• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Pustaka

Warisan Keislaman dan Keindonesiaan KH M Hasyim Asy'ari

Warisan Keislaman dan Keindonesiaan KH M Hasyim Asy'ari
Sampul Buku Menjaga Warisan Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari. (Foto: NOJ/ IStellu )
Sampul Buku Menjaga Warisan Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari. (Foto: NOJ/ IStellu )

Keislaman dan keindonesiaan adalah dua hal yang menjadi warisan Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari, Rais Akbar Jamiyah Nahdlatul Ulama. Melalui perpaduan ini, Indonesia menjadi negara yang tetap menjaga keharmonisan di antara masyarakatnya, hidup rukun, damai dan sejahtera. Keislaman dan keindonesiaan merupakan sublimasi dari ajaran Kiai Hasyim Asy’ari yang menjadi warisan sepanjang zaman bagi seluruh rakyat Indonesia dan menjadi pedoman dalam hidup berbangsa dan bernegara.  


Buku ini menceritakan tentang biografi KH M Hasyim Asy’ari, ajaran, dan karyanya yang senantiasa dibaca dengan seksama dari tiap generasi bangsa. Buku ini menghadirkan sosok Mbah Hasyim dari berbagai perspektif, seperti sebagai seorang pendidik, sebagai pendiri Pesantren Tebuireng Jombang, sebagai pendiri Jamiyah Nahdlatul Ulama (NU), serta sebagai pemimpin Jamiyah NU, umat Islam Indonesia dan bangsa Indonesia.


KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah selaku penulis buku ini, menyebutkan bahwa sebetulnya yang memadukan keindonesiaan dan keislaman adalah KH M Hasyim Asy'ari. Kemudian dilanjutkan oleh putra beliau, cucu serta para santrinya. Menurutnya, fakta ini tidak banyak diketahui oleh masyarakat, padahal sejak setahun lalu mulai terlihat lagi adanya upaya untuk mempertentangkan antara keindonesiaan dan keislaman (hal. 63). Salah satunya sebagaimana yang diperankan oleh KH Ahmad Shiddiq, santrinya yang menulis naskah hubungan Islam dan Pancasila yang menjadi dasar keputusan Muktamar NU tahun 1984 dalam menerima Pancasila sebagai dasar negara.


Selain itu, peran Kiai Hasyim Asy’ari yang dapat dirasakan secara langsung sebagai pemimpin bangsa Indonesia ialah saat memberikan persetujuan terhadap usulan yang diajukan dalam sidang BPUPKI dan PPKI.  Peran lainnya adalah saat memimpin para ulama NU dalam menyampaikan fatwa resolusi jihad, termasuk terbentuknya Kementerian Agama di Indonesia. Bahkan, beberapa pemimpin nasional sering meminta nasihat secara langsung atau dengan mengirim utusan kepadanya (hal. 48).


Disebutkan di dalam buku ini, KH M Hasyim Asy’ari merupakan tokoh yang berhasil mempersatukan umat Islam Indonesia dalam partai Masyumi dan memadukan Islam dengan Indonesia. Bukti ini jelas mengingatkan masyarakat di Indonesia agar mencintai agama dan tanah airnya.


Di dalam buku ini dijelaskan betapa peran pesantren harus diperhitungkan dalam membentuk ruh masyarakat Indonesia melalui pendidikan dan perjuangan para kiainya. Gus Sholah menyebutkan, gagasan cemerlang yang mempertemukan antara Islam dan Pancasila itu bukanlah karya profesor dari kampus terkemuka. Akan tetapi, gagasan tersebut berasal dari kiai pesantren (hal. 87). Dari gagasan dan pemikiran inilah, terjadi semacam konvergensi antara Islam dan Indonesia, titik temu antara Islam dan kebangsaan.


Prinsip pendidikan KH M Hasyim Asy’ari di antaranya yaitu, santri yang baik adalah santri yang bisa menjalankan pengetahuan yang telah dipelajari di pesantren ke dalam kehidupan sehari-hari. Sederhananya, puncak ilmu adalah amal karena amal adalah wujud dari ilmu. Selain itu, prinsip pendidikan yang menarik bagi pembaca adalah ketika seseorang sedang berproses di dalam dunia pendidikan, maka harus menghindari unsur-unsur materialisme. Karena menurut Mbah Hasyim jika ilmu tidak dicari demi kepentingan agama, maka kehancuran hanya tinggal menunggu waktu tiba (hal. 30).


KH M Hasyim Asy’ari merupakan pemimpin besar bagi umat dan bangsa Indonesia yang sangat produktif dalam menuliskan gagasan-gagasannya dalam sebuah karya. Setidaknya ada 13 karya utama yang masyhur di kalangan masyarakat dan masih banyak karya lainnya. Bahkan, beberapa naskah karya-karya KH M Hasyim Asy’ari diminta oleh Kedutaan Saudi Arabia untuk dipelajari (hal. 18). Selain itu, Mbah Hasyim juga menulis beberapa khotbah penting yang disampaikan kepada khalayak umum. Ini menunjukkan bahwa ia merupakan salah satu sosok kiai, pemimpin bangsa, intelektual yang produktif.


Selain menjelaskan secara detail tentang perkembangan pendidikan yang ada di pesantren, buku ini menjadi salah satu rujukan penting dalam mengembangkan pendidikan pesantren dan membumikan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. Peran pesantren bagi bangsa Indonesia memang menjadi mediator bangsa dengan segala multifungsi dan multi peran di dalamnya. Maka tidak salah, pesantren adalah pemilik saham bangsa Indonesia dan diakui oleh Douwes Dekker, bahwa seandainya tidak ada kiai dan pesantren, maka patriotisme warga Nusantara yang kemudian menjadi bangsa Indonesia akan hancur berantakan (hal. 177).


Membaca buku ini membuka wawasan tentang dasar-dasar warisan yang telah diteladankan oleh sosok KH M Hasyim Asy’ari dalam berbagai aspeknya. Warisan-warisan ini tersublimasi melalui pemikiran tentang pendidikan, kepesantrenan, kebangsaan, keindonesiaan dan lain sebagainya, sehingga menjadi salah satu warisan yang harus dijaga dan senantiasa diketuk-tularkan kepada setiap generasi bangsa.
 

Identitas Buku:

Judul: Menjaga Warisan Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari          
Penulis: Dr Ir KH Salahuddin Wahid
Penerbit: Pustaka Tebuireng    
Tahun Terbit: Agustus, 2020
Tebal: 220 halaman
ISBN: 978-602-88059-33
Peresensi: Abdul Warits, Mahasiswa Pascasarjana Studi Pendidikan Kepesantrenan, Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika), Guluk-Guluk, Sumenep.


Pustaka Terbaru