KH Abdurahman Wahid atau Gus Dur merupakan seorang intelektual sejati. Salah satu ciri yang melekat pada diri seorang intelektual adalah menulis. Tidak ada intelektual yang lahir tanpa mempunyai karya tulis. Maka penting mengenalkan Gus Dur sebagai sosok intelektual di abad ini, bukan hanya seorang wali yang dikeramatkan dan dicari barakahnya. Lebih dari itu Gus Dur adalah tipikal orang yang menuangkan pemikirannya melalui tulisan di berbagai media cetak kala itu.
Kompas adalah salah satu media di mana Gus Dur mengirimkan tulisan-tulisannya. Tulisan Gus Dur dalam rentang 1991-1999 telah dikumpulkan dan dicetak menjadi buku dengan judul ‘Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman, Warisan Pemikiran KH Abdurahman Wahid’. Secara spesifik tulisan dalam buku ini berisi pemikiran Gus Dur terkait agama, politik dan demokrasi. Maka buku ini sangat layak dibaca karena sesuai keadaan saat ini yang sedang dalam momen politik.
Soal agama, Gus Dur memberikan komentar terkait kondisi Islam di berbagai negara, seperti Malaysia, Turki, Sudan, Iran dan tentu di Indonesia sendiri. Di Indonesia, Gus Dur menyoroti hubungan antar umat beragama yang menurutnya mengalami cobaan dan ujian berat. Nampaknya persolan tersebut juga masih sangat relevan dengan keadaan saat ini.
Data longitudinal SETARA Institute (2007-2022) menunjukkan telah terjadi 573 gangguan terhadap peribadatan dan tempat ibadah dalam satu setengah dekade terakhir. Gangguan tersebut mencakup pembubaran dan penolakan peribadatan, penolakan tempat ibadah, intimidasi, perusakan, pembakaran, dan lain sebagainya. Seluruh gangguan tersebut menimpa kelompok minoritas, baik dalam relasi eksternal maupun internal agama.
Menurut Gus Dur semua pihak di kalangan muslim memikul tanggung jawab untuk menumbuhkan rasa memiliki terhadap semua warga bangsa. Karena dengan cara demikian Islam dapat tumbuh menjadi kekuatan pelindung bagi seluruh penduduk negeri ini secara keseluruhan.
Terkait politik, Gus Dur menceritakan ketika dirinya mengisi seminar di Monash University Australia, tentang perkembangan politik di Indonesia. Pada kesempatan itu Gus Dur mendapat pertanyaan apakah bisa non-muslim menjadi Presiden di Indonesia. Gus Dur dengan tegas menjawab, jika melihat Undang-Undang 1945 non-muslim dapat menjadi Presiden. Jawaban Gus Dur ini lantas digoreng di Indonesia dengan tuduhan Gus Dur antek non-muslim yang akan mencalonkan Benny Moerdani menjadi presiden.
Buku ini adalah warisan Gus Dur bagi kalangan masyarakat Indonesia saat ini untuk membangun Indonesia di masa yang akan datang. Isu-isu yang diangkat Gus Dur dalam buku ini jelas saat ini belum terselesaikan.
Sebagaimana contoh di atas, mayoritas akan keberatan jika dipimpin oleh lurah, bupati, gubernur, presiden dari kalangan non-muslim. Jangankan menjadi pemimpin negara, untuk membangun rumah ibadah saja akan sulit diterima warga mayoritas.
Sentimen keagamaan tidak hanya pada umat Islam, akan tetapi umat Islam juga sulit mendirikan masjid di wilayah minoritas muslim. Maka, semua umat beragama harus memupuk toleransi, karena menurut Gus Dur Indonesia bukan negara agama dan bukan juga negara sekuler. Indonesia bukan milik satu agama dan semua masyarakat berhak menjalankan ajaran agama yang diyakini.
Identitas Buku:
Judul buku: Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman
Penulis: KH Abdurahman Wahid
Penerbit: Kompas
Tahun terbit: 2010
Tebal: 180 halaman
ISBN: 978-979-709-459-1
Peresensi: Boy Ardiansyah, guru MI Miftahul Ulum Balongmacekan dan SMP Unggulan Al-Hidayah, Kecamatan Tarik, Sidoarjo.