islam

Jumat, 4 April 2025 | 09:00 WIB

Hukum Menikahi Sepupu dalam Islam

Menikah. (Foto: NOJ/Balya)

Hari Raya Idul Fitri merupakan momen yang membahagiakan karena dapat bertemu dengan sanak keluarga yang jauh dan jarang sekali bertemu. Momen seperti inilah yang terkadang membuat kita seringkali terjadi pandangan pertama seperti halnya dengan sepupu.

 

Akhirnya pandangan pertama itu turun ke hati dan menjadi cinta hingga adanya keinginan untuk menikahinya, lantas bagaimana hukum dalam menikahi sepupu dalam Islam?

 

Jadi, menikah adalah suatu bentuk ibadah dan merupakan sunah Nabi Saw, sebagaimana sabdanya:

 

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وجاءٌ
 

Artinya: "Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang sudah mampu ba’at (menikah), maka menikahlah! Sebab, menikah itu lebih mampu menundukkan (menjaga) pandangan dan memelihara kemaluan. Namun, siapa saja yang tidak mampu, maka sebaiknya ia berpuasa. Sebab, puasa adalah penekan nafsu syahwat baginya,” (HR Muslim).  


Namun dalam pelaksanaannya ada berbagai aturan yang harus dipenuhi oleh pasangan suami maupun istri yang akan menikah. Salah satunya adalah larangan untuk menikahi wanita mahram, yakni wanita yang haram dinikah karena adanya unsur kekerabatan atau pernikahan atau sesusuan mahram selamanya yang disebut hurmah mu’abbadah (haram selamanya). Adapun wanita mahram yang bersifat sementara adalah dua wanita bersaudara hanya boleh dinikahi salah satunya dalam waktu yang sama atau biasa disebut hurmah mu’aqqatah (haram dalam waktu tertentu).

 

Terkait kategori mahram ini dijelaskan oleh Syekh Abu Syuja' Al-Ashfahani dalam karyanya Matan Taqrib sebagai berikut:

 

فَصْلٌ) وَالمُحَرَّمَاتُ بِالنَّصِّ أَرْبَعَ عَشْرَةَ: سَبْعٌ بِالنَّسَبِ وَهُنَّ: الْأُمُّ وَإِنْ عَلَتْ، وَالْبِنْتُ وَإِنْ سَفَلَتْ، وَالْأُخْتُ، وَالْخَالَةُ، وَالْعَمَّةُ، وَبِنْتُ الْأَخِ، وَبِنْتُ الْأُخْتِ.
وَاثْنَتَانِ بِالرَّضَاعِ: الْأُمُّ الْمُرْضِعَةُ، وَالْأُخْتُ مِنَ الرَّضَاعِ.
وَأَرْبَعٌ بِالمُصَاهَرَةِ: أُمُّ الزَّوْجَةِ، وَالرَّبِيبَةُ إِذَا دَخَلَ بِالأُمِّ، وَزَوْجَةُ الْأَبِ، وَزَوْجَةُ الْاِبْنِ.
وَوَاحِدَةٌ مِنْ جِهَةِ الجَمْعِ، وَهِيَ أُخْتُ الزَّوْجَةِ، وَلاَ يُجْمَعُ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا، وَلاَ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَخَالَتِهَا. وَيَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ.


Artinya: (Pasal) Wanita-wanita yang haram dinikahi berdasarkan dalil ada empat belas:
• Tujuh karena nasab, yaitu:
1. Ibu, baik yang lebih tinggi (nenek dan seterusnya).
2. Anak perempuan, baik yang lebih rendah (cucu dan seterusnya).
3. Saudari perempuan (kakak/adik).
4. Bibi dari pihak ibu (khalah).
5. Bibi dari pihak ayah (ammah).
6. Anak perempuan saudara laki-laki (keponakan perempuan dari saudara laki-laki).
7. Anak perempuan saudara perempuan (keponakan perempuan dari saudara perempuan).

 

• Dua karena persusuan, yaitu:
1. Ibu susu (wanita yang menyusui).
2. Saudari sesusuan.

 

• Empat karena hubungan pernikahan (mushaharah), yaitu:
1. Ibu mertua.
2. Anak tiri (jika sudah berhubungan dengan ibunya).
3. Istri ayah (ibu tiri).
4. Istri anak (menantu perempuan).

 

• Satu karena penggabungan dalam pernikahan, yaitu:
1. Saudari istri. Karena tidak bolehnya menikahi seorang wanita bersamaan dengan bibinya dari pihak ayah (ammah) atau bibinya dari pihak ibu (khalah). Selain itu, yang haram karena persusuan juga sama dengan yang haram karena nasab.

 

Dari penjelasan di atas, dapat kita ketahui bahwa sepupu (anak dari saudara kandung ayah atau ibu) tidak termasuk dalam kategori mahram yang dilarang untuk dinikahi menurut syariat Islam. Akan tetapi dalam pernikahan, kita tidak hanya memenuhi aturan dalam fikihnya saja akan tetapi  juga dianjurkan untuk memenuhi adab-adabnya nikah.

 

Terkait hal itu Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumiddin menulis adab-adab perkawinan. Salah satunya adalah adab kedelapan, yakni lelaki yang akan menikah hendaknya memilih calon istri yang bukan kerabat dekat. 

 

الثَّامِنَةُ أَنْ لَا تَكُونَ مِنَ القَرَابَةِ القَرِيبَةِ، فَإِنَّ ذَلِكَ يُقَلِّلُ الشَّهْوَةَ، قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (لَا تُنْكِحُوا القَرَابَةَ القَرِيبَةَ، فَإِنَّ الوَلَدَ يُخْلَقُ ضَاوِيًا)، وَقِيلَ مَعْنَاهُ: تَزَوَّجُوا الغَرَائِبَ، وَقَالَ: وَيُقَالُ: أَغْرِبُوا لَا تَضْوُوا، أَيْ: نَحِيفًا.
وَذَلِكَ لِتَأْثِيرِهِ فِي تَضْعِيفِ الشَّهْوَةِ، فَإِنَّ الشَّهْوَةَ إِنَّمَا تَنْبَعِثُ بِقُوَّةِ الإِحْسَاسِ بِالنَّظَرِ وَاللَّمْسِ، وَإِنَّمَا يَقْوَى الإِحْسَاسُ بِالأَمْرِ الغَرِيبِ الجَدِيدِ، فَأَمَّا المَعْهُودُ الَّذِي دَامَ النَّظَرُ إِلَيْهِ مُدَّةً، فَإِنَّهُ يُضْعِفُ الحِسَّ عَنْ تَمَامِ إِدْرَاكِهِ وَالتَّأَثُّرِ بِهِ، وَلَا تَنْبَعِثُ بِهِ الشَّهْوَةُ


Artinya: "Kedelapan, hendaknya wanita yang dinikahi bukan dari kerabat dekat, karena hal itu dapat mengurangi hasrat seksual. Rasulullah ﷺ bersabda: "Janganlah kalian menikahi kerabat dekat, karena anak akan terlahir dalam keadaan lemah." Dikatakan bahwa maknanya adalah: "Menikahlah dengan wanita asing (yang bukan kerabat dekat).”

Dikatakan pula: "Menikahlah dengan wanita yang jauh agar keturunan tidak menjadi lemah."


Hal ini disebabkan karena menikahi kerabat dekat berpengaruh pada melemahnya hasrat seksual. Sebab, syahwat itu timbul karena kuatnya rangsangan yang berasal dari penglihatan dan sentuhan. Rangsangan ini akan lebih kuat jika sesuatu itu terasa asing dan baru.


Adapun sesuatu yang sudah terbiasa dilihat dalam waktu lama, maka hal itu akan melemahkan daya rangsang dan mengurangi pengaruhnya, sehingga tidak membangkitkan syahwat dengan sempurna.

 

Anjuran tidak menikahi kerabat dekat dari Imam Al-Ghazali sesuai dengan pendapat Imam As-Syafi’i sebagaimana dikutip oleh Al-Khatib as-Syirbini:

 

أَنَّ الشَّافِعِيَّ نَصَّ عَلَى أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ لَهُ أَنْ لَا يُزَوِّجَ مِنْ عَشِيرَتِهِ 

 

Artinya: "Sungguh Imam As-Syafi’i menyatakan secara terang-terangan bahwa bagi calon suami disunahkan tidak menikahi kerabat(dekat)nya."


Meskipun di beberapa komunitas menganggap pernikahan dengan sepupu sebagai praktik yang tidak umum. Namun, pandangan ini sangat bergantung pada budaya masing-masing dan bukan berdasarkan syariat. Karena Islam sendiri tidak melarang pernikahan (dengan sepupu) ini selama kedua belah pihak setuju dan memenuhi syarat pernikahan. Demikianlah penjelasan mengenai hukum menikahi sepupu dalam Islam. Semoga dapat menambah khazanah keislaman kita. Wallahu A'lam.