• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 19 April 2024

Matraman

Kiai Syafii Wakil Rais NU Ponorogo Raih Gelar Doktor, Ini Disertasinya

Kiai Syafii Wakil Rais NU Ponorogo Raih Gelar Doktor, Ini Disertasinya
Wakil Rais PCNU Ponorogo Kiai Ahmad Syafii Sulaiman Jamrozi. (Foto: NOJ/ Husnul Khotimah)
Wakil Rais PCNU Ponorogo Kiai Ahmad Syafii Sulaiman Jamrozi. (Foto: NOJ/ Husnul Khotimah)

Ponorogo, NU Online Jatim

Belajar tidak mengenal berhenti. Dari setiap perjalanan kehidupan, tidak ada yang tidak mungkin selama usaha dan doa selalu mengiringi. Maka, kader NU harus memperkaya wawasan untuk memecahkan problematika zaman.


Motto itulah yang terpatri pada sosok Wakil Rais Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Ponorogo Kiai Ahmad Syafii Sulaiman Jamrozi. Hingga akhirnya, ia dapat menyelesaikan pendidikan hingga tingkat doktor. 


"Alhamdulillah, saya sangat bersyukur dapat menyelesaikan disertasi di progam doktoral (S-3) beasiswa LPDP Kementerian Keuangan RI ini," ungkap Kiai Syafii kepada NU Online Jatim, Jumat (17/12/2021).


Pendidikan doktoralnya itu ia tempuh di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta sejak tahun 2016. Sebelummnya, pengurus Pondok Pesantren Ainul Ulum ini menempuh pendidikan S1 di STAIN Ponorogo, dan S-2 di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga konsentrasi Hukum Islam.


Aktivitas sehari-hari yang padat tidak membuatnya berhenti menuntut ilmu. Semangatnya sangat luar biasa, terutama saat penyusunan disertasinya yang berjudul ‘Penguasaan, Kepemilikan dan Konsep At-Tamim: Diskursus Agraria dalam Perspektif Modern Hukum Islam.


"Saya mengambil judul ini karena saya tertarik dengan hasil Konferensi Besar NU yang digelar di Lombok, yang membahas persoalan stategis negara, di antaranya mengenai distribusi lahan tersebut," jelasnya.


Adapun kajian yang dibahas pria kelahiran Blitar 16 Agustus 1979  itu meliputi, Pertama, konsep hubungan hukum antara negara dan tanah, serta fitur sistem penguasaan dan  kepemilikan tanah. Kedua, dinamika penguasaan negara atas tanah (sumber daya agraria).


Ketiga, implikasi otoritas penguasaan negara atas tanah. Dan keempat, konsep kebijakan at-ta’mim dan formulasi nalar kepentingan umum yang ideal sebagai basis moral kebijakan publik di bidang agraria.


"Dalam menyusun disertasi ini saya membutuhkan 1,5 tahun. Karena kajian ini harus kaya akan referensi yang awalnya saya tulis sebanyak seribu halaman, akhirnya harus lebih ringkas menjadi 618 halaman termasuk daftar pustaka dan biografi," kata Kiai Syafii.


Temuan atas Disertasinya
Disebutkan, disertasi tersebut menghasilkan sejumlah temuan penting. Pertama, dalam perspektif hukum Islam, hubungan hukum antara negara dengan tanah (sumber daya agraria) mewujud dalam bentuk hubungan penguasaan dan bukan hubungan kepemilikan. 


Adapun fitur konsep penguasaan dan kepemilikan tanah dalam perspektif hukum Islam bersifat komunalistik-religus, yang penguasaannya ada pada kendali otoritas negara sebagai representasi dari kepentingan publik. 


“Tentu dengan menambahkan bobot dan nilai spiritualitas dan moralitas agama sebagai pembeda dari sistem kepemilikan paham sosialisme sekuler,” terang Wakil Rektor 1 IAI Insuri Ponorogo ini.


Kedua, dinamika penguasaan tanah oleh negara dalam hukum Islam bermula pada saat Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Sedang komunitas Muslim mewujud menjadi sebuah negara dalam wilayah religiopolitik yang plural, yaitu Negara Madinah. 


Menurutnya, penguasaan negara atas tanah ini pada umumnya melalui kegiatan dakwah yang terewejantahkan dalam wujud ekspansi wilayah dakwah, baik melalui jalan damai dengan perjanjian maupun melalui misi militeristik dengan jalan peperangan. 


“Perluasan wilayah dakwah ini pada gilirannya menyisakan implikasi-implikasi lain di luar implikasi agama, semisal implikasi sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang notabene merupakan fakta yang tidak bisa terelakkan yang harus dihadapi umat Islam pada saat itu,” jelasnya.


Ketiga, implikasi logis dari konsep otoritas penguasaan negara atas tanah telah memposisikan negara sebagai representasi institusi publik yang memiliki berbagai otoritas terhadap tanah. 


Yakni meliputi, otoritas penguasaan negara atas tanah, otoritas pelimpahan hak penguasaan negara kepada pihak lain, otoritas pengelolaan tanah oleh Negara, dan otoritas pembatasan bahkan pencabutan hak kepemilikan individu atas tanah.
 


Keempat, konsep at-tamim pada dasarnya merupakan konsekuensi logis dari konsepsi Islam tentang kepemilikan harta. Konsepsi ini telah memberi ruang bagi penguasa atau pemerintah untuk mengisi kekosongan hukum dengan membuat regulasi kebijakan intervensi negara atas kepemilikan tanah individu. 


“Intervensi ini bisa berupa kebijakan at-tamim atas dasar prinsip merealisasikan kepentingan umum,” tandasnya.


Matraman Terbaru