• logo nu online jatim
Home Metropolis Malang Raya Madura Tapal Kuda Kediri Raya Matraman Pantura Khutbah Keislaman Tokoh Rehat Jujugan Nusiana Opini Pendidikan Pemerintahan Parlemen Pustaka Video Risalah Redaksi NU Online Network
Jumat, 26 April 2024

Keislaman

Orang Awam Meniru Penampilan Ulama, Bagaimana Hukumnya?

Orang Awam Meniru Penampilan Ulama, Bagaimana Hukumnya?
Salah satu identitas keulamaan adalah jubah dan sorban khusus (Foto:NOJ/atorcator)
Salah satu identitas keulamaan adalah jubah dan sorban khusus (Foto:NOJ/atorcator)

Sering kita lihat terutama dalam beberapa konten yang bertebaran di media sosial, beberapa oknum yang menunjukkan kemampuannya melakukan sesuatu yang terlihat tidak masuk akal. Bahkan dalam setiap penampilannya oknum tersebut terlihat menggunakan baju layaknya ulama, seperti jubah besar dan sorban.


Cara berpakaian tentu bukan hal yang bisa dianggap remeh, apalagi jika dapat menimbulkan kesimpangsiuran orang lain dan berpotensi memunculkan ghurur atau menyebabkan tertipunya orang yang melihat. Misalkan pesulap atau dukun yang notabene tidak kompeten di bidang agama mengenakan jubah dan sorban yang merupakan identitas keulamaan, lalu mereka berfatwa tentang agama, maka ini sangat membahayakan umat.


Syaikh Muhammad Amin Al-Kurdi Al-Irbili Asy-Syafi’i An-Naqsabandy menjelaskan masalah tersebut dalam kitab Tanwirul Qulub halaman 99.


ومن البدع توسيع الثياب والأكمام لكنه مكروه لا حرام إلا ما صار شعارا للعلماء فيندب لهم ليعرفوا ويحرم على غيرهم التشبه بهم في ذلك لئلا يغتر بهم فيستفتوا فيفتوا بغير علم 


Artinya: Di antara beberapa perbuatan bid'ah itu adalah melebarkan baju dan lengan baju, tetapi ini hukumnya makruh, tidak haram, kecuali baju itu telah menjadi syiar atau ciri khas ulama, maka hal ini dianjurkan agar keulamaannya diketahui. Dan haram bagi selain ulama untuk berpakaian menyerupai (ulama), agar tidak terjadi penipuan. Sehingga kemudian mereka (yang bukan ulama) memberikan fatwa tanpa ilmu.


Maka seperti yang dijelaskan di atas, bahwa baju yang menjadi ciri khas ulama, seperti yang kita ketahui saat ini seperti jubah khusus dan sorban, tidak boleh dipakai sembarang orang yang bukan ulama. Baju ciri khas ini tentunya juga melihat kondisi dan kultur masyarakat setempat yang menjadi tolak ukur pakaian tersebut.


Dalam lanjutannya Syaikh Amin Al-Kurdi menitik beratkan permasalahan ini dengan dampak negatif bilamana pakaian yang biasa menjadi kekhasan ulama dikenakan oleh orang yang bukan ulama.


كما أنه يحرم على من ليس بصالح التزيي بزي الصالحين ليغر غيره ومثله لبس العمامة الخضراء لغير شريف وقد جعلت على أولاد فاطمة الزهراء


Artinya: Seperti halnya haram bagi orang yang bukan tergolong orang saleh adalah menggunakan atribut layaknya atribut orang-orang saleh agar orang lain tertipu. Begitu juga memakai sorban hijau bagi selain syarif (keturunan Nabi), yang mana sorban hijau ini diperuntukkan untuk keturunan sayyidah Fathimah Az-Zahra.


Kedudukan ulama yang sangat tinggi di sisi Allah dan menjadi penerus para Nabi dalam menyebarkan ilmu tentu menjadi pembeda antara orang yang dikatakan ulama dan bukan ulama. Sangat berbahaya jika orang yang bukan ulama, berpakaian layaknya ulama dan masyarakat menjadikannya panutan hanya karena penampilannya yang memakai baju ulama. 


Walhasil, sangat tepat bilamana hukum larangan di atas difatwakan oleh para ulama, demi mengantisipasi terjadinya penipuan-penipuan yang ditimbulkan oleh orang bodoh (awam) berkedok ulama. Meskipun pada dasarnya indikator ulama bukan dilihat dari cara berpakaiannya namun lebih kepada kedalaman ilmu yang dimilikinya. Wallahu A'lam bisshowab 


Keislaman Terbaru