• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 3 Mei 2024

Tokoh

Sisi Lain Karamah dari Almaghfurlah KH Badri Mashduqi

Sisi Lain Karamah dari Almaghfurlah KH Badri Mashduqi
KH Badri Mashduqi memiliki karamah sebagai hamba pilihan. (Foto: NOJ/Saifullah)
KH Badri Mashduqi memiliki karamah sebagai hamba pilihan. (Foto: NOJ/Saifullah)

Oleh: Saifullah

 

KH Badri Mashduqi merupakan kelahiran Prenduan, Sumenep, 1 Juni 1942. Ayahnya bernama, Kiai Mashduqi yang dikenal sebagai wali rijalul ghaib. Sedang ibunya adalah Nyai Musarrah (Ny Hj Fatmah Mawardi), dikenal seorang pendidik, muqaddamah Tarekat Tijaniyah dan penulis syiiran Madura.


Kiprah KH Badri Mashduqi dalam dunia pendidikan, di antaranya adalah sebagai perintis Pondok Pesantren Badridduja, Kraksaan, Probolinggo.


Pengalaman di Nahdlatul Ulama dimulai menjadi Wakil Ketua Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Kraksaan di masa awal. Kemudian berlanjut sebagai Ketua Pimpinan Cabang (PC) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kraksaan. Berikutnya diamanahi sebagai Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kraksaan, Rais PCNU Kraksaan, hingga masuk jajaran Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur.


Karamah KH Badri Mashduqi

Sejak mondok di Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, Badri Mashduqi remaja sudah sering tampil mengisi acara pengajian di masyarakat. Hal tersebut tidak terlepas dari dukungan gurunya, KH Zaini Mun'im yang sangat perhatian kepada santri potensial, termasuk kelak berkiprah dalam kepengurusan NU.


Sebelum peristiwa Gerakan September Tiga Puluh yakni Gestapu PKI meletus pada tahun 1965, Ra Badri (panggilan akrabnya kala masih di Pesantren Nurul Jadid), diundang untuk mengisi pengajian yang diselenggarakan oleh Pengurus Ranting NU Plampang, Paiton.


Pada malam pelaksanaan pengajian, Ra Badri Mashduqi dijemput terlebih dulu di Pondok Pesantren Nurul Jadid dengan menggunakan sepeda pancal oleh Ahmad Misrani, selaku Pengurus Ranting NU Plampang. Baru saja Misrani memasuki pesantren, tiba-tiba hujun turun sangat lebat. Karena hujan teramat lebat, sementara pengajiannya semakin dekat, Misrani menyampaikan pada Lora Badri.


"Samangken baktona acara pengajian neng e Plampang, Ra (Sekarang ini sudah waktu acara pengajian di Plampang, Ra)," kata Misrani kepada Ra Badri Mashduqi.


"Engghi. Tore langsung berangkat pon (Ya. Marilah terus berangkat)," tegas Ra Badri.


Jadi, keduanya berangkat mengendarai sepeda pancal berpasangan menuju tempat acara pengajian di Plampang. Jarak tempuh berkendara dari Pesantren Nurul Jadid ke Desa Plampang diperkirakan 5 hingga 7 kilo meter. Sementara hujan lebat tidak kunjung reda sampai di tempat pengajian. Di atas sepeda saat berkendara, Ra Badri berada di belakang, sementara Misrani berada di depan yang menyetir sepedanya.


Anehnya, selama berkendara dalam keadaan hujan lebat, mulai pemberangkatan sampai tiba di tempat acara (Desa Plampang), Ra Badri dan Misrani sedikit pun tidak basah karena terkena air hujan.


Kisah tersebut diperoleh dari wawancara penulis dengan seorang Kiai As'ad (kelahiran tahun 1949), alumni Pondok Pesantren Nurul Jadid yang sekarang menetap di Desa Bucor, Pakuniran, Probolinggo. Kisah di atas menjadikan peristiwa tersendiri yang sulit dinalar tapi nyata. Inilah keistimewaan berupa karamah yang datang dari Allah SWT kepada hamba pilihan. Wallahu a'lam.

 

Saifullah adalah Ketua Syaikh Badri Institute (SBI)


Editor:

Tokoh Terbaru