Oleh: Rangga Sa’adillah SAP*)
Dalam perspektif pendidikan, kurikulum bukan sebuah produk yang saklek melainkan sebuah perangkat pendidikan yang mampu menjawab kebutuhan dan tantangan masyarakat. Makna dari perangkat pendidikan, dalam istilah kurikulum bisa berarti mata pelajaran, pendekatan pembelajaran, alokasi waktu, sampai pada evaluasi.
Dengan demikian, kurikulum bisa saja berubah sebab bisa jadi perangkat-perangkat kurikulum sudah tidak lagi relevan dengan kebutuhan dan tantangan masyarakat. Tetapi perubahan kurikulum sebaiknya berjarak secara periodic supaya bias mengukur efektivitas penerapan kurikulum dan mengevaluasi pelaksanaannya.
Dinamika Kurikulum Keaswajaan dan Persinggungan Kurikulum Nasional
Terkait dengan perubahan kurikulum, lebih khususnya kurikulum keaswajaan secara Nasional maupun dalam kancah provinsi (Jawa Timur) telah terjadi dinamika yang cukup lama. Dimulai pada tahun 1980 Ma’arif sebenarnya telah mempunyai Kurikulum Aswaja tetapi masih belum tersistematisasi menjadi buku ajar sehingga berjalan empat tahun berikutnya (1984) Ma’arif telah berhasil buku ajar mata pelajaran Aswaja dan Ke-NU-an.
Konsep prakarsa buku ajar ini adalah hasil rembug dari beberapa wilayah, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Lampung. Keberhasilan prakarsa pertama ini adalah mampu buku ajar mata pelajaran Aswaja dan Ke-NU-an tetapi sebenarnya secara makro perangkat kurikulum yang lain masih belum tersentuh seperti pendekatan pembelajaran, evaluasi, lebih-lebih sampai pada tujuan pembelajaran secara makro. Meski demikian tahap ini mampu menjadi pintu pembuka masuknya mata pelajaran Aswaja pada ranah sekolah formal.
Dinamika yang berikutnya ialah tindak lanjut dari Rakernas Pengurus Pusat Lembaga Pendidikan Ma’arif NU di Malang pada tahun 2002 dengan menghasilkan rekomendasi pembentukan Tim Revisi Kurikulum Aswaja dan Ke-NU-an. Selanjutnya gaung dari Rakernas tersebut menghasilkan Workshop Kurikulum Aswaja dan Ke-NU-an untuk Pendidikan Dasar dan Menengah yang diselenggarakan di Hotel Setiabudi Jakarta pada hari Sabtu, tanggal 23 Oktober 2004.
Rekomendasi dari Workshop tersebut ialah diferensiasi muatan materi buku ajar untuk masing-masing wilayah. Dengan demikian, setiap wilayah untuk meninjau ulang materi ajar dan mamperbaiki serta melengkapi sesuai dengan kebutuhan karakteristik pada wilayah masing-masing.
Rentang waktu dinamika kurikulum keaswajaan yang kedua (2002-2004) membuahkan hasil pada tahun 2006 dengan terbitnya SK Pengurus Pusat Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Nomor: 66/SK/VIII/2006 tentang Pemberlakuan Kurikulum Nasional Aswaja dan Ke-NU-an (KANU 2006), tepatnya sebenarnya tahun tersebut juga menjadi tahun pemberlakuan secara Nasional Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Tampaknya momen dinamika kurikulum keaswajaan yang beriringan dengan pemberlakuan KTSP juga hampir selaras.
Dinamika pergantian kurikulum keaswajaan terus berlanjut pada tahun 2013. Beriringan dengan momentum pergantian kurikulum Indonesia secara Nasional pada tahun 2013 yang dipandegani oleh Menteri Pendidikan Nasional era Presiden SBY, secara Nasional mengembangkan KTSP menjadi Kurikulum 2013 atau lebih akrab disebut K-13.
Dalam dinamika pergantian kurikulum tahun 2013 ini, kurikulum aswaja split dalam sub Sistem Kurikulum Pendidikan Nasional pada bidang Mata Pelajaran Muatan Lokal. Keberadaan K-13 secara Nasional menjadi wadah penopang kurikulum keaswajaan secara sah untuk diajarkan di sekolah bilamana sekolah tersebut merasa perlu menjadikannya sebagai muatan lokal.
Dinamika selanjutnya yang baru-baru ini terjadi ialah persinggungan kurikulum keaswajaan dengan Kurikulum Merdeka pada tahun 2022. Tidak membutuhkan waktu yang lama dalam merespons lahirnya Kurikulum Merdeka, PC Ma’arif Sidoarjo berkolaborasi dengan PC Aswaja NU Center Sidoarjo secara tanggap mengadaptasikan Kurikulum Keaswajaan tahun 2013 dengan elemen-elemen Kurikulum Merdeka yang ditetapkan oleh Pemerintah, seperti penyesuaian Fase dengan Kompetensi A sampai F dan pembuatan Modul pada setiap Fase.
Puncak dari adaptasi Kurikulum Keaswajaan dengan Kurikulum Merdeka telah terselesaikan pada satu hari menjelang Resepsi Puncak Harlah 1 Abad NU di Sidoarjo, tepatnya pada tanggal 6 Februari 2023.
Memerdekakan Kurikulum Keaswajaan
Lima dinamika pergantian Kurikulum Keaswaajaan yang terjadi pada rentang waktu 1984, 2002, 2004, 2013 dan 2022 menunjukkan bahwa Kurikulum Keaswajaan terbukti mampu beradaptasi dengan Kurikulum Nasional.
Adaptasi Kurikulum Keaswajaan yang terjadi sampai lima kali tersebut bila dicermati semakin lama semakin kohesif, artinya Kurikulum Keaswajaan semakin lama semakin kuat dan berkesempatan menjadi bagian dari Kurikulum Nasional –asalkan yang dimaksud bukan terbatasnya pada mata pelajaran Kurikulum Keaswajaan tetapi Kurikulum ini dipahami sebagai bagian dari perangkat pendidikan secara makro.
Kurikulum Merdeka telah memberikan ruang Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Ciri khas Kurikulum Merdeka kemudian disambut ramah oleh Kementerian Agama dengan diterbitkannya kebijakan berupa Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 347 Tahun 2022 tentang Pedoman Implementasi Kurikulum Merdeka pada Madrasah. Dalam KMA No. 347 tahun 2022 tersebut Profil Pelajar Pancasila kembali dikuatkan dan ditambah dengan Profil Pelajar Rahmatan Lil Alamin. Proyek ini diharapkan mampu mewujudkan wawasan, pemahaman, dan perilaku taffaquh fiddin sebagai mana kekhasan kompetensi keagamaan di madrasah, serta mampu berperan di tengah masyarakat sebagai sosok yang moderat, bermanfaat di tengah kehidupan masyarakat yang beragam serta berkontribusi aktif menjaga keutuhan dan kemulyaan negara dan bangsa Indonesia.
Kurikulum Keaswajaan harus merdeka seperti halnya nama kurikulum yang saat ini sedang berjalan di Indonesia adalah Kurikulum Merdeka. Kurikulum Keaswajaan bukan saat lagi menjadi maf’ul melainkan menjadi fa’il atau equilizer Kurikulum Nasional.
Kurikulum Keaswajaan memiliki perspektif yang moderat dan menjadi elemen penguatan kebangsaan. Esensi wasathiyah yang menjadi spirit dan ruh dalam Kurikulum Keaswajaan dalam menginstall peserta didik agar tidak menjadi generasi penerus bangsa yang khianat terhadap NKRI.
Kurikulum Keaswajaan yang merdeka adalah Kurikulum yang memuat lima komponen yakni: pertama, secara esensi kurikulum ini difokuskan pada mapel Keaswajaan yang terdiri dari empat elemen yakni akidah, ibadah, tarikh dan akhlak.
Kedua, kurikulum ini berjalan secara integratif dan secara sistematis berjenjang yakni mulai dari SD/MI, MTs/SMP, SMA/SMK hingga Perguruan Tinggi. Ketiga, secara sistematis mengadaptasi fase belajar peserta didik mulai dari Fase A hingga F dan tidak overlap antar fase atau overlap dengan Mapel Pendidikan Agama Islam.
Keempat, komprehensif yakni memadukan aspek kognitif, amaliyah, dan local wisdom. Dan yang terakhir, adalah metodik-fleksibel –artinya kurikulum ini dijalankan oleh guru yang kreatif dijalankan menggunakan metode-metode mutakhir serta
mengacu pada wawasan global untuk memperkuat literasi pada bidang keaswajaan.
*Wakil Ketua 1 STAI Taswirul Afkar Surabaya, Wakil Ketua Komite SDI Wahid Hasyim Sekardangan-Sidoarjo, dan Pengurus Aswaja NU Center PCNU Sidoarjo.