• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Rabu, 24 April 2024

Opini

Satu Abad NU; Menyemai Fiqih Peradaban dan Islam Nusantara

Satu Abad NU; Menyemai Fiqih Peradaban dan Islam Nusantara
Salah satu kegiatan halaqah fiqih peradaban yang digelar jelang 1 abad NU. (Foto: NOJ)
Salah satu kegiatan halaqah fiqih peradaban yang digelar jelang 1 abad NU. (Foto: NOJ)

Oleh: Asmawi Mahfudz

 

Tema fiqih peradaban dan Islam Nusantara sekarang menjadi viral karena digunakan oleh Nahdlatul Ulama sebagai rangkaian peringatan hari lahir 1 abad. Dilihat dari kacamata sejarah perkembangan fiqih, istilah fiqih peradaban dapat disejajarkan dengan tema-tema pembaruan hukum Islam yang lain. Di antaranya fiqih sosial dari KH MA Sahal Mahfudh dan KH Ali Yafie ketika memberikan ide pembaruan fiqih yang lebih berpihak kepada aspek sosiologis.


Demikian pula fiqih keindonesiaan oleh Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy yang berusaha membumikan dan mendialogkan hukum Islam dalam wacana hukum adat Indonesia, fiqih kebangsaan yang membahas aspek berbangsa dan bernegara. Juga fiqih Nusantara yang mengkaji tentang karakteristik dari hukum Islam Indonesia, fiqih kewarisan bilateral oleh Hazairin yang mencoba mensinergikan kewarisan Islam dan adat, dan tema-tema lain sekitar pembaruan fiqih atau hukum Islam.


Tetapi kemudian term fiqih peradaban ini nampaknya digunakan dalam makna yang lebih luas, tidak hanya dilihat dari perspektif hukum Islam saja. Ini dapat dilihat dari beberapa tema yang dijadikan obyek kajian dalam halaqah fiqih peradaban. Di antaranya tentang diskusi politik, ekonomi, hukum, wawasan kebangsaan, keagamaan, hak asasi manusia, kaum minoritas, aspek gender, pesantren, pendidikan, dan lain-lain.


Berarti semua aspek tatanan sosial kehidupan manusia menjadi wilayah kajian dari fiqih peradaban. Maka di sini dapat diartikan bahwa fiqih peradaban adalah sebuah kajian tentang tata sosial kehidupan manusia di dunia dalam berbagai aspeknya. Dengan pengertian seperti itu, NU sebagai sahibul hajat mempunyai cita-cita untuk memperluas cakupan diskusi dalam wacana pembaruan yang biasanya digarap oleh institusi keagamaan Islam.


Memang sejak dulu, tradisi pembaruan yang digelorakan oleh para mujaddid (pembaharu) berangkat dari sebuah keprihatinan terhadap masalah sosial kemasyarakatan yang ada di sekitarnya. KH M Hasyim Asy'ari, KH Abd Wahab Chasbullah, KH Bisri Syansuri bersama kiai lain sebagai pendiri NU mempunyai rasa keprihatinan terhadap kondisi sosial keagamaan masyarakat Indonesia saat itu, yakni kolonialisme, polithiesme, wahabisme,  akhlak mayarakat, ekonomi dan lain sebagainya. Sehingga, lahirlah organisasi NU yang sekarang berumur 1 abad, sebagai institusi yang mengorganisir para pejuang Islam Nusantara (ulama) untuk menyatukan tekad memperjuangkan masyarakat, terutama muslim di Nusantara. Sehingga, dari pembaruan para ulama NU, pemberdayaan muslim di Nusantara masih tetap istikamah, sesuai dengan idealisme para pendirinya.


Kembali ke tema fiqih peradaban sebagai sebuah tema satu abad NU, ini juga dilatar belakangi oleh beberapa hal. Di antaranya, NU dengan kebesarannya ingin tampil sebagai mujaddid dengan wilayah garapan yang lebih luas. Tidak hanya wilayah Nusantara, tetapi ke seluruh dunia di muka bumi. Supaya nilai kemanfaatan yang dihasilkan dari gerakan-gerakan NU tidak hanya dimanfaatkan oleh masyarakat muslim di Indonesia, tetapi juga menjadi rujukan masyarakat di seluruh dunia.


Dilihat dari program-program NU sejak Muktamar NU di Jombang, memang aksentuasi tema adalah Islam Nusantara, dan ini dinilai berhasil. Artinya, Islam Nusantara sebagai referensi tema kajian dalam aktualisasi programnya telah disosialisasikan dan dilaksanakan dengan baik. Ini terbukti dengan banyaknya kajian yang dilakukan pemikir NU sendiri atau orang luar terhadap tema Islam Nusantara. Baik tema tentang politik, hukum, ekonomi, sosial budaya dan sebagainya. Maka, dengan mengambil tema fiqih peradaban, dari sisi geografis wilayah garapan pembaruan NU akan lebih luas sesuai dengan diutusnya Rasulullah SAW: Wama arsalnaka illa rahmatan lil'alamin, bahwa tidaklah Kami mengutus kamu Muhammad melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.


Dari sisi teologis, fiqih peradaban menemukan momentumnya karena mendapatkan landasan dasar dari Al-Qur’an. Demikian juga dari sisi hadits Nabi SAW sebagaimana diriwayatkan Abu Dawud: Innallaha yab’atsu li hadhihi al-ummat ala ra’si miati sanatin man yujaddidu laha dinaha (sesungguhnya Allah akan mengutus untuk umat ini di setiap akhir seratus tahun, seseorang yang memperbaiki urusan agamanya). Dari hadits ini dipahami bahwa di setiap abad atau masa tertentu, Allah akan mengirim utusan-Nya untuk melakukan pembaruan terhadap berbagai urusan agama. Maka dari sisi sejarah pembaruan Islam, dapat dilihat mulai zaman Nabi, sahabat, tabiin, keemasan Islam, kemunduran, kebangkitan sampai sekarang selalu muncul berbagai gerakan perbaikan dan advokasi dalam pemberdayaan masyarakat, yang kemudian disebut dengan mujaddid. Yakni mereka yang melakukan gerakan perbaikan dan pembaruan terhadap masyarakat. Hal ini dilakukan dengan individual atau kelompok institusi sosial sebagaimana yang dilakukan oleh NU sejak berdirinya sampai sekarang.


Selain itu, NU sebagai organisasi mayoritas di Indonesia terbukti dapat menampilkan ajaran Islam yang dapat dijadikan teladan bagi negeri lain yang memang di dalamnya diajarkan Islam yang ramah, santun, hingga selalu dapat bersinergi dengan pemerintah. Bahkan Islam di Indonesia dapat menjadikan umatnya mengamalkan ajaran Islam, walaupun tidak menggunakan identitas Islam. Misalnya dalam masalah pendidikan Islam baik yang negeri atau yang swasta, mulai pendidikan usia dini sampai perguruan tinggi. Dilihat dari sisi kelembagaan, sekolah yang bernafaskan keagamaan, secara kuantitatif tidak ketinggalan dengan sekolah umum. Belum lagi dominasi pesantren dalam dakwah Islam di Indonesia menjadi aspek genuine tersendiri bagi pendidikan Islam di Indonesia yang patut ditiru oleh negara lain. Artinya, Islam Nusantara patut ditiru oleh bangsa lain di dunia ini sebagai Islam Ahlusunnah Waljamaah an-Nahdliyah.

     

Maknanya lagi, tema fiqih peradaban akan menjadikan NU sebagai organisasi Islam terbesar di dunia. Tidak hanya dalam sebutan, tetapi juga dalam bentuk struktur organisasi, sepak terjang pelaksanaan program, jaringan internasional, hingga peran kemanusiaan yang harus dikontribusikan oleh NU. Baik dalam bidang ekonomi, politik, perdamaian dunia, pendidikan, hukum, penelitian, sosial, budaya, hubungan antaragama, hak asasi, gender dan sebagainya.


NU dengan fiqih peradabannya dapat menjadi antitesa dari teori benturan peradaban, class civilization dari Samuel P Huntington yang dengan teorinya seolah mengelompokkan antara manusia timur dengan barat, Islam dan non-muslim. Dan hal tersebut sudah dibantah oleh banyak pemikir lain, yang dalam kenyataannya sekarang ajaran Islam, sebagaimana yang dijalankan oleh NU menjadi Islam kosmopolitan, yang sudah tidak ada lagi sekat antara Islam Indonesia dengan Islam di belahan dunia.


Maka, jika mau disimpulkan tentang fiqih peradaban, ada sejumlah catatan. Pertama, fiqih peradaban adalah kelanjutan dari Islam Nusantara dalam rangka aktualisasi Islam Ahlusunnah Waljamaah an-Nahdliyah. Kedua, menjadikan program NU yang tidak hanya berperan dalam masalah masyarakat bersifat regional-lokal, tetapi memperluas ke seluruh penjuru dunia. Ketiga, secara institusional, NU menjadi organisasi terbesar keagamaan di dunia, maka peran dan programnya juga harus mengglobal.


Keempat, NU dapat merespons masalah dinamika masyarakat sesuai tuntutan zaman. Misalnya, garapan tentang digitalisasi dalam menjalankan administrasi organisasi. Kelima, dengan cakupan program yang lebih luas, maka dinamika organisasinya juga akan semakin cepat. Mengingat Nahdliyin tidak lagi hanya masyarakat desa, tetapi menjangkau perkotaan bahkan tidak hanya Indonesia, tetapi juga belahan dunia. Inilah kemudian nanti NU diharapkan akan mengembalikan kejayaan Islam, golden age-nya. Wallahu a’lam bisshawab.


Asmawi Mahfudz adalah Pengajar di Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, Pengasuh Pesantren Al-Kamal dan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Blitar


Editor:

Opini Terbaru