• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Kamis, 2 Mei 2024

Tapal Kuda

Pemanfaatan Ruang Digital untuk Kampanye Moderasi Beragama

Pemanfaatan Ruang Digital untuk Kampanye Moderasi Beragama
Dr Wildani Hefni, ulas pentingnya kampanye moderasi beragama di ruang digital. (Foto: NOJ/ Istimewa)
Dr Wildani Hefni, ulas pentingnya kampanye moderasi beragama di ruang digital. (Foto: NOJ/ Istimewa)

Jember, NU Online Jatim

Pembentukan pandangan dan penyebaran moderasi beragama melalui platform digital menjadi salah satu langkah penting dalam menjangkau generasi muda, khususnya generasi milenial. Dalam perjalanan mencari dominasi narasi keagamaan di ranah media sosial, Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri memegang peranan signifikan. Ruang digital, yang kerap menjadi panggung untuk mempengaruhi pandangan masyarakat, juga mendorong terjadinya konflik dan pandangan yang kurang toleran.

 

Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam mengeluarkan Surat Edaran pada 29 Oktober 2019 yang ditujukan kepada Rektor dan Ketua Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) untuk mendirikan dan mengelola Rumah Moderasi Beragama.

 

Melalui hal ini, Kementerian Agama memperkuat komitmen untuk menjadikan Moderasi Beragama sebagai bagian utama dari pendekatan pikiran, sikap, kebijakan, serta program di seluruh Kementerian Agama, terutama di PTKIN. Tujuan Rumah Moderasi Beragama adalah menjadi pusat edukasi, bimbingan, pengaduan, serta penguatan dalam pergerakan moderasi beragama di lingkungan PTKIN.

 

Namun, moderasi beragama tidak bisa berdiri sendiri. Pentingnya penggabungan berbagai upaya untuk mencapai tujuan moderasi beragama menjadi kunci dalam mengelola kehidupan keagamaan yang moderat dan toleran, terutama dalam masyarakat yang beragam.

 

Pada era teknologi saat ini, diperlukan konten-konten yang sesuai dan relevan untuk generasi digital, khususnya generasi milenial. Hal tersebut dikatakan oleh Wildani Hefni, Dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Shiddiq (KHAS) Jember. Ia adalah salah satu dari sekian banyak dosen di lingkungannya yang memiliki perhatian khusus pada syiar moderasi beragama di ruang digital.

 

Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, sebagai wadah penyebaran moderasi beragama, mengambil langkah dalam menyuarakan konten-konten moderasi beragama melalui berbagai platform digital seperti YouTube, Facebook, Twitter, Instagram, meme, serta rilis tentang kajian dan riset kerukunan beragama. Mereka menyadari bahwa ruang digital adalah arena penting yang harus dikuasai dengan narasi-narasi keagamaan yang berbasis moderasi.

 

Ruang Digital: Positif Vs Negatif

Kehadiran dunia digital telah membuka jaringan informasi yang transparan dan virtual, menghilangkan kategori moral yang biasanya mengendalikan tindakan di dunia nyata. Dalam ranah sirkuit global ini, batasan moral dan aturan menjadi relatif. Hukum yang mengatur masyarakat pun tidak lagi semata berdasarkan pada kemajuan, melainkan kini berpusat pada apa yang disebut sebagai "hukum orbit" di mana segala yang diviralkan dapat berputar dan berpindah secara global dengan sangat cepat.

 

“Dalam konteks ini, penyebaran narasi keagamaan dapat dengan mudah diorbitkan dari satu tempat ke tempat lain, melewati berbagai kanal informasi dalam hitungan detik. Fenomena ini melibatkan perputaran pesan dari satu wilayah ke wilayah lainnya, melintasi berbagai kebudayaan, dan dihantarkan dalam bentuk virtual yang digiring oleh orbit party-line,” ungkap Wildan, sapaan akrabnya, Ahad (24/12/2023).

 

Namun, fenomena ini juga menyebabkan pergeseran dalam otoritas keagamaan. Sumber-sumber otoritas keagamaan yang sebelumnya bersifat personal, seperti para ulama, ustadz, atau mursyid, kini semakin tergeser oleh media baru yang cenderung impersonal dan berbasis pada jejaring informasi. Setiap individu memiliki akses lebih mudah terhadap pengetahuan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pribadi mereka.

 

Pria kelahiran Sumenep itu menjelaskan, kondisi masyarakat saat ini terlalu terfokus pada komunikasi virtual dimanfaatkan oleh sejumlah kelompok untuk menyebar ide, pendapat, dan fatwa tanpa batas. Hal ini telah menggeser pemahaman moderat dalam Islam ke arah yang eksklusif, keras, dan bahkan menutup kesempatan untuk pemikiran yang beragam.

 

“Sehingga, dunia digital meski memberikan kemudahan akses informasi, juga membawa dampak negatif dalam struktur dan narasi keagamaan. Banyak kelompok yang menggunakan platform digital untuk menyebarkan konten keagamaan yang cenderung memiliki pemahaman tunggal, yang pada akhirnya merangsang politik identitas dan ketegangan konflik,” katanya.

 

“Dalam konteks ini, cyberspace dimanfaatkan untuk menyebarkan misinformasi dan disinformasi oleh sekelompok individu yang menggunakan agama sebagai alat untuk tujuan pribadi mereka, bahkan hingga memecah belah persatuan umat,” imbuh Wildan.

 

Dengan demikian, menurut Wildan yang pernah mengikuti kegiatan Sekolah Moderasi yang dilaksanakan di Pure Mandara Giri Semeru Agung Lumajang pada Juni 2022 itu, kemajuan teknologi digital juga membawa tantangan baru dalam menjaga otoritas dan pemahaman keagamaan yang moderat dan inklusif di tengah masyarakat yang semakin terkoneksi secara digital.

 

Pemanfaatan Ruang Digital

Alumnus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu mengungkapkan, bahwa pemanfaatan ruang digital ini menjadi suatu strategi penting dalam penyebaran ide dan gagasan moderasi beragama. Konten-konten seperti meme, yang sering dianggap remeh, sebenarnya memegang peranan yang sangat penting dalam membentuk pandangan moderat terhadap agama di kalangan masyarakat.

 

"Meme yang memiliki konten moderasi beragama secara perlahan namun pasti dapat mempengaruhi pikiran seseorang, membawa perubahan dalam cara berpikir yang lebih moderat terhadap agama. Meme, seiring dengan viralitasnya, dapat mengubah persepsi yang sebelumnya tidak terbincang secara luas menjadi sebuah pembicaraan yang massif di masyarakat," ujarnya.

 

Menurutnya, meme memiliki kemampuan untuk mereplikasi dirinya sendiri dalam pikiran manusia, menumbuhkan persepsi baru, dan berkembang menjadi bagian dari cara berpikir yang lebih moderat.

 

“Sehingga, melalui konten moderasi beragama, memanfaatkan media digital secara bijak dapat membawa dampak positif dalam mengubah cara pandang masyarakat terhadap agama menjadi lebih toleran dan moderat,” terangnya.

 

Karenanya, moderasi dalam kepercayaan agama menjadi dasar utama dalam memperkuat pemahaman keagamaan melalui ruang digital yang memiliki sifat multitasking, bertujuan untuk memperkuat pemahaman keagamaan yang moderat, toleran, dan dipenuhi dengan kasih sayang.


Tapal Kuda Terbaru