• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Minggu, 28 April 2024

Tokoh

Mengenal Kepribadian Nyai Sedir, Perempuan Sufi asal Lembung Sumenep

Mengenal Kepribadian Nyai Sedir, Perempuan Sufi asal Lembung Sumenep
Makam Ny Ceddir, kalangan ibu nyai yang berkiprah di dakwah dan pendidikan. (Foto: NOJ/Firdausi)
Makam Ny Ceddir, kalangan ibu nyai yang berkiprah di dakwah dan pendidikan. (Foto: NOJ/Firdausi)

Orang Sumenep menyebutnya Ny Ceddir atau Ny Sedir. Ia merupakan kalangan ibu nyai yang berkiprah di dakwah dan pendidikan yang dibawa oleh leluhurnya pada abad ke-17.


Secara nasab, ia putri dari Kiai Khatib Paddusan bin Sayyid Akhmad Baidhawi/Pangeran Katandur bin Panembahan Pakaos bin Panembahan Palembang bin Sunan Kudus. Dalam catatan silsilah, ia saudara tertua dari Kiai Ali Barangbang atau Bhuju’ Gumu’ yang pasareannya terletak di sebelah timur Bandara Trunojoyo Sumenep.


Ny Ceddir menikah dengan Kiai Abdullah (Kiai Bungin Bungin) putra dari pasangan Ny Berrek (putri Kiai Khatib Paranggan) dengan Kiai Wangsadikara dari Mataram. Dari hasil pernikahannya dikaruniai 2 keturunan yakni Kiai Jalaluddin (ayah Ny Izzah) dan Ny Kartika.


Dari keturunan Ny Izzah, lahirlah banyak ulama dan umara yang memimpin Sumenep selama 7 turunan, yaitu Pangeran Notokusumo I Asiruddin atau Panembahan Sumolo (1762-1811), Sultan Abdurrahman (1811-1854), Panembahan Moh Saleh (1854-1879), Pangeran Pakunataningrat (1879-1901), Raden Pratamingkusumo (1901-1926), dan RP. Ario Prabuwinoto (1926-1929).


Karamah Ny Ceddir

Kepribadian Ny Ceddir sangat penyabar dan tangguh dalam melewati ragam tantangan. Salah satu karomah yang dikenal warga Lembung Kecamatan Lenteng adalah Ny Ceddir bisa memasak walaupun tak ada bahan pokok.


Di saat tidak memasak, ceddir atau centing yang dipegangnya bisa menghasilkan nasi, waallahu a’lam. Pohon jati di depan peristirahatan terakhirnya adalah alat untuk membungkus nasi. Sebelah barat, ada dua pohon bambu yang dijadikan Bhiteng atau tusuk bungkus nasi. 


Berdasarkan cerita yang masyhur di telinga masyarakat, suami Ny Ceddir ingin mencelakainya. Suatu hari, gentong yang sering dijadikan tempat wudhu diisi dengan hewan berbisa. Yang terjadi, saat Ny Ceddir mengambil air di dalam gentong tersebut, ternyata berubah menjadi kepingan emas yang banyak. Berhubung ia sosok perempuan sufi, maka ia memohon kepada Allah untuk mengubahnya menjadi air, karena tujuan awalnya adalah ingin berwudhu dan melaksanakan shalat.


Dari peristiwa di luar nalar itu, Kiai Bungin-ungin akhirnya bertaubat. Bahkan ia meminta izin kepada istrinya untuk pulang ke kampung halamannya dan mendekatkan diri kepada-Nya. Tempat kelahirannya dikenal dengan Desa Bungin-bungin di Kecamatan Dasuk, Kabupaten Sumenep.


Lokasi makam Ny Ceddir

Jika peziarah ingin nyekar, letak makam Ny Ceddir ada di belakang masjid Al-Akbar Lembung, Lenteng, Sumenep. Tepatnya di belakang pasarean Kiai Faqih atau guru Bindara Mohamamd Saod.


Sebelum masuk ke dalam, peziarah harus membungkuk saat masuk ke gerbang cungkup pemakaman yang didominasi warna hijau dan kuning. Ini menandakan bahwa almarhumah semasa hidupnya dikenal tawadhuk. 4 tiang kayu jati yang menyangga cungkup itu masih utuh.


Hamparan pemakaman menjadi tempat peristirahatan terakhirnya yang tanpa beratap atau cungkup. Dari area pemakaman masih orisinil, hanya saja makam Ny Ceddir diberi pagar besi sebagai pembatas dengan makam yang lainnya. Di sebelah pemakaman, terdapat sungai yang dikenal dengan sebutan Taloktok. Sejak dulu hingga sekarang, airnya tidak pernah kering walaupun di musim kemarau panjang. 


Tokoh Terbaru