• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Selasa, 23 April 2024

Pustaka

Menyelami 40 Rabbana dalam Al-Qur’an

Menyelami 40 Rabbana dalam Al-Qur’an
Buku 'A Letter to Allah'. (Foto: NOJ/ Musyfiqur Rozi)
Buku 'A Letter to Allah'. (Foto: NOJ/ Musyfiqur Rozi)

Setelah Al-Qur’an dideklarasikan sebagai kitab petunjuk bagi orang yang bertakwa, ia juga hadir sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat manusia, baik kalangan Muslim maupun orientalis. Di dalamnya mengandung hukum, cerita umat terdahulu, janji, ancaman, surga, dan neraka. Al-Qur’an hadir sebagai penghubung antara hamba dan Sang Khaliq. Dengan rahman-rahimnya, Allah melengkapi banyak doa di dalamnya agar manusia terus mendekatkan diri kepada-Nya. Buku ini menyeleksi doa-doa dalam Al-Qur’an, dikumpulkan dan diulas lebih dalam lagi. Dilengkapi banyak kisah, asbabun nuzul, dan hadits nabi.


Hal yang dilakukan penulis adalah memetakan bagian, maksud dan tujuan dari setiap doa. Pertama, adalah tata cara berdoa. Salah satu etika yang paling penting dalam berdoa adalah mengikhlaskan dari setiap doa yang dipanjatkan. Mudah mengatakan dan tak mudah melaksanakan. Ikhlas adalah perkara sulit, namun meski demikian, kita tidak putus harapan untuk selalu berdoa.


Doa bukan hanya sekadar permohonan kepada Allah. Sadar atau tidak, Allah telah banyak mengabulkan segala sesuatu yang akan diminta meski belum diminta. Doa juga mampu melampaui batasan maksimal yang ditetapkan manusia. Karena batasan manusia dan Allah sangatlah berbeda. Allah tidak memiliki batasan apapun dalam kuasa-Nya. Sehingga terkadang dijumpai banyak logika dan rasionalitas manusia terkalahkan secara telak oleh kekuatan doa yang terkabulkan oleh Allah. (hal. 12)


Bukanlah ujian yang harus dikhawatirkan, justru yang perlu dikhawatirkan ialah apabila dalam kehidupan ini menemui ujian tanpa disertai dengan pertolongan Allah SWT. Menghilangkan ujian dalam kehidupan adalah sesuatu yang mustahil, tetapi meminta pertolongan supaya hati dikuatkan oleh Allah, maka itu adalah sikap yang sangat dekat dengan kebenaran.


Perjalanan hidup manusia tidak selamanya berada di jalan-Nya. Ada saja sesuatu yang menghambat dan bahkan kesasar. Sebab, dalam diri manusia dibarengi hawa nafsu sehingga manusia bukan mendekat, akan tetapi menjauh dari-Nya. Berbuat dosa itu biasa. Kodrat manusia yang tidak bisa dielakkan. Tapi, kehilangan harapan untuk kembali ke jalan-Nya serta meraih rahmat-Nya merupakan hal yang cukup buruk.


Ketika dosa setinggi gunung, maka ampunan Allah setinggi langit. Yang shaleh bisa salah, dan yang salah pun bisa menjadi shaleh (bertaubat). Tak selamanya yang shaleh itu shaleh, sebagaimana yang salah tak selamanya salah. (hal. 71)


Manusia tidak akan pernah terlepas dari pantauan setan. Kapanpun ada peluang, setan akan masuk menghembuskan bisikan menuju kemungkaran. Setan adalah makhluk yang paling konsisten dengan ‘profesinya’, maka lumrah bila manusia pernah jatuh dan terperosok dalam bujuk rayu setan hingga terjerumus dalam dosa. Namun, sekali lagi, Tuhan Maha Rahman dan Rahim.


Allah menjadikan dunia bukan tempat istirahat. Allah ciptakan dunia untuk menemui berbagai macam kegetiran dalam segala macam ujian dan musibah. Makanya, tak ada jawaban ketika linangan air mata yang menetes, kesedihan yang membungkus hati, serta kekecewaan yang senantiasa dirasakan.


Namun, manusia tidak dibiarkan begitu saja memikul beban yang dihadapinya, Allah menghibur dengan berbagai macam cara dan acap kali di luar nalar, penuh kejutan dan tak terduga. Manusia akan dibimbing dan skenario terbaik dari alam semesta; bahwa setiap perkara yang dikembalikan kepada-Nya, maka Allah akan menjawab dan memberi arti serta melampaui semua rencana bagi setiap manusia.


Kedua, memohon ampun. Manusia akan selalu ada dalam persimpangan jalan kehidupan. Antara ia dan tidak, antara baik dan buruk, sehingga dia senantiasa dituntut untuk memberi jawaban terbaik pada setiap apa yang terjadi, setiap apa yang dihadapi. Sekali lagi, dengan akal yang dimiliki dan adanya agama, manusia akan berpikir yang baik untuk diri dan masa depannya (akhirat). Ironisnya, seringkali manusia selalu melekatkan diri pada akal yang lemah, besarnya prasangka, dan praduga yang dibungkus dengan kebodohan diri. Sehingga banyak sekali keputusan yang diambil menjadi sumber penyesalan di kemudian hari. (hal. 170)


Setiap babnya, buku ini diawali dengan ayat ‘rabbana’, disusul prolog sebagai pengantar dan diakhiri tadabbur doa. Tak heran, jika buku ini dicetak ulang berkali-kali di masa pra pesan, karena memang ketika kami membaca satu persatu dalam buku ini, ada banyak kata mutiara, serta bahasa yang anggun dan sederhana dijumpai sepanjang perjalanan buku ini. Seringkali pembaca akan dibuat tertegun dengan gaya bahasa dan indah ini. Mengagumkan.


Terakhir, buku ringkas ini juga dilengkapi keterangan dari ahli tafsir secara sederhana sebagai bahan pendukung dan penguat atas argumentasi yang disampaikan.

 

Identitas Buku:
Judul Buku:
A Letter to Allah
Penulis: Abu Bassam Oemar Mita
Penerbit: Zaduna
Tahun Terbit: IV, Agustus, 2021
Tebal Buku: 348
ISBN: 978-623-96471-0-0
Peresensi: Musyfiqur Rozi, Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya sekaligus alumni Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk Sumenep.


Pustaka Terbaru