• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 20 April 2024

Pustaka

Mengenal Sejarah Sumenep Tempo Dulu

Mengenal Sejarah Sumenep Tempo Dulu
Buku Sejarah Sumenep. (Foto: NOJ/ Firdausi)
Buku Sejarah Sumenep. (Foto: NOJ/ Firdausi)

Siapa yang tidak kenal dengan Asta Tinggi, tempat pemakaman Raja-Raja Sumenep di masa lalu. Makam yang berdiri sejak Abad ke XVI Masehi dan terletak di Desa Kebonagung, Kecamatan Kota, Sumenep, Jawa Timur ini selalu ramai dikunjungi peziarah dari berbagai daerah.


Bila berkunjung ke sana, selain mengenal raja-raja dan peninggalan kerajaan, para peziarah akan dimanjakan oleh panorama alam dan bangunan lama yang memiliki arsitektur menakjubkan sebagai adikarya yang tak ternilai.


Begitulah sepenggal deskripsi singkat tentang Asta Tinggi. Berbeda dengan buku ini yang sengaja dicetak untuk mengenalkan sejarah Sumenep di masa lalu. Buku ‘Sejarah Sumenep: Lintasan Sejarah Sumenep dan Asta Tinggi Beserta Tokoh di Dalamnya’ ini merupakan hasil penelitian Bindara Akhmad dalam mengulas perkembangan Sumenep dari masa ke masa.


Di balik keunikan dan keindahan Sumenep yang berjuluk Kota Keris, terdapat nilai-nilai filosofis tentang Keraton, Alun-alun, Masjid Agung dan Asta Tinggi. Kesemuanya menjadi bukti dari hasil pemikiran pini sepuh. Sehingga maha karya tersebut memberi gambaran pada generasi muda tentang kondisi kerajaan di masa lalu.


Keraton yang berada di posisi paling timur memiliki simbol bahwa manusia dilahirkan ke bumi (khalifah). Bergeser ke sebelah barat ada Alun-alun yang menunjukkan tempat seorang pemimpin bersama rakyat. Kemudian, tepat di sebelah barat Alun-alun ada Masjid Agung yang menandakan bentuk ketundukan manusia pada kekuasaan-Nya. Hingga Asta Tinggi yang letaknya di ujung barat, sebagai tempat akhir perjalanan kehidupan manusia setelah menjalankan tugasnya sebagai pemimpin dan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah.


Buku ini memberikan pengetahuan pada khalayak tentang sisi kehidupan, kebesaran, ketabahan, keikhlasan dan kepribadian para raja. Tujuannya agar masyarakat, khususnya generasi milenial, meneladani kegigihannya saat membangun Sumenep dulu.


Guna memanjakan pembaca, penulis mengupas sejarah Sumenep yang dikaji dari beberapa tahapan. Yaitu, asal usul nenek moyang, awal pemerintahan Sumenep, raja pertama Arya Wiraraja dan keturunannya, serta asal mula kata Kota Sumenep yang dikenal Songennep yang tercantum dalam Pararaton.


Secara etimologi, Song berarti relung, cekungan, lembah, sejuk dan rindang. Sedangkan Ennep berarti tenang. Dengan demikian, Songennep mempunyai makna, relung, lembah atau cekungan bekas endapan yang tenang. (Hal. 18)


Tak hanya itu, penulis membedah biografi raja yang dikebumikan di komplek pemakaman Asta Tinggi. Mulai dari Reden Mas Pangeran Anggadipa, Pangeran Panji Polang Jiwo (Raden Kaskiyan), Pangeran Wirosari (Pengeran Seppo), Pengeran Romo (Cokronegoro II), Pangeran Jimat atau Raden Ahmad (Cokronego III), Raden Ayu Dewi Rasmana (Raden Ayu Potre Koneng II), Raden Bindara Moh Saud, Pangeran Notokusumo I Asiruddin, Sultan Abdurrahman dan keturunannya, serta beberapa kerabat raja lainnya.


Lebih dalam, buku ini mengulas riwayat singkat dan sejarah ditemukannya makam Sayyid Yusuf bin Ali bin Abdillah Al-Hasani di Kepulauan Poteran atau Kecamatan Talango (salah satu nama kecamatan di Sumenep), profil Pangeran Diponegoro (Raden Mas Ontowiryo atau putra Sultan Hamengku Buwono III dari hasil perkawinannya dengan istri selir yang bernama Mangkorowati asal Bangkalan).


Diketahui pula, Bindara Akhmad dalam buku ini melengkapi datanya dengan mencantumkan nama-nama raja yang pernah memerintah Sumenep, foto-foto sejarah Sumenep dan Asta Tinggi, serta silsilah raja Sumenep.
 

Identitas Buku

Judul: Sejarah Sumenep; Lintasan Sejarah Sumenep dan Asta Tinggi Beserta Tokoh di Dalamnya
Penulis: Bindara Akhmad
Penerbit: Barokah
Tahun Terbit: Januari 2011
Tebal: 79 halaman
Peresensi: Firdausi, Ketua Lembaga Ta'lif wan-Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU) Sumenep.


Pustaka Terbaru