• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 28 Maret 2024

Keislaman

Hukum Jasa Penukaran Uang Baru untuk Lebaran

Hukum Jasa Penukaran Uang Baru untuk Lebaran
Bagaimana hukum jasa penukaran uang baru untuk keperluan lebaran? (Foto: NOJ/OKy)
Bagaimana hukum jasa penukaran uang baru untuk keperluan lebaran? (Foto: NOJ/OKy)

Antrian demikian panjang terjadi di gedung Bank Indonesia Jawa Timur, Jalan Pahlawan Surabaya. Warga rela menyelakan waktu untuk mendapatkan pecahan uang baru selama Ramadhan ini yang tentu saja digunakan saat lebaran. Dan pada saat yang sama, penyedia jasa penukaran uang baru mulai menjamur di sejumlah kota di Jawa Timur. Masalahnya, bagaimana hukum jasa penukaran uang baru tersebut dalam pandangan syariat? 


Penyedia jasa penukaran uang di tepi jalan kerap kali muncul di akhir Ramadhan. Keberadaan mereka cukup membantu masyarakat yang membutuhkan jasa mereka. Praktik jasa penukaran uang ini menimbulkan polemik di masyarakat. Bahkan, sekelompok orang mengampanyekan bahwa praktik ini merupakan praktik riba yang dinilai lebih berat dosanya daripada zina. 


Masalah praktik penukaran uang ini cukup pelik. Praktik ini dapat dilihat dari dua sudut. Kalau yang dilihat dari praktik penukaran uang itu (ma'qud 'alaih) adalah uangnya, maka penukaran uang dengan kelebihan jumlah tertentu jelas haram karena praktik ini terbilang kategori riba. Tetapi kalau yang dilihat dari praktik penukaran uang ini (ma'qud 'alaih) adalah jasa orang yang menyediakan jasa, maka praktik penukaran uang dengan kelebihan tertentu mubah menurut syariat karena praktik ini terbilang kategori ijarah


Ijarah sebenarnya adalah sejenis jual-beli juga, hanya saja produknya adalah berupa jasa, bukan barang. Karena ijarah adalah sejenis jual beli, maka ia bukan termasuk kategori riba sebagai keterangan kitab Fathul Mujibil Qarib berikut ini: 


 والإجارة في الحقيقة بيع إلا أنها قابلة للتأقيت وأن المبيع فيها ليست عينا من الأعيان بل منفعة من المنافع إما منفعة عين وإما منفعة عمل 


Artinya: Ijarah (sewa) sebenarnya adalah jual-beli, hanya bedanya ijarah menerima pembatasan tempo. Produk pada ijarah bukan pada barang, tetapi manfaat (jasa) dari sebuah barang atau jasa dari sebuah tenaga (aktivitas). (Lihat KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo, Maktabatul As‘adiyyah: 2014 M/1434 H], cetakan pertama, halaman: 123). 


Perbedaan orang dalam memandang masalah ini muncul karena perbedaan mereka dalam memandang titik akad penukaran uang itu sendiri (ma'qud 'alaih). Sebagian orang memandang uang sebagai barang yang dipertukarkan. Sementara sebagian orang memandang jasa orang yang menyediakan jasa penukaran. Tetapi terkadang barang itu sendiri mengikut sebagai konsekuensi atas akad jasa tersebut sebagai keterangan Nihayatuz Zein berikut ini: 


 وقد تقع العين تبعا كما إذا استأجر امرأة للإرضاع فإنه جائز لورود النص والأصح أن المعقود عليه القيام بأمر الصبي من وضعه في حجر الرضيع وتلقيمه الثدي وعصره بقدر الحاجة وذلك هو الفعل واللبن يستحق تبعا 


Artinya: Barang terkadang mengikut sebagaimana bila seseorang menyewa seorang perempuan untuk menyusui anaknya, maka itu boleh berdasarkan nash Al-Qur’an. Yang paling shahih, titik akadnya terletak pada aktivitas mengasuh balita tersebut oleh seorang perempuan yang meletakannya di pangkuannya, menyuapinya dengan susu, dan memerahnya sesuai kebutuhan. Titik akadnya (ma'qud 'alaih) terletak pada aktivitas si perempuan. Sementara asi menjadi hak balita sebagai konsekuensi dari aktivitas pengasuhan. (Lihat: Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zein, [Bandung, PT Al-Maarif: tanpa catatan tahun], halaman: 259). 


Tarif yang harus dibayarkan pada penukaran uang di pinggir jalan adalah jasanya, bukan pada barangnya, yaitu uang. Pembayaran tarif pada jasa itu sendiri disebutkan dalam Al-Qur’an perihal perempuan sebagai penyedia jasa asi, bukan jual-beli asi seperti keterangan berikut ini: 


 قال الله تعالى: فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ علق الأجرة بفعل الإرضاع لا باللبن 


Artinya: Allah berfirman: Bila mereka telah menyusui anakmu, maka berikan upah kepada mereka,’ (Surat At-Thalaq ayat 6). Allah mengaitkan upah di situ dengan aktivitas menyusui, bukan pada asinya. (Lihat: Abu Bakar Al-Hishni, Kifayatul Akhyar, [Beirut, Darul Fikr: 1994 M/1414 H], juz I, halaman 249). 

 

Artikel diambil dariHukum Menukar Uang saat Lebaran

 

Soal tarif jasa penukaran uang ini memang tidak diatur di dalam fiqih. Tarif jasa disesuaikan dengan kesepakatan atau keridhaan antara kedua belah pihak. Kami menyarankan pemerintah untuk memberikan tarif referensi untuk jasa penukaran uang di tepi jalan mengingat praktik ini terus berulang setiap tahun. 


Keislaman Terbaru