Jamaah Indonesia Gemar Mengganti Nama Sepulang Haji, Ini Hukumnya
Sabtu, 6 Juli 2024 | 18:00 WIB
A Habiburrahman
Kontributor
Puncak haji telah usai, jamaah haji asal Indonesia berangsur-angsur kembali ke tanah air. Sambutan hari dan bahagia diberikan keluarga kepada para tamu Allah SWT yang telah menyempurnakan rukun Islam itu.
Ada kebisaan unik yang dilakukan jamaah haji ketika pulang ke Tanah Air. Selain gemar membawa oleh-oleh khas Arab Saudi para jamaah haji Indonesia juga gemar mengganti namanya dengan berbahasa Arab.
Bagaimana hukum mengganti nama dari yang ‘biasa’ menjadi bernuansa Arab? Karena nama baru ini biasanya dipilih yang bernuansa islami dan berbau Arab. Misalkan Abdul Rasyid atau Rasyidah sebagai nama pengganti Sugiarmo atau Supangati.
Hukum Mengganti Nama
Sebenarnya perubahan nama ini tidak harus dilakukan setelah menjalankan ibadah haji, bisa kapan saja waktunya. Akan tetapi sebagian masyarakat lebih senang menjadikan ibadah haji sebagai momentum perubahan nama. Dengan harapan meningkatkan semangat peribadatan.
Dalam pandangan fqih perubahan nama itu adakalanya wajib, sunah, dan atau mubah. Perubahan nama bisa menjadi wajib apabila nama yang selama ini digunakan terlarang (haram), seperti Abdusysyaithan (hamba setan), Abdul Ka’bah (hamba Ka'bah), atau sejenisnya.
Hukumnya juga bisa sunah apabila nama yang sudah ada itu makruh (dibenci), seperti nama Himar, Monyong, atau Pencor. Dan adakalanya hukumnya mubah apabila namanya itu tidak haram, juga tidak makruh semisal Sani, Midi, dan lain sebagainya.
Hal ini sebagaimana diterangkan dalam Tanwir al-Qulub sebagai berikut:
وَيَجِبُ تَغْيِيْرُ اْلأَسْمَاءِ الْمُحَرَّمَةِ وَيُسْتَحَبُّ تَغْيِيْرُ اْلأَسْمَاءِ الْمَكْرُوْهَةِ
Artinya: "Mengubah nama-nama yang haram itu hukumnya wajib, dan nama-nama yang makruh hukumnya sunah."
Demikian juga disebutkan dalam Hasyiyah al-Bajuri berikut ini:
وَيُسَنُّ أَنْ يُحَسِّنَ اسْمَهُ لِخَبَرِ أَنَّكُمْ تُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِأَسْمَائِكُمْ وَأَسْمَاءِ أَبَائِكُمْ فَحَسِّنُوْا أَسْمَائَكُمْ إِلَى أَنْ قَالَ: وَتُكْرَهُ اْلأَسْمَاءُ الْقَبِيْحَةُ كَحِمَارٍ وَكُلِّ مَا يُتَطَيَّرُنَفْيُهُ أَوْ إِثْبَاتُهُ وَتَحْرُمُ التَّسْمِيَّةُ بِعَبْدِ الْكَعْبَةِ أَوْ عَبْدِ الْحَسَنِ أَوْ عَبْدِ عَلِيٍّ وَيَجِبُ تَغْيِيْرُ اْلاسْمِ الْحَرَامِ عَلَى اْلأَقْرَبِ لِأَنَّهُ مِنْ إِزَالَةِ الْمُنْكَرِ وَإِنْ تَرَدَّدَ الرَّحْمَانِيُّ فِيْوُجُوْبِهِ وَنَدْبِهِ
Artinya: "Dan disunahkan memperbagus nama sesuai dengan hadits: Kamu sekalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama-nama kalian dan nama-nama bapak kalian, maka perbaguskanlah nama-nama kalian. Dimakruhkan nama-nama yang berarti jelek, seperti himar (keledai) dan setiap nama yang diprasangka buruk (tathayyur) penafian atau penetapannya. Haram menamai dengan Abdul Ka’bah, Abdul Hasan atau Abdu Ali (Hamba Ka’bah, Hamba Hasan atau Hamba Ali). Menurut pendapat yang lebib benar, wajib mengubah nama yang haram, karena berarti menghilangkan kemungkaran, walaupun al-Rahmani ragu-ragu apakah mengubah nama demikian, wajib atau sunah."
Pandangan ini diambil dari Ahkamul Fuqaha, Keputusan Muktamar ke-8 di Jakarta 12 Muharram 1352 H.
Terpopuler
1
Konflik Iran-Israel, Gus Nadir Serukan Kembali Memanusiakan Kemanusiaan
2
PCNU Nganjuk Apresiasi 7 Kader Lolos Beasiswa Keagamaan PWNU Jatim
3
GP Ansor Jatim Dukung Kegiatan Namen Ben Molong untuk Ketahanan Pangan
4
GP Ansor di Bangkalan Gerakkan Pertanian Mandiri Lewat Namen Semangka ben Molong Cabe
5
Unisma Gelar Wisuda ke-76, Dorong Alumni Ciptakan Lapangan Kerja
6
Resmi Dilantik, Fatayat NU Magetan Miliki Program Unggulan Mahabah
Terkini
Lihat Semua