• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 27 April 2024

Opini

Santri dan Pesantren Jadi Sapu Jagat Atasi Permasalahan Bangsa

Santri dan Pesantren Jadi Sapu Jagat Atasi Permasalahan Bangsa
Ilustrasi santri yang sedang membaca Al-Quran. (Foto: NOJ/ ISt)
Ilustrasi santri yang sedang membaca Al-Quran. (Foto: NOJ/ ISt)

Oleh: Mahdi Kherid *)

 

Teman saya, salah seorang direktur di sebuah perusahaan, mengeluhkan soal jauhnya sebagian besar anak-anak muda kita dari Agama dan Tuhan. Padahal, asas dalam Pancasila kita adalah Ketuhanan yang Maha Esa. Artinya, kita harus menjadikan Tuhan sebagai sumber keyakinan, serta tempat untuk kembali.


Pernah suatu ketika, dia menggelar kompetisi futsal antar SMA di Jawa Timur, yang diikuti setidaknya 32 sekolah. Dia merasa sedih karena meski mayoritas siswa tersebut beragama Islam, tapi sangat jarang sekali yang memenuhi mushala tempat pelaksanaan kompetisi digelar. Beberapa siswa yang memenuhi mushala untuk melaksanakan shalat, mayoritas adalah siswa yang datang dari SMA di lingkungan pesantren seperti dari SMA An Nur 2 Bululawang, Malang dan SMA Al Rifa’ie Gondanglegi, Malang.


Sedangkan dari SMA yang lain, mayoritas jarang ditemui di mushala. Meskipun penilaian ini hanya sekilas saja, dan tidak bisa kita generalisir, tapi apa yang dirasakan teman saya itu, bisa saja memotret kondisi sosial masyarakat kita saat ini.


Di tengah himpitan hidup yang begitu kencang, serta pergaulan yang begitu bebasnya, dan teknologi yang memudahkan orang berbuat apa saja, mengenal agama, tampaknya satu hal yang sering dikesampingkan oleh masyarakat kita. Begitu beruntungnya, mereka yang tetap mengenal agama, serta selalu mengenal Tuhan, di tengah kehidupan yang kata ulama begitu melalaikan ini.


Fenomena sosial akhir-akhir ini, belum lagi kita membahas soal judi online, sebuah aktivitas yang tentu saja itu menjauhkan orang dari agama dan Tuhannya. Ini karena judi adalah tindakan merusak dan dilarang oleh hampir semua agama, termasuk Islam.


Baru-baru ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan bahwa sebanyak 2,1 juta orang miskin Indonesia bermain judi online dengan taruhan di bawah Rp 100.000,-. Pelaku ini adalah orang dari golongan berpenghasilan rendah seperti buruh, petani, ibu rumah tangga, hingga mahasiswa.


PPATK juga menyebutkan, sejak 2017-2022, ada 156 juta transaksi senilai Rp 190 triliun yang dianalisis dari 887 jaringan bandar judi online. Hingga pertengahan 2023 sudah terakumulasi hingga Rp 200 triliun uang yang berputar di judi online.


Seorang teman penulis bercerita, judi adalah candu. Termasuk judi online. Celakanya, judi online bisa dilakukan dengan mudah, tanpa harus ada lawan secara langsung untuk bermain. Dulu, judi mungkin bisa terlaksana ketika ada empat orang berkumpul untuk bermain kartu, dan di situ terjadilah taruhan.


Tapi kini, dengan judi online, orang bisa mengakses kapanpun. Serta candunya, tidak kalah dahsyat dengan judi offline. Orang mungkin sudah kalah Rp 1 juta, tapi dengan kecanduan yang luar biasa, mereka kembali mempertaruhkan uang Rp 1 juta terakhirnya, di judi online. Dan tentu saja kita tahu apa yang akan terjadi setelahnya, orang itu habis tidak punya uang, dan rela pinjam uang hanya untuk bermain judi online lagi.


Sebenarnya para pelaku judi online sadar, bahwa belum pernah ada orang yang kaya karena judi online, tentu saja kecuali bandar dan pembuat aplikasi judi online. Inilah yang kita sebut sebagai daya ledak yang sangat berbahaya bagi pelaku judi online, yakni daya candunya sangat berbahaya, bahkan ada yang menyebut bahwa pelaku judi online akan berhenti ketika semuanya habis.


Ketika akhir-akhir ini pemerintah dengan gencar memberantas judi online, ini perlu kita dukung. Jangan sampai, generasi kita hancur semua karena daya ledak judi online yang begitu besar ini. Jika Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo berhasil memberantas judi online, sebagaimana yang beliau perintahkan, itu artinya Jokowi sudah berhasil berjihad menyelamatkan generasi bangsa kita.


Permasalahan judi online serta generasi yang jauh dari agama yang penulis paparkan di atas adalah sedikit dari banyaknya permasalahan yang menimpa generasi kita. Permasalahan lain misalnya soal narkoba, kesenjangan ekonomi, dekadensi moral, pornografi, dan aneka rupa permasalahan lainnya.


Banyaknya masalah sosial di atas, menurut hemat penulis, santri dan pesantren bisa menjadi sapu jagat alias solusi dari segala permasalahan tersebut. Pesantren yang sistem pendidikannya 24 jam, telah sukses mencetak pribadi yang tidak hanya pintar secara intelektual, juga luhur dalam budi pekerti.


Sikap kemandirian dan gotong royong, yang merupakan nilai-nilai luhur bangsa ini, sejatinya diajarkan dengan sangat baik di pesantren. Apalagi, akhir-akhir ini ada istilah generasi strawberry, yakni generasi yang super kreatif, enak dipandang, dan pintar bukan main, tapi memiliki kelemahan yakni generasi yang mudah layu (layaknya strawberry), serta kurang mempunyai daya juang.


Pesantren, yang mendidik santrinya dengan keteguhan serta kemandirian adalah solusi agar kita terhindar memiliki generasi strawberry. Terlebih, di pesantren kita selalu di tekankan bahwa tidak pernah ada kata pensiun dalam menjadi santri.


Itu artinya, memiliki akhlak baik, serta selalu bergantung kepada Allah SWT, dan senantiasa belajar untuk menjadi pribadi lebih baik adalah sikap yang harus dimiliki oleh santri. Dengan demikian, santri harus memproses dirinya menjadi yang lebih baik dari waktu ke waktu.


Akhir kata, selamat memperingati hari santri pada 22 Oktober 2023. Kita selalu yakin, santri dan pesantren adalah sapu jagat solusi atas segala permasalahan bangsa. Masalah akan selalu ada, tapi ketika kita tahu sapu jagat solusinya, semua akan baik-baik saja. Tetaplah ngaji, tetaplah menjadi santri.


*) Mahdi Kherid adalah Wakil Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Jawa Timur dan Kandidat Doktor dari Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq (KHAS) Jember.


Opini Terbaru