• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 3 Mei 2024

Tokoh

Corak Kajian Hadits KH M Hasyim Asy’ari Terbaik di Masanya

Corak Kajian Hadits KH M Hasyim Asy’ari Terbaik di Masanya
Hadratussyeikh KH M Hasyim Asy’ari, ulama hadits terbaik di masanya. (Foto: NOJ/ ISt)
Hadratussyeikh KH M Hasyim Asy’ari, ulama hadits terbaik di masanya. (Foto: NOJ/ ISt)

Oleh: M Muamar Kafani*)

 

Abad 17 M kajian hadits di Nusantara telah dimulai dengan munculnya kitab hidayah Al-Habib Fii Targhib Wa Al-Tarhib karya Syaikh Nuruddin Ar-Raniri. Selanjutnya, juga muncul kitab Arbain Nawawi karya Syaikh Abu Zakariya Muhyiddin An-Nawawi dan kitab Al-Wa’id Al-Badi’ah karya Syaikh Abdur Rauf As-Singkili.

 

Pada abad setelahnya, perkembangan hadits di Nusantara mengalami masa vakum. Hal ini disebabkan masa penjajahan Belanda yang sangat agresif dan intimidatif pada saat itu, menjadikan ilmu pengetahuan khususnya kajian hadits mengalami kemandekan.

 

Hingga selanjutnya pada akhir abad 19-20 M, kajian hadits dimulai lagi dengan ditemukannya kitab Manhaj Dhawi Al-Nazar yang ditulis oleh KH Mahfudz At-Tarmasi ketika ia berada di Makkah. Karya tersebut menjadi tanda dimulainya perkembangan kajian hadits yang mengalami kemajuan yang cukup signifikan pada abad tersebut.

 

Peran para pemuda yang mendalami ilmu agama ke Timur Tengah juga memberi pengaruh besar terhadap kajian hadits di Nusantara. Sebab, sekembalinya mereka dari tanah rantau membawa dan mengajarkan ilmu yang telah diperolehnya, sekaligus menjadi tonggak kemajuan kajian hadits di nusantara. Hingga pada abad 20 M kajian hadits mempunyai kedudukan penting dalam ilmu pengetahuan di Nusantara. Dibuktikan dengan beredarnya kitab-kitab hadits serta menjadikan kurikulum dalam pendidikan pondok pesantren yang ada di Nusantara.

 

Kajian hadits semakin merebak di segala penjuru dengan beredarnya kitab-kitab hadits yang ditulis oleh para ulama Indonesia, baik berbahasa Arab ataupun terjemahan dari Arab ke bahasa Indonesia. Segala pemikiran dituangkan dalam bentuk tulisan, yang sebagian besarnya atas motif menjawab persoalan-persolan serta kebutuhan masyarakat untuk dijadikan pedoman melakukan ibadah dalam kehidupan sehari-hari.

 

Di antara para ulama Nusantara itu adalah Hadratussyeikh KH M Hasyim Asy’ari, seorang ulama hadits yang mempunyai pengaruh begitu besar dalam ilmu pengetahuan khususnya di bidang hadits. Pemikiran keislaman KH M Hasyim Asy’ari secara garis besar menggunakan corak Islam tradisional, yang dipandang sebagai ajaran yang telah diajarkan oleh pendahulu yaitu Wali Songo. Ia tetap mempertahankan corak Islam tradisional, sebab ideologi pada masa itu sudah mulai tergerus oleh paham-paham modernis.

 

Oleh karena itu, dalam pemikiran-pemikiran KH M Hasyim Asy’ari bercorak pada Islam tradisional yang sangat berbeda dengan paham-paham modernis, sehingga karya-karya yang ditulis beraliran paham Islam tradisional. Termasuk pula kontribusi KH M Hasyim asy’ari dalam bidang kajian hadits di Indonesia, yang dipengaruhi bidang keilmuan selama menuntut ilmu di Makkah. Selama di Makkah, KH M Hasyim Asy’ari berguru kepada seorang ahli hadits terkemuka pada masanya, yaitu Syeikh Mahfudz At-Tarmasi.

 

Syeikh Mahfudz At-Tarmasi merupakan sosok inspiratif serta dapat mempengaruhi pola piker KH M Hasyim Asy’ari. Hal ini juga berdampak pada kontribusinya dalam penyebaran kajian hadits di Indonesia. Dibuktikan dengan banyaknya karya Mbah Hasyim, salah satunya yaitu Raisalah Ahlussunnah wal Jamaah fi Hadts al-Mauta wa Syuruth as-Sa’ah wa Bayani Mafhum as-Sunnah wa al-Bid’ah yang ditulis kisaran tahun 1920-1930. Kitab ini menjadi kunci untuk mengkaji pemikiran KH M Hasyim Asy’ari dalam bidang hadits. Secara lebih detail, kitab ini pembahasannya tertuju pada sunnah dan bid’ah saja. KH M Hasyim Asy’ari tidak menyebutkan alasan spesifik yang melatarbelakangi kepenulisan kitab tersebut, namun jika dikorelasikan pada keadaan bangsa Indonesia pada saat itu terlihat jelas adanya hubungan ditulisnya kitab tersebut dengan kondisi keberagaman yang ada di Indonesia.

 

Sejarah mencatat, pada awal abad 20 M, umat Islam di Indonesia mulai menunjukkan perjuangan yang gigih unutk memperoleh kemerdekaan dari penjajahan Belanda. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemikiran-pemikiran pembaharuan yang mulai didengungkan oleh tokoh-tokoh modernis Timur Tengah seperti Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan lain sebagainya.

 

Pemikiran pembaharuan yang dipelopori oleh tokoh-tokoh di atas tentu sangat mempengaruhi pemikiran umat Islam di Indonesia. Akan tetapi, tidak semua pemikiran tokoh-tokoh tersebut sesuai dengan kondisi masyarakat. Salah satu dampak yang dapat dilihat yaitu banyaknya di antara kepercayaan dan amalan muslim tradisional dianggap sebagai amalan bid’ah. Amalan-amalan yang sudah mengakar di kalangan masyarakat seperti tahlilan, selametan, talkin dan ziarah dianggap sesuatu yang telah menyimpang dari ajaran Islam yang sesungguhnya. Tidak hanya itu, pengetahuan dan posisi kiai sebagai rujukan dalam praktik keberagamaan juga dikritik, karena itu adalah taqlid buta.

 

Berdasarkan konteks keberagamaan pada saat itu, KH M Hasyim Asy’ari sebagai salah seorang tokoh modernis merasa bertanggungjawab untuk memberikan pencerahan atas persoalan-persoalan yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Kapasitasnya sebagai ulama ahli hadits mendorong untuk merespons keadaan tersebut dengan menulis kitab Risalah Ahlussunnah wal Jamaah tersebut. 

 

Melihat latar belakang pemikiran hadits KH M Hasyim Asy’ari dalam kitab tersebut disebabkan oleh kondisi sosial yang terjadi ketika itu. Kondisi bangsa Indonesia yang tengah dijajah oleh kolonial Belanda merupakan kondisi sosial yang paling dominan melatarbelakangi pemikiran KH M Hasyim tentang pentingnya persatuan.

 

Selain itu, kondisi sosial lain yang ikut melatarbelakangi pemikiran KH M Hasyim dalam kitab tersebut ialah kondisi sosial keagamaan yang terjadi seperti kekosongan kepemimpinan kaum tradisionalis Islam dan fenomena pembaharuan dalam Islam oleh beberapa kelompok. Hal ini membuktikan bahwa pemikiran seorang tokoh atau orientasi pergerakan sebuah organisasi senantiasa dilatarbelakangi oleh kondisi sosial yang dihadapi.

 

Pemikiran KH M Hasyim Asy’ari dalam bidang hadits memberikan pengaruh yang cukup besar di masanya. Di mana ketika itu, kajian hadits di Indonesia belum begitu banyak, bahkan bisa dikatakan melalui kitab tersebut telah berhasil meletakkan dasar-dasar kajian hadits dan solusi teologis bagi persoalan yang sedang dihadapi masyarakat.

 

KH M Hasyim Asy’ari memang bukanlah seorang ulama hadits metodologis yang mengkaji hadits dari aspek kualitas dan kuantitasnya. Kajian hadits KH M Hasyim Asy’ari sebagai seorang ulama dan ahli dalam bidang hadits hanya sebatas upaya menyelesaikan persoalan-persoalan yang sedang dihadapi oleh masyarakat ketika itu. Hadits-hadits yang ditulis di dalam kitabnya tidak diberi penjelasan tentang kualitasnya. Hal ini sangatlah wajar, mengingat ketika itu ulumul hadits belum berkembang di Indonesia. Sebagai perkenalan terhadap kajian hadits, upaya yang telah dilakukan oleh KH M Hasyim Asy’ari ketika itu adalah yang terbaik di masanya.

 

*) M Muamar Kafani, mahasiswa Ilmu hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta asal Nganjuk, Jawa Timur.


Tokoh Terbaru