• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 19 Januari 2025

Opini

Libur Sekolah Saat Ramadhan, Perlukah?

Libur Sekolah Saat Ramadhan, Perlukah?
Ilustrasi siswa sekolah dasar. (Foto: NOJ/ Istimewa)
Ilustrasi siswa sekolah dasar. (Foto: NOJ/ Istimewa)

Oleh: Zainal Arifin*)

 

Wacana meliburkan sekolah selama bulan Ramadhan 2025 kembali mengemuka. Beberapa pihak berpendapat bahwa libur penuh akan memberikan kesempatan lebih bagi siswa untuk fokus beribadah. Namun, pandangan lain menegaskan bahwa penguatan nilai keagamaan tidak harus dilakukan dengan memisahkan pendidikan dan ibadah.

 

Pendidikan yang telah dilaksanakan selama ini justru mendorong integrasi keduanya. Dalam Profil Pelajar Pancasila, nilai-nilai agama merupakan bagian penting dari karakter yang diharapkan tumbuh dalam diri siswa. Bahkan, program baru dari Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dirjen Dikdasmen) yang memuat 7 Kebiasaan Anak Hebat juga mencakup kebiasaan beribadah.

 

Melihat hal itu, meliburkan sekolah selama Ramadhan berpotensi menciptakan jarak antara pendidikan formal dan pembiasaan nilai-nilai religius. Padahal, momen Ramadhan justru bisa dimanfaatkan untuk memperkuat pendidikan berbasis nilai-nilai agama. Misalnya, melalui kegiatan seperti pesantren kilat, kajian keagamaan, dan aktivitas sosial yang melibatkan siswa. Dengan begitu, siswa tetap dapat belajar di lingkungan yang mendukung sekaligus menjalankan ibadah dengan khidmat.

 

Selain itu, pendidikan juga memainkan peran penting dalam mendisiplinkan siswa untuk mengelola waktu antara belajar, beribadah, dan kegiatan lainnya. Jika siswa diliburkan selama satu bulan penuh, ada risiko mereka kehilangan rutinitas yang selama ini terbangun. Rutinitas ini penting untuk menjaga konsistensi belajar sekaligus menanamkan nilai kedisiplinan dan tanggung jawab.

 

Pemerintah seharusnya tidak memisahkan pendidikan dan ibadah selama Ramadhan, tetapi justru memperkuat keduanya melalui kebijakan yang saling mendukung. Misalnya, dengan memberikan fleksibilitas dalam jadwal sekolah, memperpendek jam belajar, atau mengintegrasikan kegiatan ibadah ke dalam proses pembelajaran. Langkah ini akan membantu siswa menjalani Ramadhan dengan penuh makna tanpa mengorbankan aspek pendidikan.

 

Dalam semangat profil pelajar Pancasila, siswa diharapkan mampu menjadi individu yang religius sekaligus berprestasi secara akademik. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan selama Ramadhan perlu dirancang secara bijak agar tujuan ini tercapai, tanpa menghilangkan esensi ibadah maupun pembelajaran.

 

Pendidikan dan Ibadah: Harmoni Tak Terpisahkan
Pemerintah tidak perlu memisahkan aktivitas pendidikan dan ibadah dengan meliburkan sekolah sepenuhnya selama Ramadhan. Hal ini bisa memberikan pesan yang salah, seolah-olah bulan Ramadhan hanya waktu untuk belajar pengetahuan agama dan bukan waktu untuk belajar pengetahuan umum. Justru, penguatan nilai-nilai agama dalam kerangka pendidikan formal akan lebih efektif.

 

Anggapan bahwa masuk sekolah selama Ramadhan mengurangi fokus siswa pada ibadah agama tidak memiliki dasar empiris. Belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa belajar di sekolah selama Ramadhan menurunkan motivasi beribadah. Sebaliknya, banyak siswa yang merasa lebih termotivasi menjalani ibadah karena suasana sekolah yang mendukung.

 

Dalam Social Cognitive Theory yang dikembangkan oleh Albert Bandura, lingkungan seperti sekolah dan peran guru sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku dan kemampuan siswa. Jika sekolah diliburkan penuh selama Ramadhan, lingkungan pendidikan menjadi pasif dan kehilangan peran sebagai stimulus yang membangun perilaku positif.

 

Lebih dari itu, meliburkan sekolah dapat melemahkan self-efficacy atau kepercayaan diri siswa untuk tetap produktif selama menghadapi tantangan fisik seperti rasa lapar dan haus saat berpuasa. Di sisi lain, aktivitas belajar di sekolah dapat membantu mereka mengelola energi dan waktu secara bijak selama Ramadhan.

 

Mencegah Dampak Negatif Waktu Liburan
Salah satu kekhawatiran terbesar orang tua selama Ramadhan adalah potensi waktu kosong jika siswa diliburkan penuh. Dalam era digital saat ini, waktu kosong sering kali diisi dengan penggunaan gawai yang tidak produktif. Studi empiris menunjukkan bahwa penggunaan teknologi secara berlebihan dapat memicu perasaan cemas, kesendirian, bahkan mengganggu kesejahteraan mental siswa.

 

Dengan melanjutkan aktivitas sekolah, siswa tetap memiliki rutinitas yang terarah. Mereka belajar mengatur waktu antara belajar, beribadah, dan beristirahat. Hal ini lebih efektif dalam membangun kedisiplinan dan tanggung jawab dibandingkan jika mereka dibiarkan tanpa panduan selama sebulan penuh.

 

Di era digital ini, kebijakan libur sekolah saat Ramadhan yang pernah diterapkan pada masa Presiden Gus Dur tidak lagi relevan. Kondisi saat ini jauh berbeda dengan hadirnya teknologi yang dapat merenggut perhatian anak dari aktivitas produktif.

 

Kesimpulan
Wacana meliburkan sekolah sepenuhnya selama Ramadhan perlu dipertimbangkan ulang. Integrasi pendidikan dan ibadah justru akan lebih efektif dalam menanamkan nilai keagamaan dan membentuk karakter siswa. Dengan tetap berlangsungnya aktivitas belajar, siswa akan lebih terarah untuk belajar dan beribadah, sehingga waktu mereka tidak terbuang sia-sia oleh pengaruh dunia digital.

 

*) Zainal Arifin, Ketua Lembaga Ta’lif wan-Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU) Kraksaan, sekaligus Divisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) Pengurus Pusat Majelis Terapis Nusantara (PP Mantra).


Opini Terbaru