• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Senin, 29 April 2024

Keislaman

Menjual Kulit dan Kepala Hewan Kurban Haram?

Menjual Kulit dan Kepala Hewan Kurban Haram?
Ilustrasi proses pengurusan hewan kurban. (Foto: NU Online)
Ilustrasi proses pengurusan hewan kurban. (Foto: NU Online)

Di sebagian daerah saat perayaan Idul Adha atau hari raya kurban tak jarang kulit atau pun kepala hewan kurban dijual. Di antara penyebabnya karena tidak adanya kesempatan untuk mengurus hingga mengolah kulit atau kepala hewan kurban.   

 

Sebagian motif lainnya ialah untuk menghemat biaya operasional sehingga hasil penjualan kulit ataupun kepala hewan kurban tersebut dibuat pembiayaan pengerjaan kurban ataupun dibuat untuk membayar tukang jagal.

 

Terkait hal ini, Imam Nawawi mengatakan, berbagai macam teks redaksional dalam mazhab Syafi'i menyatakan bahwa menjual hewan kurban yang meliputi daging, kulit, tanduk, dan rambut, semuanya dilarang. Meski dijadikan sebagai upah para penjagal sekalipun menjual hal dimaksud tetap dilarang.

 

واتفقت نصوص الشافعي والاصحاب على انه لا يجوز بيع شئ من الهدي والاضحية نذرا  كان أو تطوعا سواء في ذلك اللحم والشحم والجلد والقرن والصوف وغيره ولا يجوز جعل الجلد وغيره اجرة للجزار بل يتصدق به المضحي والمهدي أو يتخذ منه ما ينتفع بعينه كسقاء أو دلو أو خف وغير ذلك

 

Artinya: “Beragam redaksi tekstual madzhab Syafi'i dan para pengikutnya mengatakan, tidak boleh menjual apapun dari hadiah (al-hadyu) haji maupun kurban baik berupa nadzar atau yang sunah. (Pelarangan itu) baik berupa daging, lemak, tanduk, rambut dan sebagainya.

 

Dan juga dilarang menjadikan kulit dan sebagainya itu untuk upah bagi tukang jagal. Akan tetapi (yang diperbolehkan) adalah seorang yang berkurban dan orang yang berhadiah menyedekahkannya atau juga boleh mengambilnya dengan dimanfaatkan barangnya, seperti dibuat untuk kantung air atau timba, muzah (sejenis sepatu) dan sebagainya. (Lihat: Imam Nawawi, Al-Majmu', Maktabah Al-Irsyad, juz 8, hal. 397).

 

Jika terpaksa tidak ada yang mau memakan kulit tersebut, bisa dimanfaatkan untuk hal-hal lain seperti dibuat terbang, bedug, dan lain sebagainya. Itupun jika tidak dari kurban nadzar. Kalau kurban nadzar atau kurban wajib harus diberikan ke orang lain sebagaimana diungkapkan oleh Imam As-Syarbini dalam kitab Al-Iqna'.

 

Menyikapi hal ini, panitia bisa memotong-motong kulit tersebut lalu dicampur dengan daging sehingga semuanya terdistribusikan kepada masyarakat. Bagi orang yang kurang mampu, kulit bisa dimanfaatkan untuk konsumsi lebih.

 

Akibat dari menjual kulit dan kepala hewan sebagaimana yang berlaku, bisa menjadikan kurban tersebut tidak sah. Artinya, hewan yang disembelih pada hari raya kurban hanya menjadi sembelihan biasa, orang yang berkurban tidak mendapat fadlilah pahala berkurban sebagaimana sabda Rasulullah SAW.

 

من باع جلد أضحيته فلا أضحية له) أي لا يحصل له الثواب الموعود للمضحي على أضحيته

 

Artinya: “Barangsiapa yang menjual kulit kurbannya, maka tidak ada kurban bagi dirinya. Artinya dia tidak mendapat pahala yang dijanjikan kepada orang yang berkurban atas pengorbanannya.” (HR Hakim dalam kitab Faidhul Qadir, Maktabah Syamilah, juz 6, hal. 121).

 

Apabila sudah terlanjur, karena jual belinya tidak sah, maka perlu ditelaah lebih lanjut. Apabila pembeli adalah orang yang sebenarnya tidak berhak menerima kurban, pembeli seperti ini harus mengembalikan lagi kulit atau kepala hewan kurban yang telah ia beli, sementara uang juga ditarik. Jika terlanjur dimakan, ia harus membelikan kulit atau kepala hewan pengganti untuk kemudian dikembalikan.

 

Apabila yang membeli adalah orang yang sebenarnya berhak, ia cukup dikembalikan uangnya dan daging yang ia terima merupakan daging sedekah.

 

Adapun masalah operasional panitia, jika mengambil jalan paling selamat tanpa 'hilah' transaksional adalah dengan cara bagi siapa saja yang ingin berkurban melalui panitia, diwajibkan menyerahkan sejumlah uang untuk biaya operasional termasuk membayar tukang jagal, biaya plastik dan sebagainya.

 

Tukang jagal juga berhak menerima kurban sebagaimana biasa, namun bukan atas nama mereka sebagai tukang jagal, tetapi sebagai mustahiq (orang yang berhak menerima). Jadi jika atas nama mustahiq, sudah semestinya ia mendapatkan jatah sebagaimana lazimnya, tidak lebih.
 

Artikel diambil dari: Hukum Jual Kulit Hewan Kurban

 

Daging yang diberikan atas nama mustahiq ini diterimakan setelah mereka para penjagal sudah menerima upah jagal. Ini jalan yang paling hati-hati. Wallahu a'lam.


Keislaman Terbaru