• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Selasa, 23 April 2024

Opini

Tips Mengelola Sangu Lebaran Anak

Tips Mengelola Sangu Lebaran Anak
Fulus angpao lebaran milik anak sebaiknya disimpan dalam tabungan atas namanya. (Foto: NOJ/LKw)
Fulus angpao lebaran milik anak sebaiknya disimpan dalam tabungan atas namanya. (Foto: NOJ/LKw)

Fulus angpao lebaran milik anak sebaiknya disimpan dalam tabungan atas namanya. Bisa dibuatkan rekening, bisa juga diinvestasikan. Saya kapok menyerobot uang anak untuk kebutuhan pribadi, setelah ditegur guru saya. Pasal teguran dan ketajaman bashirah beliau sudah saya tulis dalam buku "Kiai Kantong Bolong" melalui kolom "Manusia-Manusia Langit". Bagi beliau, hak anak adalah haknya, jangan sampai dipakai ortu. Ini prinsip guru yang saya ugemi sampai saat ini. Anda setuju, silakan. Tidak, juga nggak masalah.


Bagi saya, ada dua cara menyimpan uang angpau milik anak. Pertama, disimpan statis. Kedua, dikembangkan dalam corak investasi. 


Cara pertama dibuatkan rekening atas namanya. Masukkan semua uang sangu lebaran miliknya. Anak punya hak guna atas isi rekeningnya, tapi hak manajemen tetap ada di tangan ortu. Termasuk kartu ATM dan pinnya tetap dibawa ayah bunda. 


Kalaupun isi rekening mau dipakai, harus buat kebutuhan anak, misalnya mainan, baju, buku, kebutuhan sekolah dll. Ketika berbelanja, ajak anak juga. Ajari dia bertransaksi. Biar dia belajar tanggungjawab atas hartanya. Ini mengajarkan sejak dini manajemen keuangan berbasis tabungan kecil-kecilan. 


Setelah belanja tunjukkan saldo dan print-out agar dia tahu nominal yang di bawah kepemilikannya. Juga jelaskan pola belanja sesuai dengan konsep yang kita rancang. Misalnya hanya boleh dikeluarkan dalam kondisi mendesak, hanya boleh digunakan belanja baju sekolah, buku, kebutuhan mengaji, dan lain-lain. Beli mainan? Silakan. Asalkan tidak menyedot saldo rekeningnya. Proporsinya maksimal 10 persen saja dari jumlah nominal di rekening.


Walaupun isi tabungannya tidak seberapa di mata ortu, misalnya hanya seratus-dua ratus ribu (saya sih nggak percaya, sebab saat ini jumlah angpao lebaran anak sudah berjeti-jeti), tapi ortu harus memenej dengan baik dan anak juga harus tahu saldo dan kebutuhannya. Belajar transparansi keuangan sejak dini dan belajar saling percaya antara ortu dengan anak.


Ortu yang keren itu bukan saja yang memberi teladan soal budi luhur melainkan juga memberi contoh dalam kecerdasan finansial.


Cara kedua, dengan mengajari anak berinvestasi. Tak perlu muluk-muluk, dibelikan sepasang domba dan dititipkan ke orang yang bisa dipercaya dengan sistem bagi hasil juga oke. Ajak anak untuk sesekali melihat dombanya, biar tahu sedini mungkin soal aset, bisnis kecil-kecilan dan perkongsian. 


Contoh lain, ajak anak belanja bibit tanaman pertanian, tunjukkan cara bertransaksi, dan ajari dia cara menanam. Jika tidak bisa mengajarinya pola tanam, bisa dipasrahkan ke orang lain sebagai pengelola perkebunan dengan perjanjian yang jelas: bayaran per hari atau bagi hasil saat panen, juga bicarakan perkara resiko kerugian. Kalau nggak mau ribet, investasi reksadana. Kontrol bisa via hape. Jenis aplikasinya banyak. Pilih yang resmi dan diawasi oleh OJK dan Bappebti. Cara lain, pilih tabung emas. Pegadaian dan beberapa bank syariah sudah menyediakannya. Mudah dan praktis.


Catatan lain, jangan pernah menggunakan fulus anak untuk arisan berantai atau bisnis yang menawarkan keuntungan muluk-muluk dalam waktu cepat, juga bonus-bonus jumbo. Itu bisa dipastikan pakai skema Ponzi. Sudahlah, yang punya ijin dari OJK saja masih bisa ambruk, kok, apalagi yang ilegal.

*

Ada banyak ortu yang secara etika tidak menghormati hak anak. Ada juga ortu yang gagal memenej keuangan keluarga dengan baik. Penghasilan cukup bahkan lebih dari cukup, tapi karena tidak beres dalam tata kelola akhirnya besar pasak daripada tiang. 
Dia tidak mampu membedakan kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 


Ada juga keluarga sederhana yang selain bisa mengelola tata keuangan keluarga, dia juga memiliki aset yang bisa diwariskan. Ini yang beberapa kali saya jumpai. Intinya, belajar manajemen keuangan rumah tangga bisa dimulai dari tata kelola keuangan milik anak-anak kita. Hormati hak miliknya, gunakan untuk kebutuhannya, dan persiapkan buat masa depannya.


Editor:

Opini Terbaru