• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Sabtu, 27 April 2024

Pustaka

Sejarah Masjid dan Langgar sebagai Peninggalan Peradaban Islam

Sejarah Masjid dan Langgar sebagai Peninggalan Peradaban Islam
Sampul buku Masjid dan Langgar. (Foto: NOJ/ Firdausi)
Sampul buku Masjid dan Langgar. (Foto: NOJ/ Firdausi)

Bagaimanapun, masjid adalah peninggalan peradaban Islam yang menjadi elemen penting dalam terbentuknya struktur sosial, budaya, politik dan ekonomi. Dan buku ini mengupas fragmen sejarah masjid dan langgar di ujung timur Pulau Madura, yakni Sumenep.


Sejarah mencatat, kedalaman nilai-nilai Islam pada budaya Madura tampak pada sistem masyarakat yang mengharuskan pemisahan antara tempat tidur pria dan wanita dewasa di rumah-rumah dengan tipe taneyan lanjhang (halaman panjang) yang dilengkapi dengan langgar. Pria tidur di langgar, wanita tidur di rumah. Artinya, struktur ini menjadi corak kultural religiusitas masyarakat Madura.


Sebaliknya, Masjid Nabawi yang dibangun Rasulullah SAW menjadi titik awal membangun Kota Madinah. Hal ini kemudian diikuti oleh para Raja Sumenep. Sebut saja Pangeran Anggadipa, Bindhara Moh Saud, Panembahan Sumolo, hingga Sultan Abdurrahman.


Pangeran Anggadipa membangun Masjid Laju di Desa Kepanjin, Kecamatan Kota, Sumenep. Sementara Panembahan Sumolo membangun Masjid Agung Sumenep. Hal yang tidak jauh beda dilakukan Sultan Abdurrahman yang banyak membangun masjid, seperti Masjid Sokambang Kebunagung, Masjid Al-Aziz Marengan dan Masjid Jamik Talango.


Hadirnya tokoh agama di tengah-tengah masyarakat, memberi dimensi yang sangat dalam pada masyarakat. Berkat dakwahnya, dapat memberi kedamaian dan kesejahteraan kepada masyarakat. Bahkan menjadi bingkai spirit dan memompa motivasi seseorang agar bertingkah laku berdasarkan ajaran Islam.


Tak heran, tingginya apresiasi masyarakat Madura dalam beragama bisa dilihat dari antusiasme dalam memakmurkan masjid, mushala dan langgar yang bertebaran di pedesaan. Hal ini menandakan bahwa Islam telah mengakar kuat di hati masyarakat.


Jika berkunjung ke Sumenep, terdapat langgar peninggalan Bindhara Saod yang letaknya di belakang gedung Dinas Binamarga. Untuk sampai ke sana, cukup berjalan kaki dari Keraton Sumenep. Posisi langgar ini ada di antara perumahan warga, sehingga tidak begitu terlihat dari jalan raya.


Kisah yang lebih menarik lagi adalah langgar Kiai Ali Barangbang di Desa Kalimook, Kecamatan Kalianget. Dikisahkan, langgar tersebut bermula saat salah satu kapal China yang berlabuh di Sumenep dan tidak bisa berlayar kembali. Kemudian, mereka meminta bantuan Kiai Ali dan jika berhasil berlayar ia dijanjukan akan dibuatkan langgar. Dengan karamahnya, Kiai Ali berhasil membuat kapal tersebut berlayar dan orang China itu menepati janjinya.


Menurut sumber lain, pembangunan langgar itu bermula saat seorang saudagar China yang barang dagangannya ditangkap oleh petugas pemeriksaan. Saudagar tersebut merasa sedih karena khawatir dagangannya bermasalah. Di tengah malam, saudagar itu melihat cahaya dari kediaman Kiai Ali menuju ke kapal dagangannya. Di pagi harinya, barang dagangannya selamat dari pemeriksaan. Berangkat dari hal ini, saudagar itu berniat membangunkan langgar sebagai nadzar untuk Kiai Ali.


Sebenarnya Kiai Ali menolak bantuan itu, toh walaupun peralatannya dibawa langsung dari negeri China. Agar nadzar itu terlaksana, Kiai Ali memberi syarat, yakni saudagar itu memeluk Islam. Mendengar syarat itu, saudagar itu bersedia masuk Islam yang disaksikan oleh Raja Sumenep. Kini langgar yang berukuran panjang 10 meter dan lebar 7,5 meter itu berdiri kokoh di Pesantren Barangbang.


Masih banyak lagi sejarah masjid dan langgar di Sumenep yang ditulis oleh penulis dengan menggunakan pendekatan historis. Karena pada dasarnya masjid dan langgar menjadi elemen utama sosio kultural dalam menghidupkan keseharian masyarakat.


Berikut nama-nama masjid lain yang dikupas oleh penulis dalam buku ini, yaitu Masjid Agung Sayyid Abdullah Batu Ampar, Masjid Brumbung Lombang, Langgar Bindhara Saod, Masjid Baiturrahman Talango, dan Langgar Loteng Sarsore.


Selain itu, ada Masjid Abdul Quddus Al-Jinhari Saligading Sogian, Masjid Jamik Al-Ishlah Ambunten, Masjid Gemma Prenduan, Masjid Nurul Islam Pekandangan Sangra, Masjid Al-Ikhlas Kalianget, Masjid Nur Muhammad Batang-Batang, Masjid Ad-Dasuki Payudan Nangger, dan Mushala Kiai Abi Sudjak Benasokon Kebunagung.


Ada pula Masjid Lembung Al-Akbar, Masjid Jamik Nurul Mujahidin Sepudi, Masjid Al-Khairat Aengbaja Raja, Masjid Robi'atul Huda Gedungan, Masjid Jamik Al-Ishlah Aeng Panas, Masjid Baiturrahman Nagasare, Masjid Al-Ikhlas Lenteng, masj#id Jamik Assunni Kangean, Masjid Baitul Arham Pabian.


Juga ada Masjid Al-Muttaqin Baban, Mushala Al-Azhar Gili Genting, Masjid Nurul Huda Sendir Lenteng, Masjid Al-Ikhwan Kangean, Masjid Al-Akbar Bungbungan, Masjid Al-Ishlah Batang-Batang, Masjid Nikmatul Kubro Karangduak.

 

Identitas Buku:

Judul: Masjid dan Langgar Peninggalan Peradaban Islam Keraton Sumenep
Penulis: Iwan Kuswandi
Penerbit: Lembaga Ladang Kata
Tahun Terbit: November 2022
Tebal Buku: 138 halaman
ISBN: 978-623-6386-72-9
Peresensi: Firdausi, Ketua Lembaga Ta'lif wan-Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU) Sumenep


Pustaka Terbaru