Pasangan Muda NU di Nganjuk Tekuni Usaha Shuttlecock, Raup Omzet Puluhan Juta
Ahad, 29 Mei 2022 | 12:00 WIB

Muhammad Agus Budiono dan Dewi Rohmah Arifani, pasangan muda NU di Nganjuk yang menekuni usaha shuttlecock. (Foto: NOJ/ Haafidh NS Yusuf)
Haafidh Nur Siddiq Yusuf
Kontributor
Nganjuk, NU Online Jatim
Puluhan warga di Desa Sumengko, Kecamatan Sukomoro, Nganjuk tampak sibuk bekerja di depan rumah, mulai dari menjemur bulu entok, memotong bulu, mengelem, hingga menjadikannya shuttlecock atau kok. Daerah tersebut memang terkenal dengan industri rumahan kok dan sudah dikenal luas hingga seantero Indonesia.
Salah satu pengusaha kok di kota angin tersebut adalah pasangan suami istri Muhammad Agus Budiono dan Dewi Rohmah Arifani. Keduanya merupakan aktivis Nahdlatul Ulama setempat. Agus adalah Sekretaris Pimpinan Ranting (PR) GP Ansor Sumengko, sementara Dewi merupakan Ketua PR Fatayat NU di desanya.
Agus menceritakan, industri bernama UD Timbul Jaya di rumahnya tersebut sudah turun temurun dari keluarga. Kendati demikian, ia dan istrinya tetap harus melakukan pembaruan, seperti perubahan jam kerja karyawan, peningkatan jumlah produksi, dan proses marketing.
"Saya tertarik menjalani usaha ini karena kami berdua (Agus dan Dewi) adalah mantan atlit bulu tangkis," ungkapnya kepada NU Online Jatim, Sabtu (29/05/2022).
Ia mengatakan, menggapai kesuksesan memang tidaklah mudah. Pasalnya saat ini stok untuk bulu entok sebagai bahan baku kok di wilayah Kabupaten Nganjuk terkadang sulit didapat, belum lagi cuaca yang kurang mendukung.
Menyiasati kondisi ini, Agus tidak kehilangan akal. Melalui koleganya pemasok bahan baku di banyak tempat stok bulu entok mampu ia peroleh, bahkan tak jarang Agus mengimpor bulu-bulu entok tersebut dari Taiwan.
"Ya, itu karena kita menjaga kualitas produk, utamanya bahan baku. Bulu kan punya kualifikasi khusus untuk standar bulu tangkis Internasional," sambungnya.
Sementara itu, Dewi menjelaskan jika industri rumahan di daerahnya masih banyak membutuhkan tenaga kerja. Apalagi saat musim turnamen, penjualan kok meningkat drastis hingga harus merekrut tetangga untuk bekerja.
"Harga per slop shuttlecock paling murah mulai dari Rp20 ribu, tergantung kebutuhan pembeli," tutur alumnus Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta itu.
Kini, pasangan muda itu mulai memetik hasil jerih payah yang dibangunnya. Dalam satu bulan, UD Timbul Jaya mampu meraup omzet Rp20 juta hingga Rp50 juta untuk kategori skala usaha mikro.
“Kalau mau usaha itu modalnya niat yang kuat. Jangan takut memulai, semuanya butuh perjuangan ditambah doa, shalawat dan shadaqah untuk lebih memperlancar urusan kita,” pungkas Dewi.
Terpopuler
1
Lafal Doa Akhir dan Awal Tahun dalam Kitab Kanzun Najah was Surur
2
Khutbah Jumat: 2 Amalan yang Sangat Dianjurkan di Bulan Muharram
3
Anjuran Minum Susu Putih di 1 Muharram, Ini Doa dan Maknanya
4
Memasuki Bulan Muharram, Ini 12 Amalan yang Hendaknya Dilaksanakan
5
Khidmat dan Haru, MI At-Taqwa Bondowoso Wisuda 290 Santri
6
LF PBNU dan LBM PBNU Gelar Pra-Bahtsul Masail di Situbondo
Terkini
Lihat Semua