• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Keislaman

Hukum Sikat Gigi dan Pakai Lip Balm saat Puasa

Hukum Sikat Gigi dan Pakai Lip Balm saat Puasa
Ilustrasi perempuan menggunakan pelembab bibir (Foto:NOJ/lookecosmetics)
Ilustrasi perempuan menggunakan pelembab bibir (Foto:NOJ/lookecosmetics)

Oleh: M. Sutan Alambudi*
 

Bulan Ramadan bukanlah hari libur dari aktivitas. Bagi seseorang yang beraktivitas di luar rumah, bertemu dengan banyak orang ialah hal yang lumrah. Bagi muslim yang berpuasa, tentu ingin tetap tampil bersih dan nyaman di tengah khalayak umum. 


Tetapi, perubahan kondisi tubuh saat puasa tidak bisa dihindari, misalnya muncul bau mulut dan bibir kering. Di hari biasa -selain Ramadan- untuk mengatasinya, kita bisa menggosok gigi dan menggunakan pelembab bibir seperti lip balm.


Ketika berpuasa, bagaimana hukum dan batasan dalam menggosok gigi dan memakai pelembab bibir? Berikut ulasannya!


Menggosok Gigi dalam Fikih


Dalam sejumlah literatur fikih klasik tidak ada yang menyebut istilah menggosok gigi dengan pasta gigi. Tetapi yang dikenal ialah istilah ‘siwak’ (bersiwak), yang secara fungsi sama dengan menggosok gigi. Bahkan banyak hadis Rasulullah tentang keutamaan siwak, salah satunya yang populer ialah:


لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ


Artinya: “Seandainya aku tidak ingin menyulitkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak di setiap shalat.


Kebiasaan orang Arab bersiwak atau menggosok gigi menggunakan kayu arok (أراك) , sedangkan di Indonesia lebih banyak menggunakan sikat dan pasta gigi. Sebenarnya spirit dari bersiwak ialah membersihkan mulut dari bau dan bakteri. 


Hal ini dijelaskan pula dalam Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh karya Syekh Wahbah Az-Zuhaily
 

 اِسْتِعْمَالُ عَوْدٍ أَوْ نَحْوِهَ كَأَشْنَانٍ وَصَابُوْنٍ، فِي الْأَسْنَانِ وَمَا حَوْلَهَا، لِيُذْهِبَ الصُّفْرَةُ وَغَيْرَهَا عَنْهَا 


Artinya: “Penggunaan kayu (arok) atau sejenisnya, seperti kayu ushnan dan sabun (pasta gigi), pada gigi dan sekitarnya untuk menghilangkan warna kuning dan hal-hal lain dari gigi."


Selain itu, Abu Abdillah Muhammad bin Qasim bin Muhammad Al-Ghazi dalam fathul qorib menjelaskan 3 kondisi yang dianjurkan untuk membersihkan gigi: 


 أحدها (عند تغير الفم من أزم) قيل هو سكوت طويل. وقيل ترك الأكل، وإنما قال (وغيره) ليشمل تغير الفم بغير أزم كأكل ذي ريح كريه من ثوم وبصل وغيرهما (و) الثاني (عند القيام) أي الاستيقاظ (من النوم و) الثالث (عند القيام إلى الصلاة) فرضاً أو نفلاً ويتأكد أيضاً في غير الثلاثة المذكورة مما هو مذكور في المطولات


Artinya: “Salah satunya adalah ketika berubahnya keadaan mulut sebab azm. Ada yang mengatakan bahwa azm adalah diam terlalu lama. Dan ada yang mengatakan azm adalah tidak makan. ‘Dan sebab selain azm’ agar mencakup perubahan keadaan mulut sebab selain azm, seperti memakan barang yang berbau kurang sedap yaitu bawang merah, bawang putih dan selainnya. Yang kedua adalah saat bangun tidur. Ketiga adalah saat hendak sholat, baik sholat fardlu atau sunnah dan juga ditekankan pada selain tiga hal yang telah disebutkan dalam kitab yang panjang penjelasannya."
 

Menggosok Gigi saat Puasa


Selain fakta tentang keutamaan bersiwak/menggosok gigi, ternyata ada perbedaan pendapat para ulama tentang waktu bersiwak/menggosok gigi dalam kondisi puasa. Perbedaan pendapat muncul karena pemahaman yang berbeda mengenai hadis nabi Muhammad Saw:


 خُلُوف فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ رواه أحمد


Artinya: “Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari pada wangi misik.” diriwayatkan oleh Ahmad.


Penulis tidak akan menjelaskan secara rinci landasan para ulama dalam memutuskan hukum ini, tetapi secara umum perbedaan pendapat terletak pada ‘waktu’ bersiwak/menggosok gigi.
 

Di kalangan mazhab Syafi’i, ada dua pendapat. Pertama, orang yang bersiwak setelah waktu zuhur (zawal) hukumnya makruh. Kedua, bersiwak setelah zawal, tidak makruh, pendapat Imam Nawawi (w. 676 H). Dalam hal ini, Syekh Ali Jum’ah Mufti Besar Mesir memberikan fatwa tentang hukum menggosok gigi saat puasa:


فإن كان الصائم يتعامل مع الناس فإن الأَفضل له أن يغير رائحة فمه ولو بعد الزوال؛ توقِّيًا من تَأَذِّيهم برائحته؛ لأن درء المفاسد مقدَّمٌ على جلب المصالح وكذلك الحال في استعمال المعجون وفرشاة الأسنان في نهار رمضان، بشرط أن ينقِّيَ الفمَ بالماء جيدًا من آثار المعجون حتى لا تتسرب مادته إلى الحلق


Artinya: “Jika orang yang berpuasa berhubungan dengan orang lain, lebih baik dia mengubah bau mulutnya, bahkan setelah tengah hari. Untuk mencegah mereka dirugikan oleh baunya; Karena mencegah keburukan lebih diutamakan daripada mendatangkan manfaat. Begitu pula dengan penggunaan pasta gigi dan sikat gigi pada siang hari di bulan Ramadhan, dengan syarat mulut dibersihkan secara menyeluruh dengan air dari bekas pasta gigi tersebut agar zatnya tidak bocor ke tenggorokan.”  (Dar al-Ifta’ No 258.)


Meski ada perbedaan pendapat antara makruh dan tidak, Syekh Ali Jum’ah memberi penengah bahwa hukum menggosok gigi bisa ditinjau sesuai kondisi. Ketika berinteraksi dengan banyak orang, maka kapan pun harus menjaga membersihkan mulut. Dengan catatan, sesuatu yang digunakan gosok gigi tidak sampai tertelan sehingga bisa membatalkan puasa


Menggunakan Lip Balm saat Puasa


Ketika berinteraksi dengan khalayak umum, sangat dimungkinkan kita akan sering berbicara maupun beraktivitas di luar ruangan. Sehingga mengakibatkan bibir menjadi kering, terlebih kita dalam kondisi berpuasa. Pelembab bibir umumnya digunakan di sekitar bibir, tidak sampai masuk ke dalam mulut, lalu bagaimana aturan fikihnya untuk orang yang berpuasa?


Dalam aturan fikih puasa, hal yang membatalkan puasa ialah masuknya benda pada lubang tubuh yang terbuka, misalnya mulut, hidung, dan telinga. Dalam fathul qorib disebutkan: 


ما وصل عمداً إلى الجوف المنفتح


Artinya: “Apa yang secara sengaja mencapai/masuk rongga terbuka.


Sehingga benda yang masuk ke dalam rongga terbuka di tubuh manusia, otomatis membatalkan puasa. Penggunaan lip balm difungsikan untuk pelembab bibir. Bagi orang yang berpuasa, bibir kering atau pecah disebabkan beberapa hal. Seperti kekurangan cairan sebab ketika berbuka atau sahur kurang mengonsumsi air putih. Bisa juga karena perubahan cuaca tidak menentu, terlalu sering menjilat bibir justru membuat bibir kering, dan juga bisa karena dehidrasi ringan.


Lip balm bisa digunakan siapa saja, baik lelaki atau wanita. Jenis kosmetik berbentuk semi padat atau dalam bentuk batang ini menjadi salah satu solusi ketika bibir sedang kering atau pecah-pecah. Bahan dasarnya pun bermacam-macam, baik dari bahan alami maupun kimiawi.


Tidak ada perbedaan pendapat dalam kebolehan menggunakan lip balm. Termasuk apa yang difatwakan oleh Syekh Ali Jum’ah:


وأما حكم زبدة الكاكاو فهي أيضًا في حكم الادِّهان؛ لا تفسد الصوم ما لم تبتلع بل تشربتها الشفاه


Artinya: “Adapun hukum mentega coklat (cocoa butter) berlaku juga pada minyak oles . Tidak membatalkan puasanya kecuali jika ditelan, melainkan diserap oleh bibir.” 


Jadi asalkan sesuatu yang dioleskan pada bibir itu tidak tertelan masuk ke dalam tenggorokan, maka puasa tidak batal. Tetapi sebaliknya, jika tertelan maka batal. 


Bisa diambil kesimpulan bahwa menggosok gigi maupun menggunakan lip balm dan sejenisnya tidaklah membatalkan puasa. Dengan batasan, apa saja yang digunakan tersebut tidak sampai tertelan ke dalam tenggorokan orang yang berpuasa. Semoga bermanfaat.


​​​​​​​*Alumnus Ma’had Aly Tebuireng Jombang


Keislaman Terbaru